"Adrina, bangun! Ini udah pagi dan kamu belum sholat shubuh," Jino menatap putrinya dari pintu kamar gadis itu. Tanpa membuka matanya, Adrina bergumam,
"Iya, Dad,"
Sheva datang kemudian mengusap bahu suaminya. Ia bertanya pada Jino melalui tatapannya.
"Susah banget dibangunin. Padahal anak perempuan tapi kalau tidur kayak kerbau aja," Gerutu ayah satu anak itu seraya mengusap tengkuknya bingung. Iya, Jino bingung Anaknya itu mewarisi sifat siapa. Manja, Susah bangun pagi, dan sedikit egois.
Melihat tak ada pergerakan apapun dari Adrina, Jino menarik napas panjangnya, mempersiapkan diri untuk...
"Adrina!!"
Jino berteriak marah saat anaknya itu masih bergelung dalam selimut.
"Kamu jangan teriak pagi-pagi!"
Sekarang malah Sheva yang kesal. Jino bingung sebenarnya siapa yang salah sekarang?
Jino menghampiri anaknya yang tertidur seperti orang hilang kesadaran.
"Heh! Bangun atau mau Daddy siram pakai air?"
Sheva yang mendengar suaminya mengancam pun langsung maju. Tak terima dengan sikap otoriter suaminya itu.
"Enak aja mau siram anak aku! Emangnya dia tanaman apa?!" Sewot Wanita itu dengan wajah sinisnya.
Jino sadar ada yang kurang dari ucapan istrinya. Dia berseru tak ingin kalah.
"Adrina juga anak aku!"
"Ya udah kenapa harus di siram segala? Dia bukan pohon, Mas!!"
Gigi Jino beradu. Bagaimana lagi caranya mengatur kedua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya itu. Mereka sama-sama saling melindungi bila Jino memarahi salah satunya karena melakukan kesalahan. Itu menyulitkan Jino dalam memberi pelajaran.
"Biar Adrina berubah, Sayang. Dia udah keterlaluan. Mana ada anak gadis belum bangun jam segini?"
Sheva merasa tersindir. Dulu juga Sheva seperti itu kebiasannya. Tapi memang tidak sesulit Adrina bila dibangunkan tiap pagi.
"Aku juga dulu begitu,"
Jino berdecak setelah tahu darimana kebiasaan buruk putrinya itu berasal. Jino memang tidak menampik kalau dia juga mempunyai kebiasaan buruk seperti, suka buang angin sembarangan, mengigau ketika tidur bahkan sampai mengeluarkan suara-suara menjengkelkan di kala tidur yang kadang membuat Sheva sampai menutup mulut suaminya itu agar berhenti mengganggu tidurnya. Saat Jino merasa sedikit kehabisan napas, Sheva baru melepaskan bekapan mulutnya. Wanita itu memang kejam dalam waktu-waktu tertentu.
"Pantes aja kelakukan anak kamu kayak gitu,"
"Tadi katanya anak kamu juga?"
Jino tersenyum menyebalkan ke arah Istrinya.
"Oh iya lupa,"
"Jangan kasar kayak gitu sama Adrina, Mas. Aku gak terima ya,"
"Siapa yang kasar sih, Sayang? Aku kan gak pernah main tangan sama anak aku walaupun aku udah marah banget,"
Sheva memutar bola matanya. Memang Iya Jino tidak pernah meluapkan amarahnya dengan cara murahan seperti itu.
"Tapi mulut kamu itu, lho,"
"Ya terus aku harus kayak gimana lagi ngajarin dia bangun pagi? Capek aku,"
Kedua orang tua itu melupakan anaknya yang kian terbang ke alam mimpi. Mereka malah sibuk berdebat sementara Adrina sudah mencapai langit ke tujuh di alam mimpinya.
"Aku aja deh yang bangunin,"
Sheva ingin mendekati putrinya. Namun Jino menahannya dengan jeratan tangan dan tatapan tegas.
"Hari minggu, tugas kamu bangunin Adrina biar aku yang ambil alih,"
Jino duduk di tepi ranjang Adrina lalu menarik selimutnya. Tahap awal, Jino akan mengganggu ketenangan tidur putrinya.
"Aduh dingin,"
Jino tersenyum saat mendengar rengekan Adrina. Benar saja gadis itu merasa kedinginan ketika selimutnya tidak berada di tempat yang seharusnya.
Adrina berdecak dengan mata terpejam Ia berusaha meraih selimutnya dengan tangan yang menggapai-gapai di udara. Hal itu mengundang tawa Sheva juga Jino.
"Mana sih selimutnya?!" Gumam gadis itu dengan kesal. Bahkan dalam tidur pun sikap ketusnya tidak hilang.
"Bangun, Adrina!!"
Jino mencubit gemas wajah Adrina hingga pemiliknya menjerit tertahan. Kesadarannya mulai pulih ketika Jino menambah cubitan di wajahnya yang lain. Jino dibuat sangat gemas dengan putrinya yang manja itu.
"Bangun sekarang sebelum Daddy marah!!"
Usai mengikat rambutnya asal, gadis cantik itu bangkit dari ranjang dan mengangkat alisnya saat Jino masih berdiri di sebelah ranjangnya.
"Adrina udah bangun. Ngapain Daddy masih di sini?"
"Kali aja kamu balik lagi ke sini untuk lanjutin tidur,"
Adrina menggerutu dalam hati,
'Kenapa sih bokap gue pinter banget. Tau aja niat gue,'
"Udah, Mas. Kita pergi aja biar Adrina mandi,"
Adrina membulatkan matanya, Sheva menarik lengan suaminya untuk keluar dari kamar Adrina.
"Aku gak mau mandi sekarang. Kan bukan hari sekolah jadi mandinya siang aja atau kalau perlu sore deh. Biar sekalian hemat air,"
Jino dan Sheva menghela napas pelan. Mereka menepuk dahi tidak habis pikir dengan anak mereka yang luar biasa malas dalam urusan mandi dan bangun pagi. Untungnya dalam hal belajar, Adrina tidak malas.