Saat pagi tepatnya pukul tujuh, Nathan terbangun dan melirik ke sampingnya. Dia mengerutkan keningnya saat menyadari tidak ada Clara di sana, membuatnya segera sekeliling duduk dan menatap sekeliling kamar yang bernuansa putih keemasan itu.
"Astaga ... Kenapa dia tidur di sana?"
Nathan melihat Clara yang tertidur di sofa dengan sebuah buku harian tergeletak di dadanya. Pria itu pun segera beranjak berdiri kemudian mengenakan underwear hitamnya, lalu berjalan menghampiri istrinya yang masih tidur.
"Sayang ... Sayang, bangunlah ..." Nathan menepuk-nepuk pipi Clara dengan pelan. Dia duduk di samping perut istrinya itu, menatapnya dengan sangat intens dan terus mencoba membangunkannya. "Sayang ... sebaiknya kamu pindah ke kasur. tidur di sini tidak nyaman."
"Hmm ... Tapi aku masih ngantuk," ucap Clara menggeliat dan merangkulkan tangannya pada pinggang Nathan dengan mata yang bahkan masih terpejam. "Biarkan aku tidur sebelum aku pergi untuk melanjutkan misi ku."
"Misi ... Misi apa maksudmu?' tanya Nathan.
Clara tidak menjawab. Dia hanya diam dengan mata terpejam, karena seperti dia ketiduran lagi. Hemm ... sepertinya memikirkan tugas yang harus diselesaikan membuatnya jadi mengigau.
Nathan menghembuskan nafas kasar, menatap kelara yang kembali nyenyak. "Sepertinya dia mengigau."
Karena tidak tega melihat Clara tidur di sofa, Nathan pun membopongnya menuju ranjang. Dia merebahkan tubuh istrinya itu dengan hati-hati ke tengah ranjang, kemudian memasangkan selimut hingga sebatas dada. Pria itu duduk di samping istrinya sambil bersandar pada kepala ranjang, menatapnya dengan sangat intens.
'Kamu sangat berbeda ... aku seperti tidak melihat dirimu yang dulu. Aku tidak melihat kamu yang selalu ceria dan bersikap manja,' batinnya dengan heran.
Drett ... drett ...
Ponselnya yang terletak di atas meja dekat ranjang berdering. Nathan meraih benda canggih itu dan melihat ada panggilan masuk dari Patricia. Dengan malas, dia pun menjawab panggilan itu.
"Ada apa?" tanyanya ketus.
"Frederica sakit. Dia terus memanggilmu ..."
"Kalau begitu tenangkan dia dan bawa dia ke rumah sakit atau panggil dokter keluarga," seru Nathan.
"Tapi dia ingin kamu, kamu ayahnya ... kamu selalu bersamanya ... mungkin ini sebabnya dia sakit karena sekarang kamu jauh darinya dan tidak mengijinkan dia datang menemui mu!" sahut Patricia terdengar kesal.
"Patricia!" Nathan mengetatkan rahangnya, merasakan emosinya naik dan mulai mengepalkan tangan kirinya."Jangan gunakan dia untuk terus mendekati aku. Sampai kapanpun aku tidak akan pernahsi bersama mu!"
"Nathan, aku tidak lagi berminat untuk menjadi istrimu, tapi Frederica yang memang tidak bisa jauh darimu. Tidak mungkin aku sengaja membuatnya sakit ... kamu pikir aku gila? Aku ibunya, aku tidak mungkin ..."
Nathan langsung memutuskan sambungan telpon itu, kemudian membuang ponselnya ke sembarang arah padahal Patricia belum selesai bicara. Pria itu terdiam dengan napas memburu, dengan tatapan menahan, bahkan mengibaskan tangannya.
"Aku muak! Aku tidak pernah bisa lepas darinya!"
Clara yang tidur, mendengar Nathan yang sedang berdecak kesal. Dia pun membuka matanya dan melirik suaminya yang duduk di sampingnya hanya mengenakan underwear. Ehhmm ... untuk sesaat dia terdiam dengan perasaan aneh mengingat saat bercinta dengan sangat panas dengan suaminya itu.
"Nathan ... ehh, Sayang .. kamu kenapa?" tanya Clara sambil beranjak duduk.
"Tidak apa-apa," jawab Nathan tanpa menoleh. Dia tidak bisa menyembunyikan semburat kekesalan di wajahnya kala mengingat wajah Patricia yang selalu membayanginya dan membuatnya muak.
"Tapi kenapa kamu terlihat marah?" tanya Clara, kemudian menyentuh rahang Nathan dan membuatnya bertatapan dengannya."Katakan padaku ... apa yang membuatmu marah," lanjutnya.
"Patricia," singkat Nathan dengan menekuk wajahnya. "Dia bilang Frederica sakit karena tidak bisa jauh dariku. Aku pikir itu hanya alasannya saja supaya Frederica bisa tinggal di sini, lalu dia akan memiliki alasan untuk terus datang ke sini. Terkadang aku merasa muak ... aku seperti terikat dengannya meskipun aku bukan siapa-siapa untuknya," jelasnya resah.
"Tapi Frederica putrimu," sahut Clara.
"Aku tidak pernah merasa dia putriku dan aku muak ketika orang-orang selalu menyebut bahwa dia adalah putriku!" ucap Nathan dengan kesal kemudian beranjak dari ranjang. Dia berjalan menuju ruang walk in closet, lanjut ke kamar mandi dan berdiri di bawah shower yang mulai mengguyur tubuhnya dengan air dingin.
Nathan terdiam dengan napas memburu, memejamkan matanya dan bayangan masalalu mulai berkelana di benaknya.
__Nathan, kamu harus bertanggungjawab ... kamu harus menikahinya karena dia mengandung putrimu__
Kata itu, kata itu selalu ada di kepalanya, membuatnya muak dan meremas rambutnya dengan frustasi.
"Aku tidak menghamilinya ... aku samasekali tidak merasa!" ucapnya dengan mengetatkan giginya.
Clara yang bingung dengan apa yang terjadi pada Nathan, segera ke kamar mandi dan menghampirinya.
'Mungkin ... mungkin ini adalah bagian dari misi yang harus aku selesaikan,' batinnya saat melihat Nathan yang sangat frustasi. Dia pun menghampiri suaminya yang sedang berada di bawah guyuran air, lalu memeluknya dari belakang hingga dia pun basah kuyup.
"Tenangkan dirimu," ucapnya.
"Aku tidak bisa ... Aku ingin dia lenyap dari hidupku, pikiranku ... Dia tidak membiarkan aku tenang samasekali padahal aku sudah memberikan apapun untuknya," sahut Nathan kesal. "Dia selalu ingin aku mengutamakan kepentingan Frederica ... aku menurut semua itu, tapi sepertinya dia tidak pernah merasa cukup sebelum aku menikahinya. Itu tidak akan terjadi aku hanya ingin kamu, bukan dia!"
'Lalu bagaimana bisa kamu memiliki putri darinya? Apa mungkin kamu dijebak? Tapi kenapa ... Kenapa Patricia bisa segila itu hanya untuk menjadi istrimu sedangkan kamu sangat membencinya?' Clara bertanya-tanya dalam hati, lalu teringat pada Arion yang mengatakan bahwa dia akan mendapatkan banyak informasi dari buku harian milik Clara. 'Aku harus segera mencari tahu semua ini di buku itu. mungkin ada informasi yang bisa membantu aku melepaskan Nathan dari Patricia,' batinnya.
"Dia sudah hampir membuat hubungan kita kandas begitu saja ... aku benar-benar membencinya dan aku pikir aku tidak pernah menidurinya hingga hamil ... tapi dia memanipulasi segalanya hingga aku tidak bisa berkutik selain membiarkannya tetap tinggal di rumah papa dan memfasilitasi segala kebutuhannya, ibunya ataupun anaknya," ucap Nathan kemudian pembalikan posisi berhadapan dengan Clare. Dia menatap istrinya itu dengan intens kemudian menyebabkan rambutnya yang basah kuyup. "Terima kasih sudah memahami aku dan selalu percaya padaku hingga saat ini. Tanpa kamu mungkin aku sudah gila ..."
Clara mengangguk sambil tersenyum, meraba wajah Nathan yang basah kuyup dan terus terguyur air dari shower. "Karena ku mencintaimu... Aku akan selalu percaya kamu," ucapnya.
"Aku juga mencintaimu ... Aku beruntung punya kamu," sahut Nathan kemudian memeluk Clara dengan erat. "Kamu segalanya untukku ... ketidakmampuan terbesarku adalah kehilangan kamu ... aku tidak bisa ... aku sungguh tidak bisa," lanjutnya.
"Aku juga beruntung menjadi milikmu, menjadi orang yang selalu ada untukmu," ucap Clara sekenanya. Entah kenapa dia sangat sedih melihat Nathan yang ternyata menyimpan derita, bahkan akan mendapatkan penderitaan setelah 88 hari. Yeah, sisa waktunya dalam tubuh Clara adalah 88 hari. Setelah itu, Nathan pasti berduka.