"Bersiaplah! Kau akan menikah hari ini juga!" seru seorang pelayan saat Sisi telah berdandan cantik di hari pernikahannya yang sakral.
Sebuah kerudung putih berbahan tile kemudian di letakkan di atas kepala Sisi membuat wajahnya yang pucat sedikit tersamar, jantungnya terus berdetak kencang berharap wanita cantik ini memiliki keberanian untuk kabur.
"Tidak, aku harus pergi! Aku tak mau jadi bulan-bulanan pria jahat itu!" desis Sisi dalam hati lalu memutar kedua matanya mencari jalan untuk kabur dari kamar tempatnya berias.
"Cepat! Jangan kau buat aku menunggu terlalu lama!" Suara lantang Alan membuyarkan hayalan Sisi yang kemudian terpaksa bangkit dengan gaun pengantin putih yang menjuntai begitu cantik.
Alan kemudian menarik Sisi menuju anak tangga rumahnya yang berbahan kayu berwarna coklat tua yang mengarah ke pekarangan belakang rumahnya yang sudah dipenuhi banyak tamu, Sisi sesekali melihat wajah para tamu berharap menemukan Owen di sana.
"Aku harus bagaimana sekarang?" bisik Sisi yang berjalan mengikuti alunan musik pernikahan dari piano yang terpasang tak jauh dari altar.
Langkah kaki Sisi begitu lembah, dia berharap kakinya yang gemetar tak pernah sampai ke depan pendeta yang bersiap menikahkannya siang itu.
"Jangan menunduk, kau membuat semua orang tau jika kau tak bahagia!" ujar Alan yang kemudian menggenggam tangan Sisi yang mulai berkeringat di dalam sarung tangan berbahan brukat putih yang menambah kecantikannya.
"Jangan jahat-jahat atau aku kabur dari pernikahan palsu ini!" ujar Sisi yang tiba-tiba berhasil mengumpulkan keberanian di tubuhnya.
Mendengar ancaman dari calon istrinya, Alan menarik tangan wanita malang itu dengan kencang memaksa Sisi mempercepat langkahnya hingga tiba di depan pendeta.
"Nikahkan kami sekarang juga! Cepat!" perintah Alan dengan ketus membuat semua tamu menatap tajam pada Sisi yang masih saja menunduk.
"Baiklah, kita mulai pernikahan ini." tutur Pendeta yang bersiap dengan sebuah buku kecil di tangannya.
"Sebelum pernikahan ini dimulai, adakah pihak yang tidak setuju dengan pernikahan ini?"
Alan nampak geram dengan pertanyaan pendeta dan berharap tak ada tamu yang tega menghentikan pernikahan yang sudah dia nantikan sejak beberapa hari yang lalu ini.
"Saya!" teriak Owen yang ternyata sudah berdiri tak jauh dari piano.
"What!" seketika seluruh tamu bergumam semabari menerka siapa pria yang berani menghalangi prosesi pernikahan suci yang sedang berlangsung ini.
"Hentikan pernikahan ini. Mereka tak saling mencintai!" tegas Owen Grey yang nampak begitu tampan di mata Sisi.
"Owen, aku benar-benar gagah!" bisik Sisi sembari terus menatap Owen yang berjalan kearahnya.
"Beraninya kau menghalangi pernikahanku, Owen!" Amarah Alan semakin memuncak dan tangannya segera menarik tubuh Sisi yang masih saja terdiam menatap rival Alan Purple ini.
"Kenapa kau menggenggam tangannya seerat itu? Kenapa kau tak biarkan saja, Sisi memilih di antara kita?"
Deg...
Mata Sisi membola, dia tak menyangka Owen bukannya membawanya kabur tapi dia malah memberikan pilihan sulit buatnya.
Betapa tidak, jika Sisi memilih Alan berarti wanita 30 tahun ini harus siap menjadi istri dari pria yang sangat kasar, tapi jika dia memilih Owen sama saja dengan menyiramkan bensin dalam tumpukan permusuhan kedua keluarga ini.
"Sisi kau harus berani dengan pilihanmu!" ulang Owen seakan menantang Alan yang tak yakin jika calon istrinya ini memilih dirinya.
"Tidak, Owen. Maafkan aku! Aku akan tetap memilih Alan sebagai suamiku!"
"What!" Owen melebarkan membran matanya, tak dia sangka Sisi malah menolaknya dengan begitu sadis di depan semua tamu, padahal Owen sangat yakin jika wanita ini akan memilihnya.
"Lanjutkan pernikahan ini dan aku akan menikah dengan, Alan!" tutur Sisi lalu kembali ke samping Alan yang masih berdiri di depan pendeta.
Melihat Sisi lebih memilih Keturunan Purple, Owen membalikkan badannya dan berlalu. Wajahnya merah padam dan dia tak menyangka penolakan Sisi membuat harga dirinya runtuh seketika.
"Sisi Blue dan Alan Purple, kalian sah menjadi sepasang suami istri!"
Horee...
Seluruh undangan bersorak gembira terlebih Linda Purple yang sejak tadi mengawasi pernikahan putranya di samping Laura Blue-Ibunda Sisi. Mereka kemudian merayakan pernikahan Sisi dan Alan sembari bersulang.
"Kini kita adalah besan, aku harap kau bisa meyakinkan putrimu jika kami adalah keluarga yang baik!" tutur Linda Purple yang lega setelah kehadiran Owen yang tak dia duga.
"Iya, aku sudah bilang kepadamu jika putriku tak mungkin menolak Alan yang begitu tampan!"
"Tapi jangan kau pikir ini telah selesai, Laura. Kau harus terus yakinkan putrimu jika pernikahan ini harus bertahan lama demi kelangsungan keturunan Purple. Hahahahaha!"
Perkataan Linda ini seperti ancaman bagi Laura yang tau putrinya tak mungkin diam jika sampai Alan bersikap kasar kepadanya, dengan penuh kekhawatiran ibunda dari Sisi ini kemudian menghampiri Sisi berharap putrinya mau mendengar perkataanya.
"Sisi, selamat atas pernikahanmu!" seru Linda yang menghampiri putrinya.
"Mama, kenapa aku tak melihatmu sebelumnya?"
"Mama tadi di dalam bersama ibu mertuamu! Dengarlah, aku mohon tetaplah berada di samping Alan ya, ini demi keluarga kita!"
"Iya, Ma! Percayalah, aku akan menjadi gadis baik meski aku harus menerima perlakuan kasar dari suamiku!"
"Sisi, yakinlah. Kau pasti bisa menjadikan, Alan lebih lembut!"
Sisi tersenyum sinis, rasanya sulit sekali merubah pria tampan bertubuh kekar sekelas Alan jadi lembut hanya karena menikah.
"Sisi, kenapa kau hanya berdiri di sini, ikutlah denganku untuk menerima ucapan selamat dari para tamu!" tutur Alan lalu menarik lembut tangan istrinya.
Sisi mengangguk dan mengikuti langkah Alan menerima ucapan selamat dari para tamu, sesekali matanya melihat sekeliling berharap Owen masih ada di sana dan melihatnya bahagia meski dengan pria yang salah.
"Selamat!" seru seluruh tamu saat Sisi dan Alan membuka sebuah botol champagne sebagai puncak perayaan pernikahannya.
"Selesai!" seru Alan sambil merentangkan tangannya yang terasa kaku setelah acara membosankan itu.
"Alan, bolehkah aku...." Belum juga Sisi mengucapkan kalimat permintaan pertamanya setelah menikah Alan sudah memotong permintaannya.
"Apa!" potong Alan dengan kasar.
"Aku ingin merayakan pernikahanku dengan kedua orang tuaku!" pinta Sisi sambil menunjuk kearah kedua orang tuannya yang baru saja selesai menerima ucapan selamat untuk pernikahannya.
"Tidak!" ketus Alan lalu menarik tubuh Sisi masuk ke dalam kamarnya.
"Aku mohon, ini tak akan lama!"
"Kau ini istriku, jadi kau harus menuruti perkataanku!" Teriakan Alan ini begitu kencang hingga semua tamu yang masih berkumpul di pekarangan belakan rumah Keluarga Purple ketakutan.
"Oh, tidak. Jangan bilang jika putri kita melakukan sebuah kesalahan!" ujar Laura Blue pada suaminya.
"Sudah kau jangan banyak bicara. Sisi sudah bersedia menikah dengan Alan saja sudah lebih dari cukup!"
Laura mengangguk, dia lalu mempercepat jalannya kearah mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah Kelurga Purple dan meminta suaminya segera pergi dari rumah menyeramkan itu.
"Oh, tidak. Mamaku malah pergi!" desis Sisi lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
"Sekarang giliran kita, Nona. Cepat lepaskan baju pengantinmu karena aku ingin sekali bersamamu!"
Mata Sisi membola, tentu bagian ini yang paling tidak dia sukai dari sebuah bayangan pernikahan. Harus melayani suami di atas ranjang.
"Mmm, aku..."
"Kenapa kau diam saja, Sisi!" Alan nampak geram kemudian membaringkan tubuh istrinya di atas kasur empuk untuk mulai bercinta.