Sinta dan Dona datang ke rumah Adrina untuk mengerjakan tugas memasak bersama. Sesuai perintah Jino, Adrina berusaha membujuk kedua temannya untuk memasak di rumahnya saja bukan di rumah Sinta ataupun Dona.
"Mommy Lo kemana?" tanya Dona saat di lihatnya keadaan rumah yang sepi. Hanya ada Salah satu asisten rumah tangga dan juga suaminya yang merangkap sebagai supir pribadi Jino.
"Lagi di butiknya," jawab Adrina.
Reina menyajikan tiga gelas minuman dingin dan cemilan yang tentunya langsung membuat keributan diantara Dona dan Sinta.
Reina dibuat tertawa sementara Adrina menggeleng pelan.
"Gak usah rebutan begitu! Kan bisa makan bareng-bareng," sarannya.
Sinta berusaha meraih toples wafle coklat itu dari tangan Dona. Dona mendengus kemudian membiarkan Sinta yang lebih dulu mengambilnya waflenya.
"Kayak gak pernah makan aja," ucap Adrina.
"Cemilan itu surga buat gue, Ad," jawab Dona seraya mengunyah yang di setujui oleh Sinta melalui anggukan kepalanya.
"Makasih, ya Bik...."
Sinta tidak tahu nama asisten rumah tangga yang bekerja dengan orang tua Adrina itu.
"Bik Reina," lanjut Adrina.
"Ya, makasih Bik Reina. Tau aja kalau kita lagi lapar,"
"Padahal udah makan tadi, Bik pas Istirahat," adu Adrina pada Reina.
"Istirahat udah beberapa jam yang lalu. Wajar kalau lapar lagi. Betul begitu Bik?" jawab Dona dengan alis mengangkat pada Reina.
Reina tersenyum menanggapi sebelum akhirnya menjawab,
"Iya betul sekali,"
Setelah memastikan tidak ada lagi yang akan diperlukan oleh tiga serangkai itu, Reina undur diri. Sementara Adrina menghidupkan televisinya sebelum mengerjakan tugas.
"Eh, nanti pakai kamera siapa untuk videoin kita masak-masak? Gue gak bawa kamera," tanya Sinta di sela acara ngemilnya.
Adrina yang tengah menonton langsung menoleh.
"Pakai kamera gue aja,"
"Daddy Lo kan dulu artis, punya kamera buat syuting film gitu gak, Ad?"
"Ngaco lo, Sin! Emang lo pikir bokapnya Adrina sutradara?"
Adrina tertawa mendengar jawaban Dona yang ada benarnya juga. Sinta ada-ada saja.
"Ada kayaknya di kamar. Mau gue ambilin?"
"Gila! serius lo?" tanya Sinta terkejut begitupun Dona yang langsung membulatkan matanya.
"Serius, dulu Daddy kan suka ngoleksi kayak gitu. Hobbynya juga fotografi," jelasnya yang membuat kedua temannya mengangguk paham.
"Tapi masih ada gitu, Ad?"
Adrina mengangguk.
"Ada, pernah ditawarin ke gue. Tapi gua gak mau lah. Ngapain juga make kamera buat syuting film. Gue gak minat buat film,"
Dona dan Sinta tertawa keras. Tidak heran Adrina menolak. Karema biasanya yang menyukai itu memang kaum lelaki. Perempuan hanya bisa berpose didepan kamera tapi tidak bisa mengoleksi dan menjaga kamera. Buktinya saja Sinta yang ceroboh pernah kehilangan kameranya di salah satu tempat wisata. Untungnya Ia mempunyai kamera lebih dari satu.
"Kasih ke gue aja, Ad,"
"Ngomong langsung aja sama Daddy gue," suruh Adrina. Namun Sinta langsung bergidik seolah takut.
"Ah gak berani gue. Kalau dengar cerita lo kayanya bokap lo galak ya?"
Adrina langsung menatap tajam Sinta.
"Bokap gue gak galak! dia cuma terlalu sayang sama gue," jawabnya dengan penekanan diawal kalimat.
"Tapi serem ah,"
Adrina tidak terima Jino dikatakan galak, serem. Ia langsung mencubit lengan Sinta hingga pemiliknya menjerit.
"Cubitan lo bisa menggetarkan lemak gue,"
"Kayak punya lemak aja lo. Badan aja kayak triplek begitu," ledek Dona membuat Sinta mendengus.
"Bokap gue bukan hantu woy! serem darimana sih? dia tuh baik,"
Tentu saja Adrina mengatakan itu. Setiap anak juga akan menjawab hal yang sama bila ditanya apalah kedua orang tuamu baik? Karena memang kenyataannya tidak ada manusia di dunia ini yang lebih baik daripada orang tua sendiri.