Chereads / 99 Hari Terjebak dalam Tubuh Istri Pewaris / Chapter 19 - Romantic dinner

Chapter 19 - Romantic dinner

Dalam balutan gaun Shoulderless coktaill dress berwarna putih kemerahan dan memakai make up beserta serangkaian perhiasan yang sudah disiapkan oleh Nathan dalam kotak itu, Clara sudah terlihat sangat cantik. Dia duduk di depan cermin dengan perasaan yang campur aduk tidak karuan membayangkan saat-saat melihat Michael bersama Mia dan sekarang dia harus bersama Nathan.

'Maafkan aku, Clara. Aku tidak bermaksud merebut Nathan darimu. Aku melakukan ini untuk menjaga perasaannya sementara dan untuk tetap berada disini supaya aku bisa menemukan fakta-fakta yang aku dan kamu tidak ketahui,' batinnya.

Drett ... drett ...

Clara mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang bergetar di atas meja rias itu. Dia meraihnya dan melihat ada pesan masuk dari Nathan.

My Beloved husband: Seberapa lama lagi aku harus menunggumu, Sayang? Kenapa lama sekali kamu berbenah diri ... bagaimanapun cara memakai make up, aku akan selalu terpesona olehmu.

Clara tersenyum tipis, kemudian menatap cermin. 'Aku bahkan tidak tahu gaya make up seperti apa yang selalu Clara pakai ... tapi semoga ini tidak membuatmu kecewa,' batinnya.

Setelah memastikan penampilannya sudah perfect, Clara beranjak berdiri dan berjalan menuju pintu balkon perasaan yang berdebar-debar. Wanita itu berjalan dengan lambat, sesekali merapikan rambutnya yang tergerai begitu saja hingga akhirnya tiba di depan pintu dan segera membukanya.

"Welcome ... this is our first dinner as husband and wife," ucapan Nathan menyambut para dengan senyumnya yang begitu manis. Dia mendekati istrinya itu kemudian menuntunnya menuju kursi berwarna putih mempersilahkannya untuk duduk.

Clara segera duduk, menatap Nathan yang sekarang juga duduk berhadapan dengannya berseberangan pada meja di mana sudah terletak hidangan yang tertata begitu rapi dihiasi lilin yang terletak dalam cawan putih, serta bunga mawar merah yang yang terpasang dalam vas keramik putih. Wanita itu sedikit gugup dan tercengang dengan apa yang dilihatnya. Nathan yang tampan dan sangat berkarisma, dinner yang sederhana jauh dari kata mewah namun terlihat begitu elegan.

"Kamu yang mempersiapkan semua ini?" tanyanya.

"Tentu saja, Sayang," jawab Nathan, menatap Clara yang begitu menawan hatinya. "Aku yang memasak semua ini untuk kamu ... dan aku dalam hidupku hanya pernah masak untuk kamu. kamu tahu itu, kan? Dan kamu tidak perlu khawatir tentang racun. Tidak akan ada racun dalam makanan ini."

"Nathan, Aku percaya kamu ... tanpa kamu mengatakan tidak adanya racun aku tetap akan memakan makanan ini," ucap Clara, merasa sakit melihat Nathan yang terlalu merasa bersalah. 'Andai dia tahu bahwa ke Clara yang sesungguhnya sudah meninggal ... pasti dia sangat merasa bersalah karena dia yang sudah menyodorkan minuman padanya,' batinnya.

"Thank you ..."

Clara hanya mengangguk dengan tersenyum. Nathan mengambil pisau kecil, kemudian memotong coklat cake, lalu menusuknya dengan garpu. Dia menyodorkan potongan cake itu ke mulut Clara.

"Cake favorit dari suami terbaik," ucapnya dengan tersenyum.

"Yeah ... suami terbaik," sahut Clara kemudian melahap cake itu. 'Aku harus totalitas menjadi Clara,' batinnya.

"Bagaimana, apa rasanya enak?" tanya Nathan.

"Sebaiknya kamu mencicipinya," jawab Clara, kemudian mengambil alih memegang pisau kecil itu dan memotong cake untuk Nathan. Dia pun menyuapi suaminya itu dengan tersenyum lepas.

"Oh ... ini terlalu manis."

"Tapi ini sangat lezat ... membangkitkan mood. Cokelat adalah makanan yang bisa membangkitkan mood seseorang," ucap Clara kemudian beralih melirik steak yang hanya tersedia dalam satu piring berukuran agak besar. "Kamu ingin kita makan sepiring berdua?" tanyanya.

"Yeah ... Karena itulah kebiasaan kita," jawab Nathan.

Clara terjemah sejenak kemudian tersenyum dan menekuk wajahnya. "Aku tidak menyangka ... kita memiliki kebiasaan yang sederhana tetapi bermakna," ucapnya asal.

"Apa menurutmu makna yang tepat untuk kata makan sepiring berdua?" tanya Nathan.

"Ehh ... maknanya adalah ... Segala hal, susah ataupun senang kita akan selalu bersama. Berbagi dan saling mendukung ... Menurutku begitu," jelas Clara sambil lanjut memotong cake selalu menyuapi Nathan.

"Dan kita kan selalu bersama sampai selamanya," sahut Nathan asik makan, lalu memotong cake itu dan segera menyuapi Clara. Eh, mereka saling menyuapi.

"Yeah ... sampai maut memisahkan kita."

Nathan menghela napas, menatap Clara dengan penuh arti kemudian memegang punggung tangannya.

"Jangan katakan tentang maut ... Itu membuatku teringat tentang malam menyeramkan itu lagi," seru Nathan dengan tatapan sendu. "Aku tidak pernah siap kehilangan kamu ... Kita nikmati saja hidup ini dengan saling mencintai, bukan malah memikirkan tentang perpisahan. Itu akan membuat kita selalu dirundung oleh rasa takut," lanjutnya.

"Maaf ... Aku hanya terbawa suasana tadi," sahut Clara dengan tersenyum. Dia beralih menatap steak. "Aku ingin makan steak buatan mu ... terlihat menggiurkan," lanjutnya mengalihkan pembicaraan.

"Biar aku menyuapi kamu," ucap Nathan.

"Jangan," seru Clara, mencegah Nathan memegang pisau dan garpu. Dia beralih memegang benda itu. "Biar aku yang menyuapi kamu. Kamu sudah memasak semua ini dengan susah payah, maka sekarang aku yang harus menyuapi kamu."

"Baiklah." Nathan mengangguk dengan tersenyum lega, melihat Clara yang menunjukkan perhatiannya. Namun, dia masih saja merasakan adanya perbedaan namun sulit untuk dikatakannya.

Hingga selama beberapa menit, mereka makan bersama dengan begitu nikmat sambil mengobrol. Mereka menikmati suasana malam yang cerah, tak terlalu dingin ataupun panas, bahkan sinar rembulan seolah menyempurnakan suasana romantis itu.

"Bagaimana jika kita berdansa?" tanya Nathan setelah selesai makan dan mengelap tangan yang menggunakan bisu, begitu juga Clara mengelap tangannya dengan tisu setelah meminum oranye jus buatannya.

"Dansa?"

"Iya, Sayang. Bukankah kamu suka berdansa dibawah cahaya rembulan?" tanya Nathan sambil beranjak berdiri.

"Ehh ..." Clara kembali merasa gugup karena terlalu banyak hal yang dia tidak ketahui. "Iya aku suka. Dan malam ini bulannya sangat indah." Dia pun menatap ke arah langit.

Nathan menyalakan pengeras suara yang tersedia di bagian pojok balkon, lalu memutar lagu milik the weekend yang berjudul safe your tears dengan versi slow. Setelah itu dia kembali menghampiri Clara dan mengajaknya berdiri menjauh dari meja, tepat di samping pagar pembatas. Mereka pun berdiri dengan saling berhadapan, dengan posisi sang wanita merangkulkan tangannya pada leher sang pria..

"Apa kamu bahagia?" tanya Nathan sambil menunduk menatap Clara. Dia merangkulkan tangannya pada pinggang istrinya itu, sesekali mencium keningnya dengan lembut sambil bergerak santai mengikut aliran musik.

"Ya ... aku bahagia."

"Kamu masih ragu dan takut?"

"Tidak," singkat Clara, memberanikan dirinya untuk mendongak menatap mata biru hazel Nathan. "Untuk apa aku ragu dan takut jika kamu sudah menjagaku dengan sangat baik? Kamu tidak perlu khawatir lagi, aku sangat mempercayai kamu ..."

"Tapi aku merasakan sesuatu yang berbeda," sahut Nathan dengan gusar.

"Apa itu?" tanya Clara.

"Kamu tidak memanggil aku dengan mesra lagi sejak kamu terbangun setelah keracunan," jawab Nathan dengan menekuk wajahnya. "Awalnya aku pikir mungkin kamu marah padaku atau kecewa karena aku yang memberikan jus beracun itu padamu. Aku sungguh tidak sengaja ..."

"Nathan ..."

"Aku dihantui rasa bersalah." Nathan menatap Clara dengan sendu. "Aku hampir membunuh istriku sendiri ... bahkan di hari bahagia kami."

Clara menghela napasnya yang terasa sesak karena menatap kesedihan di wajah Nathan. Sungguh, fakta bahwa dia tau tentang Clara yang sesungguhnya telah meninggal, membuatnya sakit membayangkan duka yang akan dihadapi pria itu.

"I love you so much ..," lirih Nathan.

"I love you too," sahut Clara dengan segala rasa sukarela dalam hatinya. Dia berjinjit kemudian mencium bibir Nathan dengan sangat lembut.

Nathan pun membalas ciuman itu dengan lembut, dengan mata yang terpejam hingga beralih mencium ceruk lehernya. Dia memeluk istrinya itu dengan sangat erat, lalu membopongnya menuju kamar. Hmm ... apa mereka akan ...?