Chereads / Gara-gara Mimpi / Chapter 8 - Keanehan Egy

Chapter 8 - Keanehan Egy

Feni yang semula tersenyum, tiba-tiba terdiam dan langsung mengubah mimik wajahnya. Entah kenapa batinnya terasa terusik kembali.

'Gila kali nih supervisor. Dari kemarin ngasih tugas gak kelar-kelar. Sebenarnya aku punya kerjaan utama sendiri gak sih, males banget kalau kerja nunggu tugas dari dia,' gumam Feni sambil mendelik.

"Hallo.. kamu masih dengarkan saya kan Fen?"

"Feni..? Fenn.."

"Eh iya Mas Egy, saya masih mendengar kok. Maaf tugas apa yang harus saya kerjakan selanjutnya," jawab Feni sambil meringis kesal.

"Oke, saya email sekarang!"

Tut

Sambungan telepon terputus. Sontak Feni terhenyak mendapati perlakuan seenak jidat atasannya itu. Ingin sekali dia mengumpat di depan wajah Egy.

"Gimana Fen, aman kan tugas kamu tadi?" tanya Ola yang dari tadi menunggu kelanjutannya.

"Aman sih La, tapi dia mau kasih tugas baru lagi," jawab Feni.

"Tugas apa? terus bukannya kerjaan kamu dan aku ngurus dan release data rekanan perusahaan ya? membuat rencana pengeluaran mingguan, bulanan dan tahunan?"

"Gak ngerti aku La. Padahal dari pagi buta aku udah bela-belain ngejar waktu buat nyelesaiin tugas dadakan yang dikasih dia. Huft.. Aku ke toilet dulu ya. Belum sempat dandan tadi."

"Sabar Fen.. Oke, pantesan kamu kelihatan pucet."

Tap tap tap

Feni bangkit dari kursinya dan berjalan keluar ruangan menuju toilet. Mau tidak mau, dia harus melewati ruangan Egy yang memang searah dengan pintu keluar. Terlihat Egy menyempatkan diri untuk melirik kearah Feni saat ia melintas di depannya.

'Mau kemana dia, sebentar lagi jam kerja dimulai,' gumam Egy.

Feni sama sekali tidak menoleh. Apa manfaatnya juga? Dia hanya ingin berhias sebentar, kemudian kembali ke ruangan.

Ceklek

Pintu toilet dibuka. Suasana tampak kosong. Tentu saja, karena tinggal lima menit lagi jam kantor segera dimulai.

"Biarlah, aku sudah absen dan datang dari tadi juga."

Feni terus memoles make-up diwajahnya. Ia memang tidak suka memakai kosmetik yang terlalu tebal. Make-up natural sudah membuat wajahnya terlihat cantik dan menarik.

Beberapa menit kemudian, Feni sudah menyelesaikan make-up dan merapikan penampilannya. Berkendara dengan kendaraan beroda dua saat ke kantor memang sedikit merusak penampilannya.

"Oke done."

Ceklek

Feni berjalan kembali menuju ruangannya. Tanpa disangka di lorong lantai saat dirinya baru beberapa meter saja berjalan, ia melihat Egy tengah berdiri di depan lift.

'Ngapain dia disitu?' gumam Feni yang meneruskan langkahnya.

Tap tap tap

"Permisi Mas Egy, sedang menunggu apa Mas?"

"Menunggu pintu lift terbukalah, apa kamu tidak melihat di depan saya ada lift. Dari mana saja kamu? tugasmu sudah dikirim. Silahkan kerjakan," ucapnya cuek.

"Oh iya Mas. Saya langsung kerjakan, permisi."

Feni langsung berlalu menuju ruangan. Entah apa yang dilakukan Egy. Setelah pintu lift terbuka, ia bukannya masuk malah terus berdiri di lorong tersebut sambil memainkan ponselnya hingga beberapa menit. Kemudian berjalan kembali menuju ruangan.

"Lagi-lagi dia memberiku kerjaan yang berbeda. Sepertinya ini kerjaan Mas Egy, tapi dia limpahkan padaku deh La," ungkap Feni.

"Ah masa sih. Coba aku lihat," jawab Ola sambil bergulir ke samping.

"Masa kamu punya tugas yang sama setiap harinya, sementara aku gak jelas gini. Tiap hari beda-beda. Caranya gimana lagi ini buat kurva pendapatan dan pengeluaran, perbandingan, persentase, ahhh pusinggg," keluh Feni kesal.

"Waduh iya juga ya. Hmm apa kita tanya yang lain aja."

"Tanya siapa? Plis bantuin aku La, jangan sampai kejadian kemarin terulang. Aku mau pulang cepet, hiks.."

"Oke sebentar, aku panggil mba Desy dulu," terang Ola.

Setelah beberapa menit menunggu, Feni yang masih fokus menatap layar monitornya tersadar oleh kehadiran Ola dan mba Desy.

"Fen.. bisa aku lihat tugas yang diberikan Mas Egy?"

"Eh iya boleh Mba, silahkan. Ini aku bingung dari mana kerjainnya," ujar Feni sambil menggaruk kepala.

Feni pun sedikit bergeser agar teman kantornya itu bisa melihat monitor lebih leluasa.

"Ahh ini mah kerjaan aku. Tapi tadi Mas Egy bilang, aku disuruh kerjakan tugas yang lain, ternyata kamu Fen yang disuruh kerjakan ini."

"Hah benarkah, kenapa jadi aku?"

"Ini repot banget loh Fen. Kamu harus ke divisi lain untuk minta datanya. Rekanan juga harus dipantau kirim email terkait laporan kinerja mereka," ucap Desy.

"Terus gimana Mba. Mau gak mau aku harus kerjakan. Pertama, apa yang harus aku lakukan?" tanya Feni.

"Oke, jadi begini Fen…"

Feni mencatat setiap detail yang diterangkan Desy. Jangan sampai dia salah informasi kali ini. Bisa-bisa dirinya harus menanggung tugas lain seperti yang sudah-sudah.

Setelah Desy memberikan petunjuk kepada Feni mengenai tugas baru yang diberikan itu, Desy bergegas kembali ke mejanya.

"Gimana Fen, kamu paham? Sorry kali ini aku tidak bisa bantu. Aku sama sekali bingung sama tugasmu itu," ungkap Ola sambil menggelengkan kepala.

"Santai La. Sepertinya Mas Egy memang tidak suka kehadiranku di divisi ini. Mungkin dia ingin menyingkirkan aku, mencari kelemahan dan kesalahan aku."

"Sttt jangan begitu. Gak mungkinlah La. Kamu kan anak baru, lagian juga tidak mengancam eksistensinya di sini. Kenapa juga dia harus menyingkirkanmu?"

"Ya kali aja dia pernah tersinggung."

"Itu hanya perasaanmu saja. Gak usah dipikirkan deh," hibur Ola.

Sesuai petunjuk Desy sebelumnya, Feni harus ke divisi keuangan dan pemasaran. Dia harus meminta data bulanan agar bisa menyelesaikan pekerjaannya.

Tap tap tap

Ting, pintu lift terbuka.

"Semoga mereka yang ada di divisi lain berbaik hati padaku untuk memberikan datanya," ucap Feni di dalam lift.

Setelah sampai di lantai yang dituju, Feni bergegas keluar lift. Baru beberapa hari bekerja, sudah dibuat huru-hara dan pusing seperti ini. Jari tangannya dingin, tubuhnya seakan kaku ketika dirinya akan membuka pintu ruangan divisi lain.

Sidik jari dan kode karyawan ia input pada mesin elektronik kecil untuk membuka pintu setiap ruangan dikantornya.

Ceklek

"Permisi, maaf Mba saya Feni dari divisi perencanaan. Kalau mau minta data bulanan rekanan kemana ya?"

"Sama bagian di sana Mba. Hmm baru ya? sudah lapor sama manajer belum?"

"Hah, lapor? Mungkin supervisor saya sudah menelepon. Biasanya yang kerjakan Mba Desy, tapi hari ini saya yang ditugaskan."

"Ya oke. Tapi Mba harus lapor dan izin dulu sama manajer, karena kan harus keluar data dan ganti orang. Nanti ditemani bagian rekap data bulanan."

"Oh kalau begitu, baiklah Mba."

Feni pasrah dengan semua aturan yang ada. Batinnya terus bergemuruh, kalau memang riskan mengeluarkan laporan dengan petugas baru, untuk apa Egy menyuruhnya.

"Permisi. Ini dengan Mba siapa?"

"Saya Feni."

"Oke, saya Risna. Emang Desy gak masuk? Biasanya dia yang kesini."

"Masuk kok Mba. Lagi ada tugas lain, jadi aku yang gantikan sementara."

"Oh gitu. Yuk kita lapor ke manajer dulu, Mas Leo."

Feni membuntuti langkah karyawan di depannya. Sambil bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang harus dilakukannya nanti, Feni masih terus meracau dan mengumpat supervisor killernya itu.

'Menyebalkan sekali dia. Menyuruhku mengerjakan tugas tanpa memberitahukan apa-apa sebelumnya. Arrgh enak sekali dia selalu aku turuti,' gumam Feni.

"Mba.. Mba Feni, ayok masuk Mba," ucap Risna mempersilahkan.

"Euh i-iya. Makasih," jawab Feni tersadar.

Baru beberapa langkah Feni berjalan ke hadapan manajer keuangan, netra Feni membulat. Lelaki yang pernah bertubrukan dengannya di lift saat hari pertama bekerja. Penampilannya memang rapi, tapi Feni tidak menyangka kalau dia seorang manajer.

Laki-laki itupun terdiam menatap Feni dalam, "jadi kamu ingin meminta data laporan keuangan bulanan?"

"I-iya Pak betul."

"Risna kamu sudah katakan padanya untuk memanggilku 'Mas Leo'?"

"Mbak Feni, panggil manajer kami cukup dengan sebutan Mas Leo saja. Beliau masih muda, seumuran dengan Mas Egy," ucap Risna.

"Oh iya maaf. Mas Leo," ucap Feni sambil menyeringai.

"Oke.. berikan apa yang dibutuhkannya. Egy sudah meneleponku tadi," ucap Leo.

"Baik Mas Leo, permisi."

"Terima kasih, permisi," Feni ikut pamit.

Ceklek

Pintu ruangan Leo tertutup kembali setelah Risna dan Feni keluar. Sementara itu Leo hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Egy.. Egy.. anak manis seperti itu mau dikerjain," ucapnya sambil bersedekap.

**