Chereads / Raga Cerita Caca / Chapter 10 - Chapter 30

Chapter 10 - Chapter 30

Selama ini Caca merasa baik baik saja dihidupnya, namun semenjak kedatangan Raga dalam hidupnya telah berubah beberapa saat hingga merubah hidupnya tanpa sadar kacau.

Ditempat lain pulak, seorang gadis dengan nama Alysa tengah tertunduk sedih ditemani seseorang.

"Nangis aja, gak ada yang lihat lo nangis disini. Lo bisa nangis sepuasnya sekarang."

Saat mendengar ucapan laki-laki itu, Alysa langsung menangis dipelukan Dirham. Seolah-olah laki-laki itu ingin dirinya menangis tanpa ada orang lain yang melihat. Seolah laki-laki itu mengerti bahwa gadis itu takut sendirian.

Lagi lagi laki-laki itu ada disaat dirinya menangis dan kecewa. Ia mulai berhenti setelah ia rasa sudah cukup menangis, dengan lembut laki-laki itu menghapus air mata yang masih tersisa di wajahnya. Alysa masih enggan berbicara dan memilih untuk bersandar dibahu laki-laki disampingnya.

"Maaf, gue gak bisa ngasih apa yang lo mau. Maaf juga hal sekecil itu gak bisa gue lakuin dengan baik," ucap gadis itu.

Laki-laki itu diam, kemudian mengerti. Mungkin maksud Alysa mengenai puisi yang laki-laki itu minta hari kemarin, dimana ia ingin dibuatkan sebuah puisi dan puisi itu bisa untuk tugasnya. Itu artinya puisi yang gadis itu buat mendapat kritikan yang membuat gadis itu down seperti ini.

"Sebenarnya mau apapun hasilnya, saat lo udah punya niat buat bikin sesuatu, itu udah baik. Kalau lo gagal dalam suatu hal, itu bukan akhir dari segalanya. Justru itu awal. Intinya lo harus inget gak ada karya yang jelek, semuanya cuma butuh proses lebih panjang lagi," ucap Dirham.

Gadis itu sedikit melirik saat laki-laki itu berkata menasihatinya, dan lirikan itu di sadari oleh Dirham. Laki-laki itu menepuk halus kepala Alysa.

"Gak apa-apa, lo udah berusaha dan lo udah keren kok," ucap Dirham dengan lengkungan manis di bibirnya.

Alysa pun tersenyum. Ia langsung mengeluarkan satu kertas di tasnya, kertas itu berisi tentang puisi yang dibuat Alysa, yang mendapat kritik oleh mahasiswa dan dosen. Gadis itu memberikan puisinya kepada Dirham, namun laki-laki itu menolak, membuat gadis itu berfikir bahwa Dirham juga tidak menyukai.

Namun nyatanya laki-laki itu ingin Alysa yang membacakan puisinya untuk Dirham seperti gadis itu mempresentasikan puisinya didepan kelas.

Dengan malu-malu gadis itu mulai membacakan puisi tentang Dirham didepan laki-laki itu.

'Kesal, marah dan menyebalkan.

Itu kesan pertama saat aku melihatmu.

Angkuh dan tak mau mengalah

Mungkin itu kesan pertama saat kamu melihatku.

Kata orang benar bukan?

Bahwa seharusnya tidak melihat seseorang dari luarnya saja.

Buktinya kamu,

Orang baik nan perhatian.

Laki-laki yang siap pasang badan untuk orang terdekatnya.

Dan ini aku,

Perempuan yang aslinya lemah dan tak berdaya.

Bertemu denganmu rasa syukurku bertambah

Lagi lagi Tuhan mengirimkan orang baik.

Bukankah kita ini teman yang tak terduga?

Yang awal-awal saling serang,

Kini malah saling sayang, sebagai teman.

Teman, jangan hilang ya.

Aku sudah lelah dengan kehilangan.

Tolong menetap, dan mencari kebahagiaan bersama.'

Gadis itu dengan sempurna membawakan puisi dihadapan Dirham, pembawaannya dengan penuh perasaan membuat mata laki-laki itu berkaca-kaca. Dirham benar-benar tersentuh dengan puisi yang dibuat gadis didepannya. Melihat laki-laki itu menundukkan kepalanya, Alysa langsung menghampiri Dirham.

"Kenapa? Puisi gue jelek ya? Udah gue bilang jelek, lo sih ngeyel tetep dengerin," ucap Alysa sambil memanyunkan bibirnya.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, menatap Alysa penuh arti, "Puisi lo bagus, lo cuma perlu belajar penulisan puisi dengan baik. Perasaan yang lo kasih dipuisi itu bener-bener sampe ke gue. Gue gak tahu kenapa mereka gak bisa rasain emosi diperasaan itu. Entah memang mereka gak rasain atau gue yang terlalu baper," ucap Dirham.

Gadis itu melihat mata Dirham yang sudah menahan air mata. Ia merasa bersalah, ia bingung harus melakukan apa. Apa gadis itu salah dengan puisinya? Apa ia menyinggung Dirham? Batin gadis itu bertanya-tanya. Baru kali ini gadis itu melihat Dirham seperti itu.

Seperti sedang merenungkan suatu hal yang menyakitkan, gadis itu ingin sekali meringankan bebannya sebagai balasan atas kebaikan-kebaikan Dirham.

"Gue gak tahu lo kenapa, gue juga gak tahu harus kayak gimana. Tapi kalau lo percaya ke gue dan mau cerita buat ringanin beban lo, gue siap dengerin lo seperti dimana lo selalu siap dengerin gue," ucap Alysa.

Dirham hanya tersenyum. Mendengar kata-kata yang lembut dari gadis itu, seperti mendapatkan ketenangan dalam dirinya. Laki-laki itu ingin bercerita namun pada saat itu ia harus membangkitkan dulu semangat Alysa, ia tidak ingin membebani gadis itu dengan masalahnya karena masalah gadis itu sudah cukup berat.

"Gue bakal cerita kalau waktunya udah tepat. Gue cuma mau sekarang lo harus lebih sabar sama percaya diri, gue yakin lo bisa," ucap Dirham.

Dirham langsung mengajak gadis itu untuk berjalan-jalan menghilangkan rasa penat yang ada, mereka berdua berjalan-jalan disalah satu taman Jakarta yang sering dipenuhi dengan orang-orang yang berkunjung. Banyak juga pedagang disekitar sana untuk mencari nafkah.

Ada yang aneh dari tingkah Dirham, laki-laki itu seperti sangat canggung dengan Alysa. Beberapa kali laki-laki itu meregangkan tangannya dan beberapa kali juga laki-laki itu berdehem seolah sedang sakit tenggorokan padahal laki-laki itu biasa saja.

"Sa?"

"Ham?"

Mereka berdua dengan bersamaan saling memanggil.

"Lo duluan," ucap gadis itu.

Laki-laki itu terlihat sangat salah tingkah, "Kan di puisi lo, lo bilang gue temen. Kalau temen boleh kan ngegandeng tangan temennya biar gak hilang, persis kayak yang lo bilang. Teman, jangan hilang ya," ucap Dirham yang menirukan puisi gadis itu.

Gadis itu hanya tersipu malu dan terlihat sangat canggung juga saat itu, dengan ragu akhirnya gadis itu mengizinkan Dirham menggandeng tangannya. Dengan perasaan senang juga Dirham langsung menggandeng tangan Alysa, mereka berdua terlihat sangat bahagia mengelilingi taman.

Sampai dimana perut Alysa dan Dirham dengan waktu yang bersamaan menimbulkan bunyi bahwa mereka lapar. Baik Alysa atau Dirham mereka berdua sama-sama tertawa mendengar bunyi perut mereka, dengan sigap laki-laki itu langsung mencari makanan disekitar sana untuk disantap bersama. Dirham melihat ada pedagang sate.

Saat laki-laki itu akan membawa Alysa kesana ia teringat bahwa sate adalah makanan yang gadis itu sering makan dengan Dirgan, membuat Dirham mengurungkan niatnya.

"Kenapa gak jadi?" Tanya Alysa.

Gadis itu menyadari apa yang membuat laki-laki itu tidak jadi membawa Alysa ke tempat itu. Alysa menghela nafas panjang dan langsung menarik tangan Dirham, gadis itu mengajak Dirham ke tempat itu.

"Gue pengen nyobain makan sate sama lo, gue yakin gue bisa mulai terbiasa sama orang lain gak melulu tentang Dirgan." Ucap Alysa yang dibalas senyum manis oleh Dirham.

Pesanan mereka berdua pun datang, laki-laki itu masih ragu dengan ucapan Alysa yang ingin mencobanya. Ia takut bahwa gadis itu akan down kembali. Tapi laki-laki itu juga tidak bisa menunjukan wajah gelisah, ia harus tetap percaya dengan keputusan gadis didepannya itu. Mereka berdua mulai menyantap sate bersama.

Memang benar ucapan Dirham, gadis itu langsung teringat momen bersamanya dengan Dirgan saat itu, namun sebisa mungkin Alysa menahannya dan bersikap biasa saja dihadapan Dirham.

Siapa Dirgan? Dan ada apa dengan gadis bernama Alysa? Gadis itu menatap langit dengan pelupuk mata yang menahan mendungnya air mata.

'Gue yakin gue kuat,' batinnya meyakinkan diri sendiri.