Egy langsung mengakhiri sambungan telepon. Perintah supervisor itu, cukup membuat perasaan Feni huru-hara kembali.
Feni pun memijat sedikit pelipisnya sambil menempatkan kembali gagang telepon di meja kerjanya.
"Kamu kenapa Fen, ada masalah lagi?" Ola dapat membaca gelagat Feni.
"Kayanya bener katamu La. Aku bakal berurusan terus sama supervisor killer itu. Argggh," jawab Feni kalut.
"Loh, dia nyuruh kamu mengerjakan tugas lagi?"
Feni menggelengkan kepala, "tidak, ini karena keteledoranku. Aku salah kirim email, bodooh."
"Haaahh! Coba kulihat," sergap Ola sambil mengecek komputer Feni.
Glek
"Aduuh kok bisa salah pilih nama sih Fen. Padahal aku sudah kasih tahu loh. Reiliansyah dan Reimbaka kan beda banget."
"Iyaa, tapi belakangnya hampir mirip. Sama-sama ada angka 08 pula."
"Waduh sulit kalau begitu. Mas Egy pasti bakal pidato," ucap Ola pasrah.
"Mending. Dia pasti bakal mencak-mencak sambil nunjuk aku tidak becus. Sudahlah, kamu pulang saja duluan La."
"Hah, tapi kamu ngga apa-apa Fen aku tinggal?"
"Tenang. Masih ada kan tuh karyawan yang kerja tiga orang lagi. Paling Mas Egy selesai ngomel, capek, terus langsung pulang. Oke aku ke ruangannya dulu ya."
"Baiklah, aku duluan ya Fen. Hati-hati yaa," respon Ola khawatir.
Tanpa membuang waktu lagi, Feni berjalan menuju ruangan supervisornya dengan perasaan penuh menerka-nerka.
Memang benar sudut pandang atau kesan pertama sikap seseorang itu adalah hal yang paling diingat oleh orang lain. Sama halnya dengan Feni yang selalu ketakutan saat dipanggil Egy untuk menghadapnya. Apalagi saat ini ia dipanggil karena satu kecerobohan.
Tok tok tok
"Masuk!"
Terdengar suara dari dalam ruangan. Feni mencoba menenangkan diri dengan menghela napas singkat. "Huft."
Ceklek
"Permisi Mas Egy, maaf mengganggu," ucap Feni perlahan.
Sambil menaikkan satu alisnya, Egy menyorot sosok Feni dengan tajam.
Glek
'Okeh terserah deh mau marah, mau ngomel, apapun itu yang penting cepeeet. Aku terima semua, karena memang kesalahanku. Aku sudah lelah hari ini, pingin cepat-cepat pulang.. hiks hiks..' gumam Feni gundah.
"Kamu tahu kan kesalahanmu? Kenapa kamu saya panggil ke ruangan ini?" tanya Egy serius.
"I-iya Mas Egy, maaf saya tadi terburu-buru. Saya salah pilih nama orang yang akan diemail."
"Hmm.. atau kamu ini sengaja ya biar dipanggil oleh saya dan bisa masuk ke ruangan ini lagi?"
Seketika netra Feni membesar. Dia berpikir, seenaknya saja sang supervisor itu menuduh hal yang sebenarnya sangat dihindari oleh Feni. Siapa juga yang ingin masuk ke dalam ruangannya? Perlahan daya khayal Feni memenuhi isi kepalanya.
"Hei kau supervisor galak, jangan banyak bicara. Dari pagi hari kau selalu memerintahku hal-hal yang menyulitkanku. Sekarang kau ingin membuang-buang waktuku lagi. Cukup ya cukuuupp! Rasakan nih lemparan pulpen jarak jauhku.. Kyaaaat."
Dezigh
Pulpen itu mendarat tepat di dahi Egy. Seketika sang supervisor meringis kesakitan, "Arrg.. Feni apa yang kamu lakukan, sakit tahu ngga!" Tentu saja, Feni merasa puas dan tertawa dengan lantang dalam angannya. Wajah Feni menyimpulkan senyuman tipis kearah Egy.
PROKK PROK
Tepukan tangan Egy, sontak menyadarkan Feni dari lamunannya. Feny terlonjak melihat sang supervisor sudah berdiri dihadapannya.
"Apa yang kamu pikirkan? Kenapa tersenyum sinis seperti itu kearah saya?" tanya Egy cepat.
"Heuhh.. Umm.. Amm.. tidak ada Mas Egy."
"Owh jadi kamu ingin bermain-main dengan saya, begitu?"
"Tentu saja tidak. Maaf kalau ekspresi saya tidak mengenakkan," ucap Feni pasrah.
"Memang! Tingkah laku kamu itu tidak mengenakkan. Sungguh menyita banyak waktu saja. Oke, buka email di komputermu tentang perkiraan anggaran bulan depan. Saya belum periksa yang dikirim temanmu, Shaula."
"Itu yang tadi dikirim sebelum waktu istirahat kan ya?" tanya Feni memastikan.
"Kenapa memangnya? Oke.. Kamu cek nominalnya sesuai softfile yang sudah saya kirim. Kalau ada yang berbeda, ganti yang sesuai dengan data saya. Setelah itu, input nama rekanan yang telah kontrak dengan perusahaan ini."
Glek
'Jam berapa iniii? Itu kerjaan kenapa bersambung lagi. Kenapa dia tidak ngomel saja sih? Lagian, email Ola kan sudah dikirim dari beberapa jam yang lalu. Kenapa dia belum ngecek juga? Itukan kerjaanmu Egy! Ngapain nyuruh buru-buru tadi hey, padahal sudah dekat waktu istirahat. Orang jadi pada nahan lapar gara-gara anda,' gumam Feni kesal.
"Kamu paham kan Feni?" tanya Egy penuh penekanan.
"Iyeee.." jawab Feni tanpa sadar.
"Apa kamu bilang?"
"Maaf, iya Mas Egy saya paham. Segera saya kerjakan, permisi," jawab Feni sambil tersenyum basa-basi.
Ceklek
'Enak banget tuh orang nyuruh ini itu gak pakai pikiran. Menyebalkan,' gumam Feni untuk yang kesekian kalinya.
Terpaksa Feni kembali menempati kursi kerjanya dengan perasaan gamang. Pikiran sudah melanglang buana keluar dari kantor, tapi fisiknya masih harus di depan komputer.
"Fen, gak jadi pulang? masih ada kerjaan ya?" tanya karyawan lain yang masih ada di dalam ruangan.
"Iya nih. Tiba-tiba ada kerjaan dadakan. Hehehe.." jawab Feni jujur.
"Semangat ya. Aku duluan Fen."
"Owh iya siap. Hati-hati di jalan," jawab Feni.
Sejenak bola mata Feni memutar memandang karyawan lain yang masih setia menatap layar monitor masing-masing.
Sekarang jumlah karyawan yang tersisa hanya tinggal dua orang saja, tidak termasuk dirinya. Feni harus segera menyelesaikan tugasnya, agar tidak menjadi orang terakhir yang meninggalkan ruangan itu.
Satu persatu data, Feni kerjakan dengan teliti. Dia tidak mau menjadi bulan-bulanan supervisor muda yang berwatak tua itu lagi esok hari. Pokoknya malam ini dia harus membuktikan bahwa dirinya sanggup menyelesaikan semuanya.
"Fen, kamu masih lama? Apa masih banyak?" tanya dua karyawan yang tersisa.
"Lumayan siy. Kalian sudah selesai?"
"Sudah Fen. Wah mending lanjut besok pagi aja gak siy."
"Betul Fen, mending besok kamu datang pagi-pagi untuk menyelesaikannya. Tapi terserah siy kalau masih kuat matanya."
Dua orang karyawan itupun memberikan saran pada Feni. Tentu saja semua tergantung situasi dan kondisi.
"By the way, kita duluan ya Fen. Masih ada mas Egy kan di ruangan? semangat ya."
"Ohh i-iya. Makasih, hati-hati di jalan."
Kacau balau perasaan Feni saat ini. Benar saja pikirannya. Dirinya menjadi penghuni terakhir di ruangan ini. Tiba-tiba suasana hening seketika. Entah mengapa Feni fokus pada sudut-sudut kedua matanya. Dia khawatir akan menangkap kejadian yang bisa membuat dirinya lari terbirit-birit.
Suasana malam sangat jauh berbeda dengan pagi atau siang hari. Jika saat ada matahari banyak aktivitas yang dilakukan, tentu saat gelap menyapa semua sudut ruangan terlihat kosong dan sunyi.
'Agh sudahlah Feni. Kamu harus fokus menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat. Kamu harus buktikan bahwa tugas ini mudah. Lagian supervisor dingin itukan masih ada di ruangan. Berarti kamu tidak sendiri disini,' gumam Feni menenangkan diri.
Ceklek
"Feniii!"
Sejenak Feni pun menoleh ke arah sumber suara. Supervisor dingin itupun muncul dari balik pintu ruang kerjanya.
"Kalau sudah selesai kamu kerjakan tugas tadi. File yang saya berikan taruh di meja saya kembali. Besok saya periksa!" ucap Egy sambil melangkah meninggalkan ruangan.
Whaaat
***