Chereads / Cintai Aku Dengan Keras / Chapter 9 - Chapter 9 : Pernikahan Pangeran Ankhamun

Chapter 9 - Chapter 9 : Pernikahan Pangeran Ankhamun

Istana Kadesh, jam sembilan pagi.

Semua orang sedang bersuka cita dan berkumpul untuk merayakan pernikahan pangeran Ankhamun. Istana sudah dihias dengan sangat apik dan luar biasa megah, sementara itu mempelai wanita masih dalam perjalanan.

Ankhamun sudah didandani, tetapi dia merasa seperti belum siap menyambut kedatangan calon istrinya.

Tidak ada senyum di wajahnya, di antara lautan manusia yang sudah menantikan kehadirannya, di antara semua orang yang sedang berbahagia karena pangeran mereka akan menikah, Ankhamun tidak merasakan kesenangan itu sedikitpun.

Semua keluarganya dan keluarga yang dari Mesir sudah menanti Ankhamun di aula pernikahan. Sedangkan pengantinnya sendiri masih berdiam diri di balkon kamarnya, ditemani oleh Tahtah.

Dia menghela nafas sebelum bertanya, "Apakah aku akan bisa mencintainya suatu saat nanti, Tahtah?"

Ankhamun sedang gugup.

Dia sudah menghadapi berbagai macam musuh dalam tugasnya, dia tidak pernah merasa takut walau dalam keadaan nyawanya yang terancam sekalipun. Tapi sekarang, pada hari pernikahannya, Ankhamun merasa gelisah.

"Pangeran, rasa cinta akan datang dengan sendirinya saat pangeran sudah terbiasa dengan kehadiran beliau di sisi pangeran. Ayo, semua orang sudah menunggu."

Ankhamun masih tidak bergerak, dia sedang mengatur suasana hatinya. Melihat banyaknya orang di bawah sana, setelah terdengar musik yang menjadi pertanda kalau mempelai wanita sudah akan masuk melewati gerbang utama, Ankhamun berbalik.

"Setelah hari ini berlalu, semuanya akan berbeda." setelah mengatakan itu Ankhamun langsung melangkah keluar dari kamarnya.

Ahmanet menahan haru setelah melihat Ankhamun datang, oh, sungguh tidak bisa digambarkan dengan kata-kata apa yang sedang dia rasakan, namun yang pasti dia sangat bangga pada putranya. Kaisar Jamal tersenyum bangga padanya, Ankhamun mengangguk pelan, lalu dia menyapa mereka semua dengan senyuman tipis.

Zephyr, Haya, Elleya, Assad, Salimah dan Fatih dan kakek neneknya terlihat sangat senang pada hari ini.

"Ankhamun, tidak kusangka kamu akan mendahului Farish, anak itu masih belum mau menikah katanya.." Assad bicara sambil melirik putranya dengan wajah mengejek

Fatih membalas dengan sabar, "Baba, kau mulai lagi."

Ankhamun tersenyum lebih lebar melihat reaksi Fatih.

"Pangeran Farish, paman Assad benar, kapan kamu akan menikah?" tanya Putri Haya, anak pertama Zephyr dan Jamal.

"Aku sedang menunggu Ellea dewasa, Putri Haya." jawabnya dengan canda, mereka semua geleng-geleng kepala.

"Aku sudah dewasa kak, ayo kita menikah." balas Ellea riang, Zephyr memekik dan langsung memberikan tatapan mengancam pada putri bungsunya itu. Sedangkan yang lain malah menanggapi dengan candaan karena gemas dengan Ellea.

Jamal dan Assad saling melempar tatapan, entah apa yang ada dalam otak kedua bapak-bapak itu sekarang.

"Yang Mulia, Nona Estheria sudah memasuki gerbang istana."

Ankhamun melangkah ditemani Tahtah, sedangkan orangtua dan para tamu agung lain tetap menunggu di sana.

Begitu Ankhamun melangkah keluar, semuanya bersorak ramai, ada yang menyalakan kembang api, menaburkan beras, kelopak bunga dan lainnya.

Iring-iringan pengantin itu sangat panjang, benar-benar parade yang memanjakan mata, musik-musik dan penari berkostum yang terlihat seperti burung-burung dari surga.

Ankhamun mengamati dengan teliti kereta kuda yang membawa Nona Estheria, menunggu gadis itu keluar. Setelah Ankhamun melihatnya, dia terpaku untuk beberapa saat. Mereka memang sudah pernah bertemu sebelumnya, tapi melihat Estheria dalam busana pengantin terasa berbeda.

Estheria adalah gadis kecil berambut agak kriting, kulitnya tidak putih dan tidak hitam, sangat pas dan natural karena dia tinggal di sisi laut. Matanya besar dan ekspresif, dia benar-benar mungil dan terlihat sangat butuh perlindungan. Tingginya hanya sebatas pundak Ankhamun.

Sulit dipercaya jika gadis itu pintar bela diri. Sedangkan perawakannya terlihat sangat rapuh dan mungil.

Wajah Estheria tertutup cadar transparan dari hidung sampai dagu, gaun pengantinnya berwarna merah dengan ornamen emas, selaras dengan Ankhamun. Bisa terlihat jika gadis itu sedang tersenyum di balik penutup wajahnya, sedangkan Ankhamun masih tetap dengan wajah tanpa ekspresi.

Dyvette berada di antara lautan manusia itu bersama dengan Vivian dan Lucas, dia ingin melihat Ankhamun. Dyvette merasa heran dengan reaksinya yang tetap datar saat menyambut pengantin wanita.

"Lihatlah wajah pangeran Ankhamun, aku merasa kasihan pada nona Estheria, sepertinya pangeran tidak senang sama sekali dengan pernikahannya." celetuk Vivian.

Lucas : "Aku jadi ingat pada dombaku yang hilang."

"Dombamu?"

"Dia bernama Esther. Gemuk dan menggemaskan, sayangnya hilang entah ke mana."

"Kasihan sekali, semoga dia baik-baik saja."

"Dia sedang mengandung saat hilang."

Vivian terlihat merasa sangat prihatin dan menjawab, "Oh Ya Tuhan..."

"Kalian ini, bukannya bersuka cita malah bergosip." Dyvette mengomel. Dia terus mengamati sepasang pengantin itu sampai akhirnya mereka masuk ke dalam istana.

"Nona mau masuk ke dalam?"

"Kamu pikir aku diundang?"

"Katanya nona diundang menari?"

"Itu untuk besok malam, bukan sekarang :)"

"Oh, kukira undangan ke pernikahannya juga termasuk."

Dyvette menggeleng kemudian mengajak mereka pergi, "Ayo pergi, aku mau jalan-jalan."

"Nona, nanti malam wisata kuliner yuk?" usul Vivian.

Sejak Dyvette kehilangan ibunya, Vivian dan Lucas selalu berusaha menghibur dan membuat dia tidak kebosanan karena terus bersedih. Setiap hari mereka akan mencari cara agar nonanya tetap ceria dan senang.

"Lucas, aku lupa belum belanja. Kita ke butik permata ya nanti sore."

"Baik nona."

Hari ini Dyvette ingin fokus latihan untuk besok malam. Vivian dan Lucas dengan setia menemaninya ke mana-mana.

*

*

*

Di istana, pernikahan berlangsung dengan khidmat dan lancar. Ankhamun mencium kening istrinya setelah pemimpin agama mengesahkan mereka.

Mereka melakukan serangkaian adat Kadesh, termasuk menyembelih lembu dan membakarnya sebagai korban bakaran untuk menyenangkan Tuhan.

Selama proses pernikahan itu, Ankhamun samasekali tidak tersenyum. Kaisar Jamal merasa khawatir dengan sikap putranya karna Ankhamun benar-benar terlihat sangat terpaksa menikahi Estheria.

"Zeze, apakah keputusanku salah menjodohkan Ankhamun dan Estheria?" Jamal bertanya setelah mereka sampai di kamar. Dia pergi dari keramaian itu bersama Zephyr, sedangkan Ahmanet dan yang lain masih merayakan dengan keluarga dari Mesir.

"Menurutmu bagaimana?"

"Aku tidak melihat kebahagiaan di wajah putraku. Ya, meskipun Estheria terlihat senang karna akhirnya dia menikah dengan orang yang dicintainya."

Zephyr berjalan di belakangnya, mereka di kamar Zephyr dan sedang menuju ranjang.

"Kamu memperlakukan Ankhamun seperti Sultan Omar pada Assad, aku tidak tahu apakah kamu menyadarinya atau tidak, sayang. Tapi tanpa disadari selama ini kamu telah melakukan itu."

Jamal menghentikan langkahnya, membuat Zephyr juga ikut berhenti.

"Apakah cara mendidikku salah, Zephyr? Kamu tahu sendiri seperti apa Assad dulu. Apakah Estheria akan berakhir sama seperti kak Yasmin?"

Jamal berbalik, dia menatap wanita yang sangat dia cintai itu dengan tatapan cemas dan bersalah.

"Mari berdo'a semoga itu tidak akan terjadi. Bukankah Ankhamun pernah bilang kalau dia tidak ingin punya istri lebih dari satu?"

Jamal menunduk, "Assad tumbuh dengan membenci ayahnya. Aku takut Ankha akan membenciku."

"Ankhamun adalah anak baik. Aku percaya dia tidak akan seperti itu, suatu hari nanti dia akan mengerti. Kamu adalah ayah yang baik, Jamal. Kamu sama sekali tidak salah mendidiknya, Ankha tumbuh menjadi pemuda yang berbakat dan luar biasa berkatmu. Hanya saja, mungkin seharusnya kita tidak perlu mengurusi urusan hatinya juga. Dia sudah mencintai orang lain."

"Siapa yang dia cintai? Apakah itu adalah gadis yang membuatnya uring-uringan beberapa tahun yang lalu?"

Zephyr tersenyum. Jamal terlihat kebingungan dengan reaksi istrinya.

"Kamu sudah mengenal putramu sejak kecil. Seharusnya kamu sudah tahu jawabannya." Setelah mengatakan itu, Zephyr mengambil tangan Jamal dan menciumnya. Jamal memandangnya dengan penuh tanda tanya.

🌹🌹🌹🌹🌹

Malam berikutnya...

Pesta berlangsung dengan sangat meriah, semua anggota keluarga kekaisaran berkumpul menyaksikan para penari dan pemusik yang sedang tampil.

Ankhamun duduk bersanding dengan Estheria, satu persatu para seniman itu menunjukkan bakat mereka.

Kaisar Jamal dan Sultan Assad terlihat sangat menikmati hiburan itu, bahkan kakeknya Ankhamun yang dari Mesir, Maatre ikut menggerakan tanggannya mengikuti gerakan para penari.

"Mereka membosankan." Lirih Ankhamun, Estheria langsung menoleh dan menatapnya dengan wajah heran.

Mereka tidur terpisah semalam karena Ankhamun sibuk menyambut teman-teman Pangeran dan bangsawan kawan sekolahnya dulu, jadi mereka berdua belum melakukannya.

Estheria : "Menurutku mereka sangat berbakat dan menghibur, yang Mulia."

"Kau bisa menari?"

"Apa-?"

"Seperti mereka." Ankhamun mengarahkan pandangannya pada para penari itu, kemudian Estheria mengikuti arah pandangnya.

"Menari bukan keahlianku, pangeran."

Ankhamun mengangguk pelan.

Dia jadi membayangkan seseorang.

Musik telah berakhir, setelah ini adalah saatnya Dyvette untuk tampil.

Pembawa acara mengatakan, "Rembulan yang merana oleh Dyvette Aliya Mebraah."

Semua orang menoleh dan menunggu gadis itu datang. Rembulan yang merana adalah musik klasik ciptaan penyair terkenal Salem yang Dyvette pilih untuk dia tampilkan malam ini.

Hati Ankha mencelos begitu nama Dyvette disebut.

Dyvette berjalan dengan langkah yang anggun, dia mengenakan gaun penari berwarna putih, rancangan spesial dari nyonya Permata. Di belakangnya menempel aksesoris enam sayap malaikat. Rambutnya dicat pirang dan dibiarkan terurai, dia bertelanjang kaki. Suara gemericik gelang kaki mengiringi setiap langkahnya.

Beberapa bagian tubuhnya dihenna dengan indah, pakaian yang agak terbuka, kulitnya yang putih bersinar, perhiasan emas di kepala, tangan, kaki, punggung, pinggang dan lehernya menjadikan wujudnya sangat indah.

Yve terlihat seperti peri yang jatuh dari langit, wajahnya hanya dirias tipis, menciptakan kesan polos dan menggoda yang menyatu. Mata hijaunya terang dan indah, semua mata terpaku padanya saat dia memasuki aula. Aroma manis dan lembut parfumnya juga langsung menyebar ke seluruh ruangan.

Kaisar Jamal dan permaisuri Zephyr terpana sampai kehilangan kata-kata, namun wajah Zephyr terlihat sedang menahan kesedihan.

Ahmanet mengamatinya dengan tatapan yang seolah mengatakan "Oh, bukankah dia gadis sombong yang kehilangan ibunya sebulan lalu itu?"

Kedua putri Zephyr juga terpesona. Begitupun Pangeran Fatih yang sejak tadi sama sekali tidak berkedip.

Sultan Assad dan istrinya juga begitu, sementara yang lain menunggu penampilan Dyvette dengan wajah yang terlihat sudah tidak sabar.

Hati Ankhamun berdesir, sorot matanya menampilkan kelembutan. Dia menahan nafasnya sejak Dyvette melangkahkan kaki di sana. Jujur saja dia tegang.

Musik mulai dimainkan, diawali dengan melody yang lembut, Dyvette mulai menggerakkan tangannya mengikuti irama. Jari-jarinya sangat lentur dan halus, dia bergerak dengan indah.

Seperti peri yang sedang mabuk, ditambah mata Dyvette yang ekspresif, semua orang tersihir oleh pertunjukkannya. Seolah berkedip saja mereka tidak rela, Dyvette samasekali tidak terlihat nyata. Pertunjukkan itu terlihat seperti mimpi yang pernah hadir pada malam setiap pria setidaknya satu kali selama hidupnya.

Tubuhnya sangat lentur meliuk-liuk mengikuti alunan musik, Fatih sudah beberapa kali menelan saliva karenanya.

Semakin lama, musik itu semakin bertambah volume, tidak ada yang mengerti kenapa Dyvette memilih melody yang lebih cocok untuk diputar dalam pemakaman itu pada pernikahan Ankhamun.

Seakan dirinya ingin menunjukkan pada semua orang jika dia sedang berduka.

Nada-nada itu semakin menuntut, seolah sedang mengungkapkan isi hati yang terluka dan menjerit pada yang maha kuasa, memang seperti judulnya, Rembulan yang merana. Melodi yang indah, ditambah penari yang cantik seperti malaikat, sempurna.

Pada menit-menit terakhir, tarian Dyvette semakin tidak terkendali, dia berputar-putar, dia menatap Zephyr dengan ekspresi ketakutan dan pedih, Zephyr juga menatapnya dengan raut menahan tangis. Jamal beberapa kali menoleh pada Zephyr, melihat ekspresi istrinya Jamal langsung tahu jika Dyvette ini pasti adalah putrinya yang dulu mereka asingkan.

Sementara Assad mengepalkan tangan, entah apa yang sedang ada dalam pikiran lelaki itu sekarang.

Musik sudah mencapai klimaks, tarian diakhiri dengan Dyvette yang terduduk di lantai. Dia menjatuhkan dirinya dan terengah-engah. Matanya sudah merah karna akan menangis. Semua orang bertepuk tangan, Raja-raja yang menyaksikan itu terlihat sangat puas dan memuji penampilannya.

Ini adalah pertama kalinya Dyvette menunjukkan wajah dengan percaya diri di depan banyak sekali orang penting.

Estheria mengamati Ankha, wajahnya terlihat cemas. Dyvette sangat mempesona, dia agak cemburu karena Ankhamun terus saja memperhatikan gadis itu. "Yang Mulia, aku merasa tidak enak badan. Bisakah kita kembali lebih awal?"

Ankhamun menoleh pada istrinya, apakah itu adalah sebuah 'ajakan' terselubung?

Bagaimana dia bisa menyentuh wanita lain sedangkan dalam otaknya saat ini hanya dipenuhi oleh gadis yang sedang terengah-engah di hadapannya itu?

Dyvette membungkuk sebagai tanda pertunjukkannya telah selesai. Banyak sekali Raja yang memperlihatkan ketertarikan padanya. Namun mata Dyvette terus berfokus pada Ankhamun yang juga sedang menatapnya tanpa ekspresi.

Namun detik selanjutnya berhasil membuat Dyvette merasakan banyak kupu-kupu terbang di perutnya. Jantungnya berdetak dengan kencang, wajahnya terasa panas.

Ankhamun tersenyum dengan manis padanya! Lalu pria itu memberikan anggukan yang entah apa artinya.

Mereka berdua sama-sama bertanya pada diri mereka sendiri.

Apa yang terjadi padaku? ~Dyvette

Apa yang terjadi padaku? ~Ankha