Yuandra menatap santai ke depan pemuda yang lagi menahan emosinya bahkan saat diajak berduelpun lelaki di hadapannya tetap diam dan gak melakukan perlawanan sama sekali. Yuandra menguap bosan lalu gak lama ia menelpon Jiraina kemudian mengulas senyum samar pada Theo, pemuda itu mengepalkan tangannya kuat: ini sudah bukan lagi soal umpan tapi Yuandra benar-benar menyukai perempuannya Linggar. Theo langsung bergerak secara vertikal lalu menempelkan belati dilehernya, gak taunya keramahan Yuandra selama ini hanya akting saja padahal banyak yang mengira kalau lelaki itu memang sangat mudah memercayai orang lain. "Ternyata elo gak sebodoh yang gue kira," ucap Yuandra yang menatap Theo dengan tatapan datar. "Ngaku aja elo Theo kan?" mudah bagi Theo untuk meniru Linggar.
"Bukan apaansih lo! Siapa Theo?" sahut Theo agak sedikit ngegas, hey! Bukan dirinya sekali berperilaku seperti ini. Yuandra menyulutkan batang rokoknya lalu menatap pemuda di sampingnya gak ada gairah berantem daripada di sini waktunya terbuang percuma lebih baik ia pergi menemui Jiraina yang sudah menunggu di depan halte bus ... sejak Yuandra pergi dari depannya lelaki berwajah tampan ini langsung mengikuti gerak langkah Yuandra tetapi ia menuruni gedung dengan meloncat dari balkon. Agak riskan sebenarnya. Theo agak kesusahan kala itu namun semuanya semudah ia menggenggam tangan perempuannya, helaan kalut keluar begitu saja.
Yuandra bergegas masuk ke dalam gedung kampus lalu berjalan mengarah kantin saat dalam perjalanan pemuda tersebut mendapat panggilan dari belakang ketika menoleh rupanya itu teman-teman satu organisasi. "Oi! Bruh!" panggil Bagas yang bersama temannya. Bagas sama Petra keliatan agak mengerut heran kemudian menghela panjang sama sekali gak kepikiran oleh Yuandra kalau mereka bakal bertemu di tempat umum kaya begini.
"Apa?" sahut pemuda itu kalem dan berjalan dengan santainya sembari memainkan ponselnya, Jiraina yang siap buat pergi ke depan kampus tapi malah ditarik masuk ke dalam dan tiba-tiba pemuda itu menagih janjinya buat menraktir tempo lalu. "gue laper, traktir sekarang." finalnya yang gak mau dibantah sama sekali tapi jelas garis wajah Jiraina berubah karena gak bawa uang banyak hari ini. Yuandra memandang wajahnya dalam diam karena gadis di hadapannya sedang memesan untuk satu orang saja, pasalnya gadis itu baru habis ngantin makanya mau pulang ... jika saja di depan gak ketemu sang pemuda pasti sekarang ia sudah bersantai di kamarnya.
"Nih," sodornya. Laki-laki itu hanya diam sembari mendorong piringnya mendekat lalu ketika hampir selesai Yuandra pergi begitu saja seraya mengacak-acak rambutnya, mau teriak rasanya karena seharian cuma beresin rambut doang di kamar mandi kampus. Jiraina menganga sama sikap lelaki itu lalu tercenung sendiri ketika sudah berlalu sampai gak sadar namanya terus disebut sama Bian di belakangnya: kekasih dari temannya itu benar-benar membuatnya terkejut saat itu bahkan mereka berdua datang tanpa memberitahu dulu.
"Ya ampun, Biandra! Elo ngagetin gue sialan!" kalau sudah seperti ini bagaimana sekarang? Apa ia harus menelpon orang rumah dulu karena hari ini sepupunya menginap. Itu juga atas permintaan konyol kakaknya sendiri, "kalo pada mau ke rumah jangan sekarang lagi ada sepupu gue. Males aja kalo di ajak ribut nanti, ngafelah hayuks." cerocos perempuan itu dengan sebalnya lalu menoleh ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang tapi entah siapa.
"Nyariin siapa? Linggar? Gak ada. Tadi doi pergi gak tau nemuin siapa," sahut Bian dengan nada santai si gadis gak bertanya atau menyangkalnya ia hanya mengangguk tanp mengeluarkan suara.
"Temen lo sibuk apasih? Kok kaya orang kebanyakan acara gitu," ya sebenarnya agak penasaran sama kegiatan Linggar jarang banget keliatan nongkrong atau ngafe bareng teman-teman sebayanya sudah kaya orang penting. Bian meringis mendapatkan pertanyaan itu tapi pemuda maklum sama Jiraina yang gak tau apa-apa tentang Linggar, "gue agak aneh aja. Elo yang kerja tapi temen lo yang sering absen karena sesuatu." cibir Jiraina.
Bian tersenyum penuh arti, "lo naksir ya?" ledek si pemuda yang mencolek dagu teman perempuannya itu. Jiraina sudah malas dengan pembahasan mereka berdua apalagi kan keduanya sama-sama lagi ada di dekat kampus karena mereka berdua ngafe dekat kampusnya. "Yailah doi masih ngampus sih besok gak perlu galau gitu. Denial amat lonya kaya gak pernah ketemu besoknya aja." Jiraina tau jelas maksudnya apa tapi gadis itu abaikan namun bukannya dirinya bermaksud untuk benar-benar abai terhadap cowok di hadapannya, gak sama sekali buat topik tertentu saja.
"Gak bisa apa lo mingkem?" sinis Jiraina.
"Gak bisa, besok kalo lo mau liat doi ke prodi gue aja. Haha. Ini gue serius loh ya."
"Fak! Gak berminat. Lagian besok guenya yang ada zoom di rumah." berusaha banget menghindar dari pembahasan sekali nona satu ini tapi gak masalah buat Bian, pemuda itu bisa cari tau dari kesayangannya. "Prestasi apa yang buat gue nanyain soal cowok kaya Linggar? Gue gak pernah ada niat buat jalani hubungan sama orang modelan kaya ampas tahu, tapi kalo Yuta bolehlah."
"Hati-hati neng dalam menilai cowok. Gak semua yang keliatan baik itu baik, siapa tau aja itu cowok bejat? Bener gak gue." Jiraina pusing sama pembahasan mereka salahnya juga yang bilang kaya begini sama orang serius kaya Bian, gak ada hal selain kerja dalam otaknya sama sekali. "Ada aspek yang perlu dipertimbangin sama cowok buat milih temen hidup, salah satunya materi." Bian melengang pergi setelah bayar minumannya ketika hendak berjalan pacar dari Bianca itu mengatakan bahwa billnya sudah pemuda itu bayar.
Jiraina menghela kadang ia iri sama Bianca, bagaimana enggak? Cewek itu masih memiliki keluarga lengkap dan punya support sistem yang baik kaya Bian. "Hufft! Iri," lirih gadis itu membuka laptopnya begitu selesai melamun. Jadi bagaimana kabar kakaknya sekarang ya, Jiraina agak menggerutu saat mendapatkan notifikasi sepupunya. "Aaa, bawel banget sih," keluh gadis itu menutup kembali laptopnya.
Junior menggedor-gedor pintu kamar kakaknya karena gak kebuka-kebuka lagian tengah hari begini siapa yang betah ada di dalam kamar, adik laki-lakinya benar-benar gak sabaran sampai membuka menggunakan kunci cadang. "Bang!" Linggar gak menyahut. "Bang!" masih belum ada sahutan dari arah kasur depannya. "Gue yakin ni orang pasti tidur, gue tendang aja kali ya." akhirnya cowok itu menendangnya dan terpeleset ke atas kasur.
"Ini Theo," Junior terkejut lalu bangkit dari atas kasur matanya gak bisa berbohong saat Linggar cosplay kaya begitu. Junior langsung tau tapi jelas itu gak cosplay kaya yang cowok itu kira, ini ... benar-benar Theo. Raut wajah marah terpancar dari rahang tegas Junior jangan sampai Linggar gak kembali, jika itu terjadi Junior gak akan memaafkannya.