Chereads / Cintai Aku Dengan Keras / Chapter 5 - Chapter 5 : Transisi

Chapter 5 - Chapter 5 : Transisi

Tiga bulan kemudian

Dyvette berjalan mondar-mandir dengan gelisah di kamarnya, sedang ada kunjungan dari wakil Walikota dan putranya, Ashan Ghani El-Barrah yang beberapa bulan lalu barusaja merayakan ulang tahunnya yang ke 25. Sebenarnya dia lumayan tampan dan dia juga tinggi, Yve pernah beberapa kali bertemu dengannya secara tidak sengaja.

Laila sedang mengobrol dengan mereka di bawah, pasti masalah lamaran pernikahan lagi. Dyvette sudah bosan!

Inikah yang dinamakan 'Cantik Itu Menyakitkan'?

Dilema terlalu cantik macam apa ini?

Apakah dia harus pura-pura mati kemudian merubah tampilan dan menjadi karakter baru?

Sungguh pusing, mengapa dia tidak bisa hidup dengan tenang tanpa dihantui oleh sebuah bayangan pernikahan? selama ini dia baik-baik saja meskipun belum menikah!

Dyvette benar-benar sudah muak..

Vivian sedang menyulam dengan tenang tanpa terpengaruh oleh Dyvette yang terus mondar-mandir di depannya.

Vivian dan sulamannya, bahkan jika ada gempa bumi dan tsunami sekalipun dia akan tetap anteng menyulam.

Pintu kamarnya terbuka.

"Sayang... Turunlah ke bawah, temui mereka. Bilang saja kalau kamu belum ingin menikah, ibu tidak akan memaksamu untuk menerimanya walaupun dia terlihat seperti pria baik." Laila mengucapkan itu setelah menutup pintu kamar.

Beberapa lama ini ada gosip di kota kalau Puteri Salem menolak pinangan pangeran mahkota, hal itu menjadi buah bibir selama dua minggu berturut-turut tanpa henti. Baik Laila maupun dirinya tidak ambil pusing dan memilih diam tidak menjawab jika ada yang bertanya menyangkut hal itu.

Dyvette pikir mereka akan tahu diri dan tidak akan ada lagi pria yang melamar setelah ada gosip dia menolak seorang putera mahkota. Ternyata salah.... Dia menyesal tidak mengatakan yang sebenarnya saja jika dia memang sudah menolak pangeran itu!

Jika saja Ibunya tidak melarang, mengatakan "Kita tidak boleh mencari masalah setitik debu pun dengan orang dari kerajaan" Baiklah, Dyvette mengalah...

Sedangkan di tempat lain, pada waktu yang sama...

Sudah satu bulan lebih Ankhamun di Kota Zamrud.

Ankhamun terlihat serius berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja. Tahtah seperti biasa selalu ada bersamanya.

Pendampingnya itu sangat berguna walaupun bermulut ember, oleh karna itu Ankhamun masih membiarkan dia hidup meski sering kali dibuat naik darah.

Sementara itu Joseph tertidur dengan pulas di samping meja.

Kondisi di Kota Zamrud sedang dalam keadaan waspada, Ankhamun ditugaskan untuk mengawasi oleh Jamal, katanya banyak imigran gelap yang mencurigakan, apalagi setelah ada kasus perampokan dan penculikan di kota, pembobolan toko-toko perhiasan, yang katanya para perampoknya berwajah asing, ditambah dengan kapal perompak yang beberapa minggu ini terlihat terus berputar-putar di laut timur entah apa tujuan mereka berputar-putar begitu.

Minggu lalu Ankhamun berhasil menangkap seseorang yang menyusup melewati hutan pengawas, setelah diintrogasi selama tiga hari, disiksa terus menerus, orang itu tetap bungkam dan akhirnya mati dengan mengerikan.

Ankhamun menghela nafas panjang, melirik Joseph yang masih tidur dengan begitu damai.

Pada saat-saat seperti ini, Ankhamun selalu membawa Joseph ke mana-mana, kucing kesayangannya itu beberapa hari lagi akan berulang tahun yang ke tujuh.

Kalau Ankhamun lelah, dia akan bersemangat lagi setelah melihatnya.

Semua orang gemetar saat melihat Joseph, termasuk Tahtah meskipun dia sudah sering bertemu dan berdekatan dengan binatang itu, namun Joseph bersikap seperti anjing yang manis pada Ankhamun.

Beberapa prajurit masuk untuk melapor, mereka mengatakan kalau hari ini penduduk desa masih beraktifitas seperti biasa, namun para nelayan masih belum berani untuk berlayar lebih jauh setelah pagi tadi ditemukan tiga mayat wanita muda di pesisir pantai.

"Bagaimana dengan para perompak itu? Apakah mereka terlihat lagi hari ini?"

"Hari ini mereka tidak menampakkan diri, yang Mulia. Tapi saya curiga kalau mereka akan datang lebih banyak lagi. Orang yang kemarin tewas saat diintrogasi sepertinya adalah salah satu dari mata-mata mereka."

Ankhamun mengangguk, dia diam cukup lama.

"Berapa banyak desa yang ada di pesisir?"

"Ada tiga desa nelayan, banyak anak kecil dan remaja, jika perompak itu benar-benar berani menyerang, apa yang akan kita lakukan?" Jawab salah satu dari mereka.

Ankhamun memijit keningnya yang terasa pusing. Di mana panglima pada saat seperti ini? Mengapa dia yang ditugaskan? Di pulau antah berantah di ujung timur Kadesh, banyak sekali kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Melihat betapa luasnya lautan di depan sana, kadang Ankhamun merasa pesimis..

Ayahnya begitu tega, pantas saja ibunya menangis dengan tersedu saat melepas kepergiannya.

"Berapa banyak jumlah meriam yang kita miliki sekarang?"

"Ada Sekitar tiga puluh lebih, apa ini saatnya mereka dikeluarkan?"

Ankhamun terdiam sesaat sebelum menjawab : "Letakkan di setiap menara pengawas, taruh lima di atas gerbang, di setiap tembok harus ada, dan siapkan para penembak. Jika memang harus ada perang, maka kita akan berperang!"

"Apa kita perlu mengabarkan pada yang Mulia Kaisar tentang hal ini?"

Ankhamun berwajah serius, "Tidak perlu, hanya beberapa perompak, aku mampu mengatasinya."

Tahtah tercengang mendengar ucapan Ankhamun kali ini, jika memang akan ada pertarungan melawan perompak, bukankah sebaiknya yang Mulia tahu? Yang Mulia pasti akan mengirim pasukan dan senjata ke sini.

"Mereka sangat kejam, banyak para gadis perawan yang diculik dan dikembalikan dalam bentuk mayat setelah beberapa hari. Ini benar-benar sudah keterlaluan." ucap penuh kebencian salah satu dari tiga orang di sana.

Ankhamun mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, dia terlihat sedang berpikir keras, lihatlah alisnya yang merengut itu.

Jika perompak itu akan datang lebih banyak lagi, mereka sudah pasti kalah kalau melihat jumlah. Tapi ayahnya sudah setega itu, berarti memang harapan padanya sangatlah besar, dia ke sini hanya membawa seratus pasukan tingkat enam.

Sekarang semua tergantung pada kecerdasannya, dia harus menyiapkan taktik yang sempurna. Dia tidak ingin mengecewakan Ayahnya.

Ankhamun, setelah mendapatkan pencerahan : "Kudengar perompak masih percaya dukun dantahayul."

"Saya juga dengar begitu, yang Mulia."

"Satu mata-mataku bilang ada dukun wanita yang terkenal di sini, dia tinggal sendirian di hutan barat pulau, perintahkan padanya untuk buatkan sesuatu yang bisa terlihat dari jarak lima puluh meter dari laut, untuk memperingati para perompak itu jika mereka menampakkan diri lagi."

Mereka ber-empat mengangguk. "Baik yang Mulia."

Tahtah : "Pangeran, kudengar dukun itu jarang mau menerima tamu, apalagi perintah. Dia adalah wanita merana yang ditinggal mati suaminya, dia berpikir dengan mempelajari ilmu iblis maka bisa menghidupkan kembali suaminya yang sudah mati. Bagaimana jika dia hanyalah seorang wanita gila?"

Tahtah ragu jika wanita itu mau melakukan apa yang Ankhamun perintahkan. Meskipun Tahtah agak skeptis menyangkut hal-hal mistis, namun selama tuannya percaya, dia akan ikut saja.

Semua orang memandang ke arah Tahtah sekarang.

Ankhamun menulis sesuatu, ia begitu serius memperhatikan kertas di hadapannya, sudah beberapa kali dia mencelupkan bulu merak pada tinta, kemudian dia bangkit dan mengambil sesuatu.

Cukup lama Ankhamun berkutat di sana.

"Berikan surat ini padanya, dan ini." Ankhamun memberikan sebuah kotak kayu yang sudah digembok.

"Kudengar dia juga sangat membenci perompak, hadiah itu akan menyenangkan hatinya." Ankhamun tersenyum penuh arti.

Setelah memberi hormat, ke empat orang itu keluar.

Ankhamun merebahkan tubuhnya yang terasa pegal. Dia bersender pada sandaran ranjang.

Joseph bangun, singa itu berjalan pelan menghampiri Ankhamun, kemudian meletakkan kepalanya di atas pangkuannya. Ankhamun mengelus kepala Joseph dengan sayang.

Tahtah melirik tanpa memutar kepala, kucing besar itu tidur lagi. Ya Tuhan....

Joseph terlihat agung, dia memakai hiasan kepala yang penuh dengan batu permata dan emas, kalungnya megah khas perhiasan mesir, kalung itu hadiah dari kakeknya, Maatre IV, pada ulang tahun Joseph yang kelima dua tahun lalu.

"Aku akan patroli nanti malam, siapkan peluru dan asah pedang ini." Ankhamun melemparkan pedangnya dan ditangkap dengan sempurna oleh Tahtah.

"Pangeran, untuk apa anda berpatroli?" tanyanya heran. Sebenarnya Tahtah khawatir, dalam keadaan waspada seperti ini bisa saja pangeran sudah diincar oleh musuh.

"Aku bukan anak manja penakut, Tahtah. Sudah lama aku tidak berolahraga, malam ini aku akan latihan dengan orang hidup." Ankhamun memejamkan matanya setelah mengatakan itu.

Dia harus tidur, nanti akan menjadi malam yang panjang.... Entah kenapa firasatnya mengatakan jika akan ada pergerakan malam ini..

🌻🌻🌻

"Hah.. Hah.. Hah.." (Terengah-engah)

Suara pedang yang mengibas di udara dan suara tebasan pada orang-orangan kayu menggema di seluruh sudut ruangan

Laila bertepuk tangan, Lucas sedang terengah-engah dengan keringat yang membanjiri tubuhnya.

"Nyonya..." Lucas tersenyum, lalu membungkuk memberikan hormat.

"Kau sudah banyak kemajuan, Lucas. Lanjutkan latihanmu, aku akan menonton dari sini."

"Terimakasih, nyonya."

Lalu dia kembali melanjutkan setelah pelatihnya memberi isyarat.

Laila duduk dengan anggun memperhatikan Lucas, kata pelatihnya Lucas belajar dengan cepat. Mungkin satu atau dua tahun lagi dia sudah bisa menjadi prajurit pemburu kelas dua.

Laila tersenyum bangga..

🌹🌹🌹

Waktu terus berlalu.....

Lucas sibuk dengan pelatihannya..

Dyvette kembali mengikuti kelas menari yang sebelumnya telah lama dia tinggalkan. Dia juga menjadi banyak lebih fokus menjalankan fondasi amal yang dia dirikan bersama Alma.

Sementara Ankhamun terus berjuang dan mengabdi pada negara.

Dia berhasil menyelesaikan masalah di bagian timur dengan gemilang..

Ankhamun pulang membawa kepala Raja Perompak dan memajangnya di depan istana.

Jamal tersenyum bangga ketika melihat Ankhamun memegang kepala itu dan menunjukkannya saat berjalan masuk.

Sedangkan ibunya hanya terisak bahagia melihat puteranya kembali dengan selamat tanpa kurang apapun.

Semua berjalan dengan semestinya,,,,

Tidak terasa..

Tahun-tahun brlalu...