Pagi hari Winda bersiap membuat sarapan untuk suaminya, Arga keluar dari kamar lalu menatap makanan yang ada di meja makan. Winda tersenyum menatap suaminya yang terlihat tampan memakai setelan jas warna biru itu.
Arga dengan cepat memutuskan kontak matanya dengan Winda lalu duduk untuk menyelesaikan sarapan. Winda menatap suaminya dengan kecewa, biasanya Arga setiap pagi memberikan ciuman, tapi kali ini Arga hanya diam tidak semangat. Winda mengerti, mungkin karena wajahnya yang jelek.
Arga mulai memasukan nasi goreng ke dalam mulutnya, tapi Arga rasanya mau muntah. Sarapan yang selalu nikmat, tapi kini Arga benar-benar tidak bernafsu makan, karena wajah buruk istrinya yang membuat Arga jijik. Hanya satu suapan saja, Arga langsung berdiri.
"Aku berangkat dulu."
"Loh, Mas kamu belum menghabiskan sarapanmu. Ayo, Mas sarapan dulu, nanti kamu sakit."
"Tidak, aku buru-buru Win. Habis ini ada rapat." Arga mengulurkan tangannya untuk Winda cium, kemudian Arga langsung keluar dari apartemen.
Winda hanya terdiam sambil menatap punggung suaminya yang mulai menjauh itu, hati Winda kembali bersedih padahal kemarin malam Arga akan menjelaskan tentang dirinya yang pulang malam, dan Winda ingin menanyakan tentang perempuan bernama Lita.
Siang hari Winda hendak pergi ke perusahaan suaminya untuk memberikan makanan siang, tidak lupa Winda memakai kerudung panjang untuk menutupi wajahnya yang buruk rupa. Tibalah Winda sampai di perusahaan suaminya itu, semua orang menatap Winda dengan sinis, tapi Winda tidak memperdulikan tatapan itu.
Ceklek
Winda membuka pintu ruangannya Arga, betapa terkejutnya Winda melihat suaminya yang sedang memeluk seorang perempuan cantik. Arga dengan cepat menjauhkan dirinya dari perempuan yang bernama Lita.
"Winda, kamu jangan salah paham dulu. Tadi, Lita hampir terjatuh lalu aku menolongnya. Kamu bisa lihat, sepatu high heels yang dipakai Lita patah," jelas Arga dengan panik.
Winda menatap sepatu Lita yang memang patah, lalu Winda menatap Lita yang terlihat begitu cantik dan seksi, rambutnya panjang dan memiliki mata yang indah. Seketika itu Winda teringat kalau Lita pernah mengirimkan pesan malam-malam kepada Arga. Winda tersenyum menatap suaminya, kini Arga dapat bernapas dengan lega.
Lita menatap wajah Winda yang tertutup kerudung itu, dan dapat melihat wajah Winda yang hancur, Lita pun rasanya ingin muntah dan Lita langsung saja keluar dari ruangannya Arga. "Maafkan saya, Tuan. Saya permisi dulu."
Lita pun akhirnya keluar, Winda segera duduk di depan Arga. "Mas, aku bawa bekal untukmu. Ini makanlah," ucap Winda dengan tersenyum.
Arga menghela napasnya dengan kasar. "Kamu seharusnya tidak perlu datang kesini, aku sudah makan siang tadi. Win, kamu bawa pulang saja ya makanannya." Arga kembali fokus pada laptop yang ada di depannya saat ini.
"Tapi, aku jauh-jauh datang ke sini loh, Mas. Masak makananku tidak kamu makan," ucap Winda dengan kesal.
"Aku tidak menyuruhmu datang kesini, Win. Sudah sekarang kamu pulang, aku sangat sibuk sekarang. Jangan menggangguku." Arga terus fokus menatap laptop di depannya, Winda sama sekali tidak ditatap oleh suaminya itu. Hati Winda sangat terluka, dengan perasaan kecewa perempuan buruk rupa itu keluar dari ruangannya Arga.
Sungguh tidak menyangka, semenjak wajah Winda menjadi buruk rupa, Arga tidak seperti yang Winda kenal dulu. Winda hanya bisa bersabar menghadapi cobaan ini, tapi Winda yakin kalau Arga masih sangat mencintainya.
Winda berjalan dengan cepat, sia-sia kedatangannya tidak dihargai oleh suaminya itu. Lalu tidak sengaja Winda menabrak seorang pria yang memakai jas berkelas, berkas-berkas pria itu berceceran di lantai. Winda pun segera membantu mengambil berkas milik pria itu.
"Maafkan aku." Winda memberikan berkas itu kepada Haris, teman dekatnya Arga.
Haris terkejut saat melihat wajah Winda yang rusak, Haris semakin penasaran dengan perempuan buruk rupa yang ada di depannya saat ini. "Siapa kamu? Ada perlu apa datang di perusahaan ini?"
"Aku Winda istrinya Arga, barusan aku mengantarkan makanan untuk Arga," ucap Winda dengan tersenyum.
Haris menatap bekal yang dibawa Winda, anehnya mengapa Arga tidak mau menerima bekal dari istrinya itu. Haris tidak percaya jika temannya memiliki istri yang buruk rupa. Haris masih terdiam menatap Winda yang langsung pergi begitu saja.
"Haris, siapa perempuan itu?" tanya Lita yang berhasil membuat Haris tersadar dalam lamunannya.
"Bikin kaget saja kamu, itu tadi istrinya Arga."
"Jelek banget." Lita tersenyum aneh lalu segera meninggalkan Haris.
***
Jam kini menujukan pukul 8 malam, Arga dan Haris sedang membeli nasi goreng. Haris teringat akan perempuan yang tadi siang menabraknya, lalu Haris pun menatap Arga yang sedang fokus bermain ponselnya.
"Arga, tadi aku ketemu dengan perempuan yang buruk rupa, namanya Winda dan wajahnya rusak, dia mengaku kalau kamu suaminya. Apa benar itu istrimu?"
Arga menatap Haris dengan tajam, mengapa bisa Haris tahu tentang wajah buruk istrinya. "Ti ... Tidak, istriku mana mungkin jelek. Perempuan itu hanya mengada-ada."
Haris terkekeh mendengar kebohongan temannya itu. "Akui saja, Ar kalau perempuan itu istrimu, dari ekspresi wajahmu sudah terlihat kalau kamu berbohong."
"Iya, perempuan buruk rupa itu memang istriku. Jangan bilang ke semua orang ya, Ris. Aku sangat malu memiliki istri seperti itu."
"Santai saja, kamu kok betah sih, Ar punya istri yang wajahnya tidak enak dipandang. Kalau aku jadi kamu, lebih baik cari istri lagi yang cantik." Haris memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Gak betah sebenarnya, tapi aku kasihan dengan Winda," ucap Arga tidak semangat.
"Harusnya kamu mikir, Ar gak ada keuntungan kamu meneruskan rumah tanggamu ini. Winda wajahnya buruk sekarang, apalagi dia tidak bisa memberikanmu anak."
"Benar, aku juga tidak mencintai Winda lagi."
Brak
Perempuan di sampingnya Arga mendobrak meja sangat keras, hingga berhasil membuat Haris dan Arga terkejut. Perempuan yang memakai kerudung panjang, kini menatap Arga dengan meneteskan air mata. Bagai disambar petir Arga tidak menyangka ternyata perempuan itu adalah Winda.
Hanya air mata kekecewaan yang terlihat di wajah Winda, tanpa sepatah kata Winda segera berlari meninggalkan suaminya itu. Arga mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, lalu Arga ikut mengejar Winda.
"Winda ... aku bisa jelasin semua, kamu jangan salah paham," teriak Arga.
Arga terus mengejar Winda sampai ke apartemen. Winda pun langsung menutup pintu kamarnya, Arga berdecak kesal dengan dirinya sendiri, ucapannya barusan benar-benar membuat hati Winda terluka.
Tok tok tok
"Sayang, buka pintunya. Tadi aku hanya bercanda, kamu jangan salah paham."
Tidak ada jawaban, dari luar kamar Arga dapat mendengar suara tangisan istrinya itu. Arga masih terus berdiri di depan pintu dan berkali-kali membujuk agar Winda keluar, tapi percuma saja Winda masih menangis di dalam kamar.
"Winda, maafkan aku. Keluarlah dari kamar sayang ... ayo kita makan malam bersama."