Ini sudah hari kedua setelah kematian Laila, namun para pelayat masih berdatangan karena Laila memiliki banyak teman dan rekan bisnis yang berasal dari berbagai daerah. Yang mana Dyvette tidak mengenal mereka semua kecuali beberapa yang pernah bertemu dengannya di mansion.
"AKU BILANG JANGAN! BERHENTI ATAU AKU AKAN MEMBUNUH SIAPAPUN YANG BERANI MENYENTUH IBUKU."
Dyvette berteriak kesetanan, jasad Laila terbaring di dalam peti, Dyvette tidak mengizinkan siapapun untuk mengubur jenazah ibunya.
"Nona... Nona sadarlah nona. Jangan seperti ini...." Vivian menangis, dia adalah orang yang bersama dengan Laila hingga napas terakhirnya. Rasanya begitu sesak melihat Dyvette seperti ini.
Lucas merengkuh pundaknya sejak tadi, untuk berjaga jika dia akan melakukan sesuatu pada peti ibunya.
"JANGAN KUBUR IBUKU.... JANGan...." suara Dyvette semakin pelan di ujung kalimatnya. "Ibu tidak boleh tinggal sendirian di bawah sana..." Tangis Dyvette semakin deras, Lucas memberanikan diri untuk memeluknya, mencoba memberikan ketenangan. Dan Dyvette tidak menolak pelukan itu.
Suasana menjadi hening untuk beberapa saat, tidak ada yang berani membuat bersuara.
Setelah tangisannya mereda, Dyvette bersabda :
"Panggilkan ahli mumifikasi, aku ingin jasad ibu tetap utuh sampai ratusan tahun ke depan. Aku tidak ingin kehilangan ibu, dia harus tetap berada di sisiku walaupun sudah tidak hidup lagi."
Semua orang tercengang, begitupun Zephyr dan Ankhamun yang diam-diam datang melayat.
Zephyr dan Ankhamun berbaur di antara puluhan orang pelayat yang datang, mereka berdua menyamar mengenakan jubah hitam.
"Tunggu apa lagi? Cepat panggilkan ahli mumifikasi!" Walikota Mehmed memberi perintah, Dyvette menoleh padanya, Walikota Mehmed juga sedang melihat ke arahnya.
Terlihat sekali dia sedang berduka dan mengasihaninya, Dyvette menganggukkan kepala pada Walikota, Walikota itu tersenyum dengan mata sayu.
"Dyvette, kami semua berduka atas kepergian ibumu. Beliau adalah orang yang sangat dermawan dan berhati mulia, sungguh kabar yang tidak pernah kami duga, Tuhan pasti sudah sangat rindu pada ibumu, itulah mengapa dia memanggilnya begitu cepat." Istri dari Walikota, Nyonya Yesa, memeluk Dyvette dengan sayang. Dyvette hanya mengangguk menanggapi penghiburan dari Nyonya Yesa.
Zephyr merasa sangat tidak berguna melihat Dyvette dengan erat memeluk Nyonya walikota, dia juga ingin memberikan penghiburan pada putrinya, namun keadaan yang tidak memungkinkan.
Kenapa Tuhan begitu kejam padanya? Apakah tidak bisa dia bersama dengan putrinya dalam kehidupan ini?
Setelah menjelang sore, satu persatu orang-orang yang melayat meninggalkan rumahnya. Kini hanya tersisa Dyvette dan para pekerja.
Vivian terus menggenggam tangannya, sedangkan Lucas membisu sejak tadi. Dia kehilangan kata-kata, bahkan ribuan katapun tidak akan mampu mendeskripsikan betapa sakit duka di hatinya sekarang.
Laila menariknya dari lubang neraka, mengasahnya, membuat dia menjadi orang yang lebih kuat dan berguna. Kenapa dia harus pergi secepat ini? barusaja Laila menitipkan Dyvette padanya, rupanya itu adalah pesan terakhir beliau.
Kenapa Lucas tidak pernah berpikir jauh ke sana? Bukankah sudah sangat jelas seseorang yang menitipkan sesuatu yang paling berharga itu adalah orang yang akan pergi jauh?
π₯π₯π₯
Zephyr pergi dengan rasa yang berkecamuk, hatinya meronta-ronta, namun dia juga bisa apa? Ankhamun menenangkannya sejak tadi, mereka kembali ke istana dalam keheningan, yang terdengar hanya tangisan pelan Zephyr.
"Yang Mulia ibu permaisuri, aku mungkin tidak terlihat seperti itu selama ini, tapi aku adalah pendengar yang baik. Ibu bisa berbagi padaku, mungkin dengan bercerita beban ibu akan berkurang?" Ankhamun berbicara dengan lembut, meskipun Zephyr bukan ibu kandungnya, tetapi sejak dia kecil Zephyr sangat telaten mengurusnya seperti ibunya sendiri.
"Putraku... Jika aku ceritakan kamu juga tidak akan percaya. Biarlah kusimpan sendiri kenangan pahit ini. Namun, bisakah kamu mengabulkan permintaan wanita tua ini?"
Ankhamun duduk di bawah dan meletakkan kepalanya di pangkuan Zephyr, seperti pada waktu masa-masa kecilnya, Zephyr selalu mengelus kepala Ankha saat dia seperti ini.
Mereka sedang duduk di taman, di antara hamparan bunga yang bermekaran, Zephyr seperti bunga yang layu, kesedihan menghiasi wajahnya.
"Katakanlah, aku berjanji akan melakukannya untukmu.."
Zephyr membelai rambut Ankhamun, air matanya jatuh lagi..
"Dyvette sangat penting untukku, bisakah kamu menjaganya? Jangan sampai ayahmu tahu tentang dia, apalagi ibumu, Ahmanet. Bukankah dia adalah gadis yang sudah menolakmu beberapa tahun yang lalu?"
"Darimana ibu tahu?" Ankhamun mendongkak, Zephyr membelai pipinya dengan lembut
"Tatapanmu berubah hangat saat melihatnya, meskipun mulutmu bicara dingin, tapi tatapan matamu tidak bisa berbohong. Kamu menyukainya bukan?"
Ankhamun membali menunduk.
"Tapi ayah tidak akan mengizinkannya. Sudahlah, mungkin nanti setelah aku menikah dengan Estheria aku akan melupakannya." Ankhamun pasrah.
"Dari informasi yang kudapat kemarin, Dyvette tadinya akan datang untuk menari di pernikahanmu, dia berteman baik dengan Alma, sepupu Estheria. Alma mengundangnya untuk menari di pesta kalian..."
"Benarkah? Dia bisa menari?"
"Katanya dia sangat berbakat. Aku bahkan berhasil mendapatkan lukisan dirinya saat sedang menari, kalau kamu mau melihatnya, datanglah ke galeriku.."
Ankhamun jadi merenung lagi.
"Kalau saja ada cara, aku benar-benar ingin menikahinya. Sekarang dia tinggal sebatang kara, dia tidak punya saudara yang lain selain ibunya sendiri. Aku sudah bersusah payah mencari informasi tentang asal usul dan keluarganya, tapi tidak pernah dapat. Nyonya Laila sangat menjaga privasi kehidupannya, bahkan nama ayahnya saja tidak ada yang tahu. Mereka pindah ke Salem saat Dyvette masih di bawah satu tahun, mereka sudah hidup dengan mewah sejak itu, kemudian Nyonya Laila mencoba berbisnis dan sukses besar. Dia memiliki hampir setengah wilayah Salem Barat, bahkan sampai ke ujung pantai barat semua adalah proverti miliknya, bukankah itu luar biasa? Semua aset itu ada di bawah nama Dyvette. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa keluarganya yang lain, Nyonya Laila juga tidak menikah, orang-orang selalu menduga kalau ayahnya Dyvette adalah orang yang hebat. Namun masih banyak sekali misteri tentang kehidupan mereka, entahlah.... " jelas Ankha panjang lebar.
Zephyr melamun, memikirkan kata-kata Ankhamun.
Assad benar-benar menepati ucapannya, lelaki itu menjamin kehidupan Dyvette dengan sangat baik, tapi kenapa Laila tidak menikah? Dan darimana Laila belajar bisnis? Siapa yang mengajarinya? Apakah Assad diam-diam masih berkomunikasi dengan wanita itu?
Kira-kira bagaimana reaksi Assad saat tahu Laila sudah wafat? Apakah dia akan mengambil putrinya?
"Ya, kamu benar. Kehidupan mereka memang menyimpan banyak misteri. Pastinya mereka bukan orang sembarangan, tidak semua orang bisa menjadi sehebat itu apalagi mereka tadinya adalah warga pendatang."
"Lalu, kenapa Dyvette sangat penting untuk ibu?"
Ankhamun selalu bisa mencari cara untuk memuaskan rasa penasarannya, Zephyr juga tidak mungkin bisa menutupinya lagi..
"Bersumpahlah pada langit dan bumi atas diriku, kamu akan menyimpan rahasia ini seumur hidupmu.."
"Aku bersumpah pada langit dan bumi, di atas namamu aku akan menjaga rahasia ini seumur hidupku. Jika aku melanggarnya, maka langit tidak akan menerima rohku, dan bumi tidak akan menerima jasadku.." Ankhamun berdiri tegap, ia menyentuh dadanya. Kemudian ia mengeluarkan belati dan mengiris sedikit telapak tangannya, membiarkan darahnya menetes pada tanah, sebagai ikatan sumpah.
Sumpah atas langit dan bumi adalah sumpah tertinggi dalam kepercayaan orang Kadesh, konon katanya memiliki aura magis yang besar. Dan siapa saja yang sudah bersumpah dengan ini, mereka yang melanggarnya akan mati tersambar petir dan mayatnya harus dibakar di atas laut.
Zephyr tersenyum melihat kesungguhan Ankhamun. Anak itu kemudian berlutut di depannya.
"Dyvette adalah putri dari seorang Sultan, karena alasan tertentu, mereka membuang gadis yang tidak bersalah itu. Karna sebenarnya kelahiran Dyvette tidak pernah diinginkan dan jika orang tahu tentang keberadaannya maka itu akan menjadi skandal yang besar, kata mereka Dyvette adalah aib. Tapi tentu saja Dyvette tidak tahu akan hal ini, dia tidak bersalah sedikitpun,Β hanya karena ego para penguasa dia harus kehilangan kasih sayang dari orangtua kandungnya."..
"Maksud ibu, jadi Nyonya Laila bukan ibu kandung Dyvette?"
Zephyr menggelengkan kepalanya pelan.
"Seorang putri dari sultan? Apakah dia anak dari budaknya? Atau anak dari perselingkuhan sultan itu dengan istri orang lain? Karna jika dia anak dari permaisuri, tidak mungkin dia dibuang seperti itu.."
"Tidak, dia adalah anak dari permaisurinya."
Ankhamun jadi semakin bingung
"Lalu kenapa dia dibuang? Tidak mungkin hanya karena dia seorang perempuan dan tidak bisa menjadi pewaris takhta."
"Ini lebih rumit dari yang kamu kira, Ankhamun. Pada dasarnya, Dyvette adalah keturunan seorang bangsawan, putri sultan, dan ayahnya sangat menyayanginya. Karena kalau tidak, dia tidak akan hidup dalam kemewahan sejak kecil. Dan ibu yakin, sampai saat ini pun ayahnya masih menjaganya dari sudut yang tidak terlihat."
Ankhamun duduk di sebelah Zephyr, ia meringis.
Zephyr mengeluarkan sapu tangan lalu mengikat luka Ankha dengan pelan.
"Ankhamun, kamu akan menjadi seorang Kaisar suatu hari nanti, aku berharap banyak padamu. Walaupun kamu bukan putera kandungku, aku menyayangimu seperti putraku sendiri. Terimakasih telah menemaniku hari ini, ini adalah rahasia kita berdua." Zephyr mengusap rambut Ankhamun setelah selesai membalut lukanya.
"Aku akan mengingatnya selama aku masih bernapas, yang Mulia Ibu Permaisuri."
π₯π₯πΉπ₯π₯
Berapa banyak bintang di langit, duhai sayang?
Bersinar dalam kelam malam..
Berkelip-kelip sinar cantikmu, mutiaraku..
Tidurlah wahai bunga hati, hari esok akan datang lebih terang..
Bersinarlah seperti bintang, mutiaraku..
Dalam gelap engkau menjadi harapan..
Berapa banyak bintang di langit, duhai sayang?
Hilangkan kecemasanmu, tinggalkan luka hatimu.. Lepaskan rasa sakitmu..
Tidurlah wahai bunga hati..
Hari esok akan datang lebih terang.. Mutiaraku...
Dyvette menyanyikan lagu penghantar tidur yang selalu Laila nyanyikan untuknya pada masa kecil dulu. Ia terkekeh dalam kesedihannya.
Yve sedang duduk di balkon kamar, menikmati malam berbintang sendirian. "Suaramu lebih merdu dariku, bu. Aku sangat merindukanmu." ia menyeka air matanya yang kembali jatuh.
Vivian datang membawa sebuah buku tebal. "Nona.." Dia terdiam sesaat, menatap Dyvette dengan rasa sedih, "Nyonya berpesan padaku untuk memberikan ini sebelum beliau wafat."
Tidak ada jawaban, dia hanya diam dengan pandangan kosong. Vivian mengambil duduk di bawah.
"Nona, kami semua sangat kehilangan Nyonya, sama seperti nona, kita pasti bisa melewati ini bersama, nona masih memiliki saya, Lucas, Baili, dan semua orang di sini. Kami semua sangat menyayangi nona, nona harus tegar, hati saya sakit melihat nona seperti ini."
Yve menyeka pipinya, "Aku... Aku tidak akan sanggup membacanya. Bakar saja buku itu." jawabnya lemah.
"Nona, bacalah ketika nona sudah merasa siap. Nyonya berpesan kalau nona harus membacanya. Saya akan menyimpan buku ini, nanti kalau nona sudah siap nona beritahu saya saja."
Dyvette menadah ke atas, tidak ingin membiarkan air mata itu jatuh lagi. "Apa yang terjadi, Vian? Kematian ibu sangat mendadak. Aku tidak melihat tanda-tanda apapun sebelumnya, ataukah aku yang tidak peka dengan perubahan ibu? Anak macam apa aku ini?"
"Nona...."
"Baru satu minggu Lucas bersama kita, sesingkat itu ibu langsung meninggalkanku. Apakah dia membawa Lucas karena sudah punya firasat kalau dia akan pergi? Lucas terus saja diam, tapi aku bisa melihat kalau dia juga sangat berduka."
Vivian menggenggam tangan Dyvette, tangannya terasa sangat dingin.
"Nona, sebenarnya nyonya sudah lama sakit, tapi beliau ingin merahasiakan itu agar nona tidak khawatir. Semua berkas-berkas tentang riwayat pengobatan beliau masih ada di ruang kerjanya jika nona ingin melihat."
Dyvette menghembuskan nafas berat
Pada akhirnya, dia merelakan ibunya untuk dikubur. Setelah pikirannya membaik dan jernih, Yve ingin ibunya tidur dengan damai, membiarkan jasadnya menyatu dengan bumi, dan ruhnya naik ke langit.
Dyvette kembali melamun, mengenang orangtua tunggalnya..
Berapa banyak bintang di langit, duhai sayang? Mutiaraku..
Kini kau menjadi salah satu dari mereka.
Sekarang di saat bintang bersinar, aku akan melihatmu tersenyum padaku...
Mutiaraku...
Vivian menyeka air matanya, ini benar-benar waktu yang sulit.
π₯π₯π₯π₯
Dua minggu berlalu dalam sekejap mata, Dyvette tidak mau terus terpuruk. Banyak pekerjaan menantinya, sekarang dia akan menggantikan Laila di kantor namun sebagai wakil presdir. Dia akan memegang posisi wakil karena dia masih harus banyak belajar. Sedangkan posisi Laila sebagai presdir diambil oleh wakil sebelumnya. Nanti setelah Dyvette sudah mampu baru dia akan memegang posisi ibunya.
Selama ini dia tidak terlalu tahu menahu tentang bisnis yang dijalankan Laila, dan sekarang dia harus menanggung semua tanggung jawab itu. Yve sudah membahas soal ini dengan ahli hukum waris yang dipercaya oleh ibunya dan dia akan bekerja keras mulai sekarang.
Dyvette berjalan dengan aura yang sangat berwibawa, mereka menundukkan kepala sebagai tanda memberi hormat padanya.
Ini adalah rapat pertama mereka, tapi Dyvette berbusana sesuka hatinya dan tidak memakai model pakaian yang biasanya Laila gunakan. Yaitu model busana ala ke barat-baratan.
Dyvette mendengarkan presentasi Darius (Presdir saat ini) dengan seksama, dia mencatat beberapa poin-poin penting pada bukunya. Permintaan produk kendaraan sedang membludak setelah pangeran Ankhamun memakai model keluaran terbaru mereka.
Banyak yang ingin memiliki produk yang sama dengan pangeran. Sedangkan para perancang busana dan perhiasan meminta saran Dyvette tentang model mana yang harus mereka luncurkan terlebih dulu pada musim ini.
"Kami berencana akan membuat model kalung minimalis untuk menjadi trend tahun ini, kita akan menggunakan emas putih dan platinum untuk bahan utamanya. Lalu gunakan batu permata besar yang dikelilingi oleh berlian kecil sebagai liontinnya. Ruby, Zamrud, Sapphire, berlian hitam, kita akan pakai material itu sebagai inti dari keindahan mahakarya ini." Naina menjelaskan gambar rancangannya dengan rinci, Dyvette mengamati dengan serius.
Dyvette : "Siapa model kampanyenya?"
"Farah Zeida, dia akan memakainya pada pesta pernikahan pangeran. Farah adalah penyanyi paling populer dan terbaik di Salem tahun ini, merupakan kesempatan yang bagus untuk mempromosikan produk kita pada acara besar seperti itu."
Dyvette mengangguk, rapat pertama berjalan dengan baik. Namun pikiran Dyvette menjadi terbelah dua, dia memikirkan apakah dia akan tetap datang dan menari di pernikahan Ankhamun?
Ataukah dia bilang saja pada Alma kalau dia tidak bisa? Tinggal dua minggu lagi Ankhamun akan menikah, dia samasekali belum memilih musik dan gerakan apa yang akan dia tampilkan. Apalagi, pasti banyak sekali orang penting yang akan menontonnya nanti.
π₯π₯π₯π₯
Malam ini, Dyvette memberanikan diri untuk membaca buku yang ditinggalkan Laila untuknya. Ia meminta Vivian untuk meninggalkannya sendiri karena dia ingin membaca buku itu sendirian.
Sudah hampir setengah buku itu dia baca, dan dia menangis dalam keheningan sejak membaca catatan harian Laila saat hari kelahirannya ke dunia.
Dyvette mencoba mentabahkan hatinya, mencoba menerima kenyataan tentang hidupnya yang selama ini telah disembunyikan darinya.
Dia menghabiskan malam dengan menyelesaikan buku itu. Matanya sudah sembab dan bengkak karena terus menangis. Beberapa kali dia memukul dadanya karena terlalu sesak, bayangan-bayangan Zephyr saat pertemuan mereka di butik terus terlintas dalam benaknya.
Dyvette putriku, tolong jangan benci ibu dan ayahmu ya. Percayalah, mereka sangat-sangat mencintaimu, sama seperti aku.
Selama ini ibu membenci Jamal, tapi setelah ibumu ini merenung dan melihat dunia dari sudut pandang yang luas, ibu sudah tidak membencinya lagi.
Kuharap dia juga tidak akan membencimu jika suatu hari nanti dia tahu tentang keberadaanmu.
Ankhamun adalah putra kesayangannya, maka dari itu ibu mohon, tolong jangan mencari gara-gara dengannya lagi di masa depan. Jaga sikap dan bahasamu, ibu tahu kamu pasti sudah mengerti mana yang baik dan yang buruk, cobalah untuk merubah sikapmu menjadi lebih lembut dan berpikir dengan matang sebelum mengambil keputusan. Karena ibu tidak bisa selamanya menemani dan melindungimu.
Maafkan ibu, ibu merahasiakan ini semua darimu karena ibu ingin kamu hidup dengan tenang dan bahagia tanpa terbebani oleh masa lalu orangtua kandungmu.
Saat kamu membaca ini, mungkin ibu sudah tidak ada bersamamu lagi, tapi ketahuilah, kamu adalah anakku, dan aku adalah ibumu.. Aku menyayangimu lebih dari diriku sendiri..
Putriku yang cantik, jangan terlalu lama bersedih setelah kepergianku ya, nanti ibu tidak akan tenang kalau kamu seperti itu.
Sayang ibu..
Laila
Tulisan itu ditulis satu hari sebelum kematiannya. Dyvette menangis meraung-raung setelah membaca halaman terakhirnya. Dari semua yang tertulis di buku, Laila tidak memberitahu siapa ayah kandungnya, Laila hanya mengatakan jika Dyvette ingin tahu siapa ayahnya, sebaiknya dia bertanya langsung pada Zephyr.
Tapi, memangnya semudah itu bertanya pada seorang Permaisuri Kadesh? Dalam 24 tahun hidupnya saja dia baru sekali bertemu dengan orang itu.
Lucas yang sejak tadi malam berjaga di depan pintu kamar Dyvette langsung masuk setelah mendengar raungan kerasnya.
"Nona, apakah kamu baik-baik saja?" cemasnya
Dyvette tidak menjawab, dia memeluk buku itu dengan erat. Lucas menghampirinya lalu berlutut di depannya.
"Nona, berikan perintah, aku harus apa?" sungguh, hal terakhir yang ingin Lucas lihat adalah tangisan majikannya. Hatinya seperti dijatuhkan ke lautan magma saat melihatnya seperti ini.
Lucas menunggu dengan sabar sampai Dyvette berhenti menangis, itu adalah detik-detik paling menyesakkan baginya karena lagi-lagi dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghiburnya.
Setelah berhenti menangis, dengan wajah sendu Dyvette menatap matanya.
Lucas melihat ada bayangan gadis kecil yang sedang tenggelam dalam lautan jiwa, mendambakan sebuah pertolongan. Sorot matanya sarat akan ketakutan dan pengharapan.
Lucas tidak bisa menahan air matanya, ini adalah pertama kalinya Lucas melihat Dyvette dalam keadaan yang sangat rapuh. Seolah dia bisa merasakan apa yang sedang Dyvette rasakan, dadanya benar-benar sesak.
"Lucas.... Bersumpahlah padaku kalau kamu tidak akan pernah meninggalkanku selamanya."
..."
Malam itu, Lucas memeluknya sampai dia tertidur nyenyak.
"Nona Dyvette, aku akan selalu menjadi pelayanmu yang paling setia. Anda adalah dunia bagiku. Aku akan selalu melindungi dan menghiburmu selama sisa usiaku."
Samar-samar Dyvette mendengar gumaman pelan Lucas dalam tidurnya. Pelukan Lucas terasa sangat.... Nyaman.