Chereads / Cintai Aku Dengan Keras / Chapter 14 - Chapter 14 : Prince's talk

Chapter 14 - Chapter 14 : Prince's talk

Di dalam kolam pemandian air panas

Ankhamun dan Fatih sedang menikmati pijatan dari pelayan wanita.

Para wanita itu mengenakan pakaian yang biasanya penari rumah bordil kenakan di pertunjukan. Terbuka dan meresahkan. Ankhamun memanggil mereka setelah Fatih mengajaknya mandi air panas bersama.

Jam sudah menunjukkan pukul dua malam lebih tiga puluh lima menit.

Di istana Kadesh tidak ada harem, tapi Kaisar dan Pangeran bisa memanggil wanita penghibur kapan saja. Tapi itu baru Ankhamun saja, karena Jamal tidak pernah menyentuh wanita lain selain kedua istrinya.

Dan ini merupakan yang pertama kalinya Ankhamun memanggil wanita penghibur ke istana, di tengah malam begini pula. Entah apa yang sedang merasukinya, dia terlihat sangat gelap malam ini.

Ruangan itu dipenuhi oleh asap dari air panas dan dupa wewangian.

"Jadi wanita yang sedang kau kejar itu Dyvette?" mata Ankhamun terpejam, menikmati sensasi menyenangkan dari pijatan wanita berambut pirang pada pundaknya.

"Maaf, aku tahu kau juga menyukainya. Tapi aku benar-benar menginginkan dia, kau tidak keberatan, kan?"

"Yah, semoga beruntung dengan itu. Dyvette pernah mengatakan jika dia tidak berniat untuk menikah."

"Kalian sudah sedekat apa? Kenapa dia bisa sampai mengatakan soal pribadinya padamu?"

Fatih memberi isyarat agar wanita yang sedang memijat tangan kirinya untuk berpindah dan memijat kakinya. Wanita itu dengan patuh langsung masuk ke dalam kolam.

"Sulit dijelaskan." Ankha mengadahkan kepalanya ke atas, kembali membayangkan wajah Dyvette... Dia menghirup aroma dari wewangian itu dalam-dalam.

"Kalian belum berhubungan sejauh itu, kan?" Entah kenapa, Fatih mulai merasa cemas.

"Sejauh apa?"

"Jika kau keberatan, aku akan berhenti mengejarnya."

Ankha menatapnya dengan wajah geli.

"Hahaha... Tidak. Kau kejar saja dia, aku tidak keberatan. Hanya saja, aku terkesan, dia sepertinya menerimamu dengan mudah. Sementara dia menolakku dengan mentah-mentah saat aku pertama kali mendekatinya dulu.."

Fatih mengernyit, tapi dalam hatinya ada sebuah perasaan senang yang membuatnya semakin tidak sabar ingin segera bertemu lagi dengan Dyvette.

"Jadi begitu. Kapan kau mendekatinya?"

Ankhamun mencoba mengingat, "Hemm.. Kurasa sekitar empat tahun yang lalu.."

Fatih mengangguk paham.

"Begitu...Semoga saja kami benar-benar berjodoh. Sekarang minatku untuk menikahinya jadi semakin bertambah."

Ankhamun terkekeh, lalu dengan tatapan mata dia memberikan isyarat pada wanita yang sedang memijat kaki Fatih.

(...)

"Ahh.." Desahnya terkejut, lalu Fatih menatap wanita yang sedang duduk berjongkok dengan pakaian yang sudah setengah basah itu dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Apa yang kau lakukan?!"

Wanita itu balas menatapnya dengan mata menggoda.

"Nikmati saja, Al. Aku memanggil mereka memang untuk melayani kita." Ankha yang menjawab, Fatih semakin menatapnya dengan wajah yang menahan kesal.

Tentu dia kesal, wanita itu sedang mengelus-elus 'jamurnya' sekarang. Sedangkan wanita yang memijat pundaknya semakin menempelkan dada di punggungnya, Fatih bisa merasakan kekenyalan mereka karena dia sedang tidak memakai apapun kecuali kain yang melilit pada pinggangnya. Ankhamun juga sama hanya ditutupi kain tradisional Kadesh di pinggang.

Kolam itu hanya setinggi lutut mereka, Fatih duduk di pinggir kolam dan kakinya dia celupkan di sana.

"Ayolah, aku tahu kau juga tidak mungkin tidak pernah, iyakan? Kau bisa membayangkan wanita itu sebagai Dyvette." Ankha menyeringai

"Itu tidak pantas.. 'Mmhhh."

Fatih mengepalkan tangan hingga urat-uratnya terlihat, sensasi geli yang membuatnya candu itu..

Dia tidak pernah sebajingan ini sebelumnya, setidaknya tidak saat sedang bersama orang lain. Dan orang lain itu adalah seorang Ankhamun Mena. Meskipun mereka sudah dekat, tapi rasanya tetap saja canggung!

Fatih berusaha santai dan menikmati sentuhan wanita-wanita itu, benar-benar pantas dijuluki wanita penggoda. Sialnya dia sudah sangat berpengalaman.

"Siapa namamu jalang?" tanya Fatih dengan suara beratnya. Sesuatu di antara kakinya sudah mengeras dan wanita itu sedang mempermainkannya.

"Rania, yang Mulia."

Tanpa mengatakan apapun lagi, Fatih langsung mengangkat Rania dari kolam dan membuat wanita itu berlutut di bawahnya. Dia mengarahkan 'sesuatu' yang sudah menegang itu pada wajah Rania. Wanita itu tersenyum senang dan segera melakukan tugasnya. Sedangkan wanita yang lain mulai meraba otot-otot tangan dan menciumi lehernya.

🌺🌺🌺

Sementara itu, Dyvette juga masih terjaga di kamarnya. Sejak tadi dia terus saja menganggu Vivian yang sudah sangat mengantuk.

Beberapa kali dia berjingkrak-jingkrak dan mengguncang-guncang pelayan pribadinya yang malang itu.

"Aaahhh... ~ ada apa denganku Vian? Aku ingin berteriak terus dan tidak bisa tidur.." ungkapnya dengan mata berbinar.

Vivian menguap. "Itu karena nona sedang bahagia?"

"Tapi karena apa?"

"Hemm.. Bukankah nona habis kencan dengan pangeran Fatih?"

Dyvette terdiam, lalu tersenyum malu-malu. "Fatih bilang jika dia bisa meyakinkan ayahnya apakah aku ingin mempertimbangkan untuk mau menjadi istrinya? Bukankah kalau aku menikah dengannya aku akan menjadi permaisuri di masa depan? Wanita yang berdiri di sampingnya? Apakah aku pantas?"

Dyvette memikirkan kembali ucapan-ucapan Fatih, termasuk pengakuannya yang ternyata dia langsung jatuh hati padanya sejak pertama kali melihatnya menari.

Tapi bukankah itu terlalu cepat?

"Nona, wanita mana yang pernah dilamar oleh dua pangeran dalam hidupnya? Dan wanita mana yang berani menolak lamaran dari seorang pangeran mahkota kecuali nona?"

Dyvette memandang Vivian dengan intens.

"Nona adalah orang paling beruntung yang pernah kukenal. Dua pangeran mahkota sama-sama menginginkan nona menjadi permaisuri mereka."

Dyvette melirih, "Aku menolaknya karena aku memang tidak ingin menikah, Vian. Masa aku harus terpaksa menerimanya walaupun tidak ingin?"

"Suatu saat nanti, nona akan membutuhkan lelaki kuat yang bisa melindungi nona. Dan seorang calon Kaisar adalah kandidat tertinggi dalam kategori itu. Mari kita lupakan jika lelaki adalah bajingan, tidak semua lelaki sama seperti itu. Dan menurutku kelihatannya pangeran Fatih adalah lelaki yang akan setia kepada wanitanya." Vivian memandang Dyvette dengan wajah teduhnya, di saat seperti ini, Vian terlihat seperti orangtua yang bijaksana.

"Tapi aku hanya seorang anak haram, aku bukan berasal dari keluarga bangsawan, memangnya aku ini pantas?"

"Huss.. Jangan bilang begitu! Nona bukan anak haram! Nona adalah putri yang kelahirannya membuat ibu bahagia. Nona pantas, jangan berkata seperti itu lagi. Meskipun nona bukan putri bangsawan, tetapi kekayaan nona kan melebihi banyak keluarga bangsawan di Salem maupun Kadesh." Vivian terlihat cemas, dia tidak ingin Dyvette merasa minder dan bersedih karena dia tidak memiliki ayah. Dia tidak mau Dyvette merasa rendah dan menjadi pesimis.

Dyvette tersenyum mendengar ucapan Vivian, itu sedikit membuatnya merasa lebih baik.

"Yang Mulia Kaisar Jamal juga memiliki dua istri, Vian."

"Tapi mereka hidup rukun, kan? Lagipula Kaisar tidak memiliki harem di istana. Ibu suri Ahmanet menikah dengannya karena alasan politik, aku tahu semua kisah tentang mereka. Karena kehidupan mereka dibahas dalam pelajaran sejarah, nona juga pasti sudah tahu, kan?"

Dyvette mengangguk, walaupun dia tidak tahu banyaktentang hal itu.

"Iya. Dan siapa yang akan menyangka kalau aku akan terlibat dengan mereka. Aku hanya ingin hidup damai menikmati makanan enak dan menggapai mimpi-mimpiku."

Vivian berkata dengan bijak : "Terkadang, kita memang perlu ujian agar bisa mengerti makna kehidupan yang sesungguhnya."

Dyvette terkekeh.

"Ucapanmu sudah seperti nenek-nenek yang bijaksana. Terimakasih Vian."

Vivian tersenyum, "Tidak perlu berterimakasih, aku akan selalu ada untukmu, nona. Dalam suka maupun duka, aku akan selalu ada untukmu."

Dyvette berkaca-kaca, suasana hatinya gampang sekali berubah.

"Bolehkah aku memanggilmu kakak? Aku tidak punya siapa-siapa lagi sekarang, dan kamu adalah teman terdekatku. Gajimu akan kunaikan lima kali lipat kalau kamu mengizinkan aku memanggilmu kakak. Kamu juga boleh memanggilku dengan nama, tidak perlu terlalu formal dengan nona."

Vivian terpana, dia jadi ikut berkaca-kaca dan mengangguk-anggukan kepala dengan cepat.

"Kamu boleh memanggilku kakak, walaupun upahku tidak ditambah juga aku akan dengan setulus hati memperlakukanmu seperti adik kecilku, nona. Terimakasih, terimakasih."

Mereka berpelukan, sama-sama menangis karna terharu.

Inilah yang Dyvette butuhkan, kasih sayang yang hilang semenjak kematian ibunya. Dan Vivian adalah orang terdekat yang bisa mengerti dirinya sama seperti ibunya mengerti dia.

Usia mereka hanya berjarak beberapa tahun, jadi Dyvette akan menganggapnya sebagai kakak...

Setelah berhenti menangis, mereka tertawa. Ujung-ujungnya Vivian jadi tidak ngantuk dan mereka menghabiskan waktu sampai matahari terbit dengan bercerita ke sana ke mari.