Jiraina belum pasti sama apa yang di dengarnya tapi dari gaya bicara temannya itu jelas banget orang yang di omongin adalah Yuandra. Diabaikan serta gak dipedulikan oleh orang lain itu menurutnya hal biasa dalam kehidupan perkuliahannya selama ini karena pemuda itu hidup tanpa bimbingan kedua orang tuanya, bukan berarti dirinya gak memiliki itu: pemuda itu sangat memilikinya bahkan lengkap tidak kurang sekalipun tetapi cara mendidiknya yang pemuda tersebut menjadi manusia berhati iblis, Yuandra gak akan main-main sama keinginannya sekalipun harkatmartabat seorang wanita dipertaruhkan. Pemuda itu sama sekali gak pernah melecehkan perempuan namun cara dunia bekerja itu sangat keji dan Yuandra puas melihat mereka mengakhiri diri sendiri.
Saat melihat Jiraina ada perasaan aneh yang berkembang dalam dirinya, suka? tidak juga. Untuk pertama kalinya pemuda itu ingin merasakan cinta dari perempuan baik-baik, "gue mau festival nanti panitianya Jiraina. Apa pun yang terjadi libatin dia disetiap acara kita, paham." keras kepala Yuandra membuat teman-temannya menggeleng gak mau memahaminya, selepas dari rapat si pemuda langsung berjalan ke arah atap gedung kampus maksud hati ingin sebat tapi malah mendapatkan pemandangan gak terduga. Tapi sayangnya itu tak berlangsung lama ketika cewek itu turun Yuandra langsung bersembunyi dibalik tembok pembatasan, pemuda itu bergegas keluar ketika melihat Linggar hendak melengangkan kakinya menjauh dari tempat itu.
Linggar mengerutkan keningnya heran lalu mengembuskan nafasnya lelah, "apa? Mau apa lo halang jalan gue?" tegur cowok itu dengan nada seraknya tetapi Yuandra bukannya menjawab malah tersenyum seolah memancing sesuatu saat itu, boleh gak sih Linggar abai sama sekitarnya? Apa lelaki ini harus memohon dulu baru terjadi. Yuandra sempat mediam sebentar lalu melirik pintu di sampingnya, gak tahan banget buat hujat laki-laki berwajah animasi ini. Ia bahkan mendecih dan menatapnya dari atas head to food, agak risih sama cara ketua bem itu menatapnya pada akhirnya Linggar mendorongnya.
Yuandra tersenyum misterius, "lo beneran ada alter, kan?" Linggar jengah sama pembahasan yang itu-itu saja. "Ouh gue tau lo itu ... DID bener gue kan." Linggar diam saja tapi bukan berarti dirinya yang lain muncul, pemuda tersebut membalasnya dengan senyum khasnya lalu menggeleng seraya tergelak padahal gak ada yang lucu saat itu dan juga Linggar bertepuk tangan.
"Hadeh, gue waras kali. Gue bukan elo yang gila tapi ngakunya waras, terus kenapa kalo gue ada alter? Ganggu lo ya? Lo tuh perlu diperingatin agar menjauh dari orang-orang disekitar gue. Biar gak jadi hama."
"Lo nantang gue?" desis Yuandra yang menegakkan tubuhnya saat dengar penuturan dari Linggar.
"Gue gak nantang lo, tapi kalo lo merasa ya bagus, kan? Itu artinya elo masih punya nyali dan gak jadi banci yang cuma sembunyi dibalik ketek bapak lo." Yuandra mengepalkan tangannya gak suka sama gaya bicara Linggar: cowok itu terlalu banyak menghinanya dan menyeret nama ayahnya tapi Yuandra gak membalas dengan penghinaan yang sama juga, pemuda di depannya itu mengulum bibirnya tipis lalu mengeraskan rahangnya. Satu kali tekan langsung membuat Linggar diam dan terperanjat kaget sekaligus takut, "mau apa lo sama dia?!" Junior. Kelemahannya selain Jiraina.
Yuandra gak mengatakan apa-apa lagi tapi diamnya menjelaskan segalanya, pemuda yang menggerakkan jarinya menari-nari itu langsung mengulas seringai licik. "Takut? Kenapa harus takut? Kan tadi lo yang minta." raut wajah Yuandra langsung berubah seusai memandang lurus Linggar dengan tatapan meremehkan, "jangan pernah macam-macam atau adik lo tinggal nama." dinginnya yang langsung pergi meninggalkan pintu itu. Theo gak boleh muncul kalau itu terjadi Junior bisa dalam bahaya dan Linggar akan menjadi anak sebatangkara dan ia gak mau itu terjadi padanya, cukup kedua orang tuanya yang pergi Junior jangan. Linggar hanya punya adiknya cowok tersebut berpikir bagaimana cara agar Theo gak muncul dalam beberapa hari ini.
Linggar berjalan lurus ke arah kamar dan langsung mengunci pintunya kemudian masuk ke dalam seraya mengurung diri, di depan cermin ia berbicara pada sosok Theo. "Lo gak boleh muncul, apa pun yang terjadi gak boleh." Linggar berkata parau sembari menahan luka sayat ditangannya. "Tau ini apa? Luka ini bakal buat lo gak mau keluar." Linggar terduduk di bawah kasur gak lama ia mendengar suara adiknya sempat ingin membuka pintunya tapi ia urungkan.
"Gak bisa," sahut Theo yang langsung muncul begitu saja. "Luka itu butuh obat dan gue ada buat hal itu." Theo berdiri dan membalut luka ditangannya Linggar lalu suara itu kembali menggema, Theo menolehkan kepalanya dan langsung menghadap kebelakang. Junior, seperti apa reaksi kalau tau hal ini. Adiknya itu masuk dan menendang bokongnya hingga terpeleset jatuh ke atas kasur entah bagaimana Theo sudah memasang badannya di atas sana, sampai dikira tidur. "Ini Theo," Junior terkejut lalu bangkit dari atas kasur matanya gak bisa berbohong saat Linggar cosplay kaya begitu. Junior langsung tau tapi jelas itu gak cosplay kaya yang cowok itu kira, ini ... benar-benar Theo. Raut wajah marah terpancar dari rahang tegas Junior jangan sampai Linggar gak kembali, jika itu terjadi Junior gak akan memaafkannya. Theo terhuyung ke belakang hingga hampir terjatuh, sampai di detik berikutnya kedua pemuda itu saling menatap dengan tatapan dingin satu sama lain.
"Di mana abang gue?!"
"Ada."
"Gue mau abang gue." Theo heran memangnya kenapa kalau dirinya yang menguasai Linggar saat hendak menjawab ponselnya berdering dan langsung bergegas keluar, pemuda itu juga mengunci Junior dari luar kamar. Junior menggedor pintunya dari dalam percuma juga berteriak Theo gak akan mau membukanya dan bodohnya lagi pemuda ini gak membawa kunci cadangannya masuk ke dalam kamar, dibiarkan begitu saja di atas nakas samping kamar.
"Gak bisa, ada hal yang harus gue jalanin. Dan itu penting. Dia mau lo tetap aman." oufitnya Theo memang selalu serba hitam layaknya orang berkabung tapi siapa yang menyangka kalau cowok itu terlihat sangat cool dan manly daripada kepribadian aslinya yang manis nan tampan. Jiraina mengeluh entah untuk yang keberapa kalinya kala itu, gadis itu bingung bagaimana harus bersikap sama Yuandra yang selalu saja ngetreat dirinya layaknya putri raja: tapi di sisi lain ada Linggar yang selalu berlaku manis padanya.
Sepupunya itu hanya mengangguk paham sama semua ocehan perempuan itu, 'udah gila ini anak' begitulah jalan pikir Febri saat melihat tingkah abstrak saudaranya. "Gue kayanya suka deh sama Yuta," gumam Jiraina demikian. "Eh, bukan deh, bukan ini pasti perasaan buat Linggar." ucapnya lagi dengan nada yang semakin memelan. "Menurut lo gimana Dai? Gue sukanya sama siapa?" tanya Jiraina pada sepupu terdekatnya itu namun cewek itu keliatan gak berminat sama topik pertanyaan Jiraina.
Badai meliriknya lalu mengedikkan bahu acuh, "gak tau," sahutnya malas. Jiraina menatap sebal sepupunya itu lalu menoyor kepalanya dan berlalu pergi begitu saja sembari menggerutu kesal pada Badai. Domain pulang bukan berita bagus, apalagi kalau kakaknya tau rumah selalu berantakan kaya kapal pecah dan jarang diberesin sama dua anak ini, pasti mengamuklah kakaknya itu.