Chereads / Dorgante / Chapter 23 - 23

Chapter 23 - 23

Yuandra melemparkan gelas ke arah tembok lalu berteriak keras pada Sekar yang lagi membersihkan serpihan kaca pemuda itu mendengkus muak lalu berjalan melewati perempuan yang hampir saja menyerah karena keadaan, pemuda tersebut mengirimkan pesan ke nomor Jiraina dan memangku wajahnya dengan satu tangan. Haruskah ia ke rumah gadis itu? Haruskah ia datang? Jiraina selalu saja memenuhi pikirannya tapi gak membuat hatinya melunak juga, cowok itu memaki dan membentak semua orang apalagi saat Sekar minta dibelikan daging ayam ... memang benar Yuandra pergi keluar namun gak lama ia membawa bungkusan plastik hitam yang berisi kucing liar. Yuandra gak mengatakan apa pun dirinya hanya merobek plastik seraya memenggal kepala kucing liar tersebut, Sekar gak memerhatikan kedatangan sang empunya rumah ia cuma duduk diam di dalam kamar seusai meminta daging. "Lo emang makan daging tapi bukan ayam," gumam laki-laki itu yang menyeringai jahat.

"Ini ayam, kan?" Yuandra tersenyum misterius lalu mengangguk namun Sekar meneguk ludahnya gak enak. Cewek itu membaui aromanya yang gak seperti daging ayam, Sekar menatap Yuandra penuh pengharapan kemudian menunduk memandang mangkuk sup itu. "Lo yakin? Ini beneran ayam, kan?"

"Kenapa bilang gitu mulu. Cepet makan!" Sekar gak ekspet kalau supnya bakal seenak itu tapi ada yang aneh sama rasa dagingnya perasaan dia doang atau memang benar, gadis itu menyeruput kuahnya tetapi langsung memuntahkannya begitu dengar kalau daging itu bukan ayam. "Daging kucing, enakkan? Udah gue duga si. Anak lo bakal suka, hehe." mau nangis saja rasanya dengar pernyataan itu, apa dia bilang anak Sekar? Tidak. Itu buah hati mereka berdua: Sekar menyangkalnya dalam hati hanya sebatas dalam hati.

"Kapan elo mau akuin anak ini? Kapan?!" seru perempuan yang menggeram marah cowok itu sama sekali gak punya hati, lambat laun ia akan terkena impact atas perbuatannya sendiri. Yuandra menatap dingin gadis di depannya lalu berbalik tanpa sepatah katapun, "GUE MAU PULANG!!!!!"

"Bisa diam gak!" amarah sang pemuda meluap setelah beberapa menit kesenangannya hilang, Yuandra memberikan pisaunya lalu meminta agar Sekar segera mengakhiri semuanya. "Kar, gue sayang sama lo. Tapi kalo elo buat gue marah terus nanti rasa sayangnya meledak, lo mau itu terjadi sama anak kita? Ouh wow gue akuin anak lo, yipi!" Sekar menggeleng takut. Perempuan itu tersiksa sebenarnya memutuskan Aruna, terjebak sama orang sakit kaya Yuandra bukan keinginan dari Sekar. Perempuan itu bahkan menangis sepanjang malam dihantui rasa bersalah pada orang terkasihnya menyesal melepas cowok sebaik dan sesetia Aruna, kelihatan jika sosok kaya Yuandra gak pantas dapat perempuan baik.

"I-ini bukan anak lo, g-gue bohong." Sekar meneguk ludag kasar lalu memundar langkahnya agak takut sama pemuda yang memojokkan dirinya, gak bertahan lama seorang tetangga mengetuk pintu dengan segera gadis tersebut membukanya. Gadis itu mencoba mengirimkan sinyal sos pada bapak-bapak di depannya namun sayangnya mata elang Yuandra terus memerhatikannya, "ouh mau ngasih besek? Iya tuan rumahnya lagi pergi pak. Makasih sekali lagi." usai menutup pintu Sekar bergegas lari ke dalam kamar dan mengunci pintu dari dalam gadis itu tau kalau Yuandra akan memberinya hukuman, laki-laki tersebut menggedor pintu hingga rusak.

"Sekar keluar sebelum gue rusak! SEKAR!!! KELUAR ATAU GUE BUNUH!!!"

Sekar ketar-ketir lalu mencoba mencari ponselnya yang jatuh tangannya gemetar, kakinya lemas sulit berdiri tegak. Perempuan tersebut mencoba menghubungi mantan kekasihnya tapi yang lagi di cafe bersama teman-temannya, suara gedoran pintu masih terdengar dari arah luar. Aruna menatap ponselnya dan ada satu panggilan gak terjawab dari nomor yang gak dikenal, "nomor siapa ya?" gumam lelaki pelan. Diwangga meliriknya sekilas lalu berceletuk menggodanya tetapi gak ditanggapi oleh Aruna. "Berisik Ngga, kalo gak tau ya diam aja gak usah sotoy."

"Ya kan cuma ngasih tau doang," seraya mencebikkan bibirnya kesal karena temannya terlalu serius menanggapi candaannya.

"Kaya gitu ngasih tau, yang gak lo kasih tau kaya mana? Udah diem. Cepet kelarin gue mau berangkat ngajar."

Diwangga kadang iri sama sifat pekerja kerasnya Aruna tapi ia gak iri sama kehidupannya karena jauh lebih makmur daripada temannya tersebut, bahkan apa yang ia gak punya dirinya dapat dengan uang rekeningnya. Tapi jeleknya Diwangga adalah kalau sudah minta gratisan gak tau diri dan selalu maunya gratis tidak pernah mau membayarnya ... seperti makanan yang ia makan saat ini Diwangga gak membayarnya itu dibayarin sama Aruna.

Jiraina memandang wajah Linggar yang tampak kusut karena dirinya sudah makan tadi saat berada di cafe, tapi gadis itu gak menolaknya juga malah menghabiskannya. "Gak usah ngambek gitu," kekehan dari perempuan di hadapannya meluluhkan hati sang pemuda yang menatapnya tenang.

"Gue gak marah, terus jangan ketawa. Lo lucu kalo lagi kaya gitu." kali ini Jiraina yang merasa malu dan tak mau menunjukkan rona merah dipipinya itu, si gadis memukul keras lengan berotot Linggar.

"Lo ngeledek ya?!!"

"Kaga!"

"Dih kok ngegas, berarti iya!" seru gadis itu lagi mereka beranjak dari peradaban lalu berjalan ke arah parkiran karena langit sudah mulai senja, Linggar tersenyum mengamati sosok di belakang tubuhnya padahal Jiraina gak sekecil itu tapi entah bagaimana terlihat sangat mungil dimata sang pemuda. Linggar menggeser netranya lalu merapatkan tangan si gadis pada sebuah pelukkan, agar keselamatannya terjaga. Jiraina mendadak jadi salah tingkah begini saat melihat sikap gentle dari cowok yang mengendarai motor ini, gadis tersebut tetap terlihat salah tingkah walau tau mereka gak ada hubungan special.

Gak ada yang ngegas juga Linggar hanya kebablasan saja tadi saat membalas ucapannya itu, pemuda menilisik setiap gesture wajah Jiraina. "Gak ada yang ngegas," santai si pemuda lalu mengajaknya ke tempat lain namun langsung ditolak karena hari sudah sore. "Lo salting ya?" kata pemuda itu.

"Kata siapa?!" Linggar menaikkan sebelah alisnya lalu mengulum bibirnya dalam gak lama setelah sampai pemuda itu agak memundarkan duduknya seraya mengerjap genit, sontak saja berakibat kejang pada si perempuan yang melihatnya. "Ngapain kaya gitu?! Mau buat gue melting ya!! Selamat anda berhasil! Dah sana pulang!"

"Udah pulang kamu, Ji?" Jiraina hampir saja kejungkal dan sebagai kakaknya Domain turut perihatin atas musibah adiknya itu, gadis tersebut marah-marah dan menyalahkan meja.

"Siapa yang taruh meja di sini!! Gak tau apa ada orang jalan!!?"

"Sendiri salah, meja kena marah." Domain menggeleng kepalanya heran lalu terkikik lantaran adiknya seperti manusia bodoh yang mau saja menasehati benda gak hidup seperti meja. "Ceramahin aja, dek. Abang juga sering kesandung karena dia, kkkk." Jiraina mengangguk lalu tersadar dan menatap nyalang ke arah kakaknya.

"Abang bodohin Ji lagi ya?!" Domain menggeleng kepalanya pelan lalu mengusap perutnya yang sakit melihat tingkah polos adik perempuannya. Laki-laki itu hanya bisa pasrah sama sikap mengejutkan adiknya tapi juga Domain gak berani main kasar pada adik semata wayangnya apalagi mengatai dengan kata kotor: Domain sangat menyayangi Jiraina.