Chereads / Gara-gara Mimpi / Chapter 9 - Gadis yang Menarik  

Chapter 9 - Gadis yang Menarik  

"Oke, aku ingin meminta penjelasan darinya," ucap Leo sambil menekan nomor telepon.

Tidak lama panggilan telepon tersambung. Beberapa dering saja, Egy langsung menjawab dari seberang telepon.

"Hallo selamat siang, dengan Egy, ada yang bisa dibantu?"

"Hallo Bro.. Lagi sibuk gak?"

"Leo? Biasa aja, gak ada pekerjaan yang menyibukkanku disini."

"Oke. Jadi gadis itu yang kamu ceritakan? Anak buahmu yang meminta data keuangan barusan."

"Kau sudah melihatnya. Dengar jangan sampai dia tahu niatku."

"Huftt. Aku tidak mengerti motifmu mengerjai dia. Sampai-sampai kamu rela melakukan ini semua," ungkap Leo sambil menghela napas.

"Sudahlah kamu tidak perlu tahu Leo," terang Egy.

"Masa gara-gara mimpi saja, kamu sampai rela menurunkan derajatmu seperti ini Gy," ucap Leo.

"Kalau bukan karena ayahku yang cerewet mungkin aku tidak akan gubris mimpi itu. Tapi menurutmu kenapa Feni sangat mirip dengan gadis yang ada dimimpiku?"

"Hmm mungkin kebetulan saja Gy," ungkap Leo.

"Kebetulan sampai tiga kali dia datang dimimpiku? Aku tidak mengerti, setelah ayahku memintaku mencari jodoh, wajah gadis itu hadir."

"Pertama hanya kebetulan, yang kedua dan ketiga, sepertinya kamu kesemsem dengan pesona Feni."

"Apaaa? Aku ini bicara serius Leo, kau malah bercanda. Mana mungkin aku kesemsem sama gadis ceroboh seperti itu."

"Yang penting dia cantik dan menarik Gy. Harusnya kamu baik-baikin dia, bukan malah ngerjain. Kasihan tuh anak orang."

"Ahh sudahlah kau ini hanya membuang waktuku. Sudah ya, aku sibuk."

"Tadi katanya tidak sib—"

Tut tut tut..

Sambungan telepon terputus. Leo langsung meletakkan gagang teleponnya. Leo menggenggam tangannya dan meletakkannya pada dagu.

"Egy.. Egy.. kamu itu terlalu idealis," ucapnya sambil menyeringai.

Beberapa saat kemudian, Feni sudah kembali ke ruangannya dengan membawa lembaran file laporan keuangan.

Dia bergegas menyelesaikan tugasnya. Membuat kurva perbandingan, menghubungi rekanan dan mengirimkan email ke beberapa perusahaan sesuai petunjuk Desy sebelumnya yang telah ia catat.

Waktu istirahat tiba. Seperti biasa Ola sudah bersiap untuk beranjak dari tempat duduknya.

"Fen, yuk ah makan. Laper banget nih," ucap Ola sambil menyentuh perutnya.

"Waduh ini kerjaanku belum kelar La. Aku gak mau pulang malam lagi. Nanti aku nyusul deh ya," jawab Feni cepat.

"Yaah Fen, makan siangnya gak usah lama-lama. Nanti kita balik lagi deh. Males banget aku sendirian ke kantin."

"Tanggung La. Kalau berhenti nanti aku lupa dan bingung lagi nih. Eh itu mba Desy. Barengan aja, baik kok dia. Nanti aku nyusul deh."

"Yaudah deh aku duluan. Mau titip makanan atau minuman gak?"

"Ngga usah La. Nanti aja aku turun ke bawah."

"Oke deh. Mba Desyyy…" ucap Ola sambil berlari kearah Desy.

Sementara itu, Feni masih berkutat pada tugasnya. Sebenarnya dia ingin meninggalkan sejenak pekerjaan yang diberikan oleh Egy itu. Tapi jika mengingat lembur malam yang hanya seorang diri, dirinya jadi ingin buru-buru menyelesaikan pekerjaannya.

Dari balik ruangan supervisor yang tidak jauh dari tempat Feni, tampak Egy memandangi. Selain Feni memang ada karyawan lain yang tidak juga pergi dari tempat kerjanya walaupun jam istirahat telah tiba.

Mereka ada yang membawa bekal makanan, dan ada juga yang menitip makanan. Mungkin karena tugas mereka juga sama banyaknya dengan Feni. Entahlah.

"Kenapa Feni tidak ikut turun dan berisitirahat dengan temannya tadi?" Egy bertanya-tanya sendiri.

Beberapa saat kemudian, Egy beranjak dari kursinya dan keluar ruangan. Dia berjalan menghampiri Feni yang sedang serius melihat angka demi angka di file dan juga monitornya.

"Hem hem.. Feni apa tugas yang saya berikan sudah selesai?" tanya Egy.

"Ahh.. ini masih saya kerjakan Mas. Nanti saya email ke Mas Egy kalau sudah siap laporannya," jawab Feni.

"Oh oke saya tunggu. Umm temanmu sudah keluar istirahat?

"Iya Mas, Ola sudah ke kantin duluan."

"Kalau kamu ingin makan siang silahkan saja, sudah waktunya istirahat. Jangan sampai saya disalahkan gara-gara tugas yang saya berikan, kamu jadi telat makan."

"Oh tentu tidak Mas Egy. Ini kan saya yang mau. Tidak ada paksaan apapun. Tapi karena saya tidak mau pulang larut terus, saya ingin pekerjaan ini cepat selesai."

"Hmm jadi kamu masih kesal gara-gara pulang malam sendirian tempo hari?"

"Owh bukan begitu maksud saya Mas Egy."

"Itu karena kesalahanmu sendiri bukan. Makanya lain kali harus teliti. Jangan sampai salah kirim alamat email. Untung saja ke saya, bagaimana jika ke divisi lain atau ke para pejabat lain?" oceh Egy.

"Umm—" Feni menganggukan kepala.

"Sekarang istirahat dulu. Setengah jam lagi jam kerja akan dimulai lagi."

"Iya Mas Egy, terima kasih."

Setelah itu, Egy langsung bergegas meninggalkan ruangan. Feni pun segera merapikan dokumen yang ada di atas mejanya.

Feni segera keluar ruangan menuju kantin dengan raut wajah masam. Perkataan Egy memang membuat hatinya tidak tenang.

'Tidak mau disalahkan gara-gara membuat orang telat makan, tapi ngasih kerjaan gak kira-kira. Terbuat dari apa sih itu orang. Kesalahan orang diingat-ingat, giliran orang mengingat hukuman darinya, dia tidak mau. Menyebalkaaaan," gerutu Feni dalam hati.

Tidak lama kemudian, Feni tiba di kantin. Terlihat Ola, Desy dan satu teman lainnya masih bercengkrama disana. Feni segera berjalan mendekat.

"Wahh kalian sudah selesai makannya?"

"Eh Fen. Baru selesai nih, tapi mba Desy masih pesan asinan," jawab Ola.

"Iya Fen. Kenapa baru turun? kata Ola sibuk ngerjain tugas tadi ya. Itu mah bisa dilanjut besok juga gak apa-apa Fen," ujar Desy.

"Oh ya Mba? tapi tadi katanya ditunggu. Agh.. takutnya Mas Egy berubah pikiran, karena kalau aku yang kerjain biasanya harus selesai hari ini juga. Kalau tidak bisa-bisa aku lembur lagi."

"Owh tempo hari kamu yang lembur? Security di lantai kita bilang, ada karyawan yang kerja sampai malam. Sebenarnya divisi kita itu kan perencanaan, jadi gak ada kerjaan yang deadline banget," terang Desy.

"Yaa begitulah Mba. Mungkin aku kena hukuman juga gara-gara kesalahanku," celoteh Feni.

Tidak lama pesanan mereka datang. Asinan milik Desy dan soto ayam milik Feni siap disantap. Rasanya benar-benar menggugah, ditambah es jeruk yang membuat mood Feni bangkit kembali.

Beberapa saat mereka masih tampak berbincang, sampai akhirnya tersisa sepuluh menit lagi jam kerja akan dimulai.

Mereka pun beranjak menuju ruang kerja untuk memulai aktivitasnya kembali. Feni bersemangat untuk memulai tugasnya yang sempat tertunda. Paling tidak energinya sudah bertambah selepas makan siang tadi.

"Semoga hari ini kita bisa pulang bareng Fen. Aku mau minta antar membeli bedak dan eyeliner aku yang habis," ungkap Ola.

"Iya semoga La. Tapi tenang, tugasku juga sudah sebagian selesai. Cukuplah sampai nanti jam pulang kantor," Feni menjawab penuh percaya diri.

Ceklek

Pintu ruangan terbuka. Mereka terus berjalan hingga sampai di meja kerjanya. Tapi belum sampai di tempat, Feni melihat Egy, Leo dan satu seorang lelaki setengah baya keluar dari ruangan supervisor killernya itu.

"Siapa lelaki tua itu. Sepertinya mereka sangat akrab?" bisik Feni pada Ola sambil berlalu.

"Kamu tidak ingat Fen? Itu kan direktur sekaligus owner perusahaan ini. Pak Wi.. Wi.. Wijaya."

"Ahh Pak Wijaya yang muncul di briefing pada saat pertama kali kita training?" tanya Feni kembali.

"Yup betul banget. Tapi ngapain ya beliau ke ruangan Mas Egy?"

"Aduh aduh.. jangan-jangan ada kesalahan lagi nih. Bisa-bisa aku lagi yang dibebankan olehnya," gerutu Feni.

"Kesalahan apa? tugasmu saja belum diserahkan. Hmm.. kita lihat saja apa kamu kena lembur lagi Fen," ujar Ola.

**

* *