Badai meliriknya lalu mengedikkan bahu acuh, "gak tau," sahutnya malas. Jiraina menatap sebal sepupunya itu lalu menoyor kepalanya dan berlalu pergi begitu saja sembari menggerutu kesal pada Badai. Domain pulang bukan berita bagus, apalagi kalau kakaknya tau rumah selalu berantakan kaya kapal pecah dan jarang diberesin sama dua anak ini, pasti mengamuklah kakaknya itu. Jiraina sebenarnya lelah menghadapi orang-orang tsundare sejenis Badai, tapi lelaki itu hanya malas bicara disaat seperti ini: gadis yang membuat teh itu melirik sepupunya kesal dan menghela pendek-pendek. Badai menoleh ke arah pintu saat mendengar suara ketukan dari arah depan, lelaki itu terkejut melihat kedatangan dari Domain.
"Ji, abang pulang! Kok gak ada orang?" gumam pemuda itu yang menunggu di depan rumah. Badai melangkahkan kakinya ke arah pintu sedangkan gadis itu tetap misuh-misuh karena perbuatan sepupu laki-lakinya ini gak banyak berkomentar. Domain mengulas senyum samar lalu melengang masuk ke dalam rumah, "di mana Ji?" tanya kakak sulungnya itu. "Kok gak keliatan padahal biasanya nyapu halaman depan." Badai mengangguk seraya membantu membawa barang bawaan kakak sepupunya itu, Badai sendiri juga cuma bisa menceritakan kegiatan akhir pekan cewek itu.
"Ada di dalam mau bilang apa juga gue bang. Kerjaannya ngomel mulu untung elu udah pulang. Jiraina lebih bawel dari Silver, bahkan Perak aja gak segitunya." Domain tertawa mendengar keluhan dari Badai pasalnya keluarga dari mendiang ibunya itu memang gak begitu banyak ngomong, kedua lelaki itu saling bertukar kabar kemudian berbicara mengenai pekerjaan masing-masing.
"Kedatangan bang Domain membagongkan banget, kaget gue." Domain cuma memutar bola matanya malas tapi ia tetap tersenyum walau gak begitu jelas kadang adiknya itu bisa bertingkah layaknya seseorang yang riang padahal anak sulung dari dua bersaudara itu kalau Jiraina gak akan pernah tenang sebelum pelaku pembunuhan temannya ditemukan. "Giman— Ji gak mau nanya kerjaan abang karena udah pasti jawabannya itu adalah enak. Jadi iri." gadis itu cemberut tapi wajahnya muramnya langsung pudar saat kakaknya bawa oleh-oleh khas Ausie.
"Ngapain si iri," celetuk Badai yang menggamit hadiah dari Domain. Jiraina berkedut geli saat dengar apa yang dikatakan sama Badai tapi anehnya perempuan itu gak tersinggung apalagi marah. "Jadi intel berat walau ada enaknya, tapi elo gak ngiri gitu. Kalo pulang bawa hasil kan situ yang untung," Jiraina merenung. Apa yang dibilang sepupu laki-lakinya ada benarnya, Domain menggeleng gak habis pikir lalu ponselnya berbunyi saat sedang berbincang barenga dua adiknya: pemuda melirik Jiraina kemudian melangkah pergi ke dalam kamarnya. Badai tau gerakkan bawah tanah dari kakak sepupunya itu mengisyaratkan ada keadaan darurat.
Yuandra mengelap keringatnya basah lalu melemparnya sembarang arah pemuda itu gak peduli karpet buludrunya terkena bakteri atau kuman biarpun karpetnya seharga 18 juta. Pemuda itu gak peduli saat ini ia sedang mencari boneka kesayangannya ya itu Sekar entah ada di mana perempuan tersebut. "Kar ... Sekar! SEKAR!! SEKAR BRENGSHAKE!!" kemarahannya sungguh di luar kendali raut kacau dan tampang berantakannya gak bisa lagi ia kondisikan. Sekar mengatur nafasnya ketika berada di lantai bawah rumah Yuandra gak tau kenapa perempuan lagi dalam masa keberuntungannya karena pemilik rumahnya sendiri gak tau keberadaannya walaupun Sekar dapat mendengar jelas teriakan dari Yuandra yang lagi murka mencarinya.
Tap. Tap. Tap. Sekar menahan nafas saat dengar suara langkah kaki ke arah ruangan tempatnya bersembunyi, "Kar lo harus tenang, gak boleh banyak pikiran kasian anak lo." gumam gadis itu pelan lalu kepalanya melihat ke arah luar seraya memastikan Yuandra gak menemukannya. Sekar bernafas lega namun satu detik kemudian jatungnya dibuat lompat ketika Yuandra menemukannya, lalu setelah itu terdengar suara rintihan keras dari bawah sana.
"Gimana? Enak? Anak kita ... laki-laki!" Sekar merintih kesakitan bahkan usia kandungnya belum menginjak lima bulan, Yuandra tersenyum kemudian berjalan mendekat ke arah perempuan itu. "Gak usah hamil." ucapnya dengan nada super dingin lengan gadis itu mencengkeramnya kuat sembari mengatakan tolong pada lelaki di depannya.
"T-tol-ong! S-sa-ki-t!" Yuandra menghela jengah dan langsung memanggil 119 kemudian melirik Sekar sekilas. "Y-yu-an!" sengal Sekar yang semakin membuat Yuandra merasa geram.
"Gak perlu banyak bacot." umpat cowok itu lalu merubah ekspresi wajahnya jadi sangat begitu khawatir ketika para medis datang, ketika sudah banyak orang cowok itu langsung bersandiwara. "Sekar! Ya ampun! Lo harus bertahan!" Yuandra agak jijik ketika mengatakan itu pada saat ambulannya pergi dari rumahnya sang pemuda bergegas ke ruangan tadi dan membersihkan sisa darahnya. Beruntungnya gadis itu gak mati seperti korbannya yang lain, setidaknya pemuda itu masih selamat dan gak akan merasa direpotkan buat buang jenazahnya.
Jiraina berjalan ke arah kantin anak tehnik pemandangan cogannya lebih terasa daripada kantin fakultasnya padahal teman-temannya mencari sedaritadi gak tau kenapa dirinya lebih memilih kantin anak tehnik, saat sedang duduk salah satu anak prodi itu melakukan catcalling tapi bukannya marah atau merasa risih gadis itu malah mau menimpuknya dengan segelas botol akua. Habis gitu tertawa karena merasa lucu sama anak-anak di sana hanya dengan melihat apa yang mereka bicarakan sekali saja tapi itu sudah cukup efisien buat Jiraina merasa kenyang. Semua di luar dugaan gadis itu saat melihat dari jauh teman-temannya melambaikan tangan seperti orang kampungan, "gak bisa lebih kalem dikit apa?!" cebiknya seraya mengomel kecil.
Billa tergelak lalu menghela panjang atas apa yang terjadi, "gak ngelas? Bukannya ada matkul bu Binti? Kan elo paling anti sama doi," ujar temannya itu yang melengang keluar dari koridor.
"Agak males sebenarnya, tapi demi nilai gak apapahlah ya. Lagian orangnya juga gak galak kaya pak Mahmud, kalo aja walas gue bu Bintang enak deh gue." Bianca cuma menoyor temannya itu sembari terkekeh kecil karena terlalu berharap pada sang Profesor. Bianca juga gak banyak berceloteh karena asik mengirim pesan sama Bian kekasihnya terlebih lagi pada saat tau kalau mereka sedang di area luar kampus, "mau ke mana lo? Bian ngajakin madol ya!" omel Jiraina saat tau keduanya berkirim pesan.
Sembari menentang tas besar yang berisi jualan online shopnya itu Jiraina memandang Bianca dengan tatapan mematikan, "gue cuma ke tempat Chika doang. Doi sick jadi harus jengukin, sebagai calon ipar yang baik kudu perhatian," cerocos Bianca yang berlari menghampiri Bian.
"Gegayaan pake bahasa enggris lunya!" sembur Billa yang dibalas tawa meledek oleh Bianca.
Jiraina memutar bola matanya malas. "Hilih ilisin!!! Woy gak bakal gue terima tipsennya!!!" pekik gadis itu keras hingga beberapa mahasiswa memerhatikannya, serta banyak maba yang memandang ke arah mereka. Brisia berusaha menenangkan temannya itu tapi Jiraina tetap saja emosi dan gak mau mendengarkan ucapan, selepas sampai di kelas kedua cewek itu langsung memilih kursi paling depan. Billa duduk di samping kirinya gak lama Aruna mengisi yang kanan karena bakal ada kusioner jadi gak khawatir gak kedapatan tempat buat kelas berikutnya, "eh, Ru. Gue sengaja ngisi tengah biar Bianca dapat tempat." Aruna menaikkan satu alisnya lalu hendak pindah tapi diurungkan karena sudah terlanjur.
Linggar menghela kesal saat rapat gak ada yang bisa ia andalkan kecuali Diwangga dan Rinco, agak jengkel juga kalau anak-anak gak berguna kaya begitu. "Kerjanya apa si?! Proker aja belum siap?! Terus cetak biru yang gue minta mana? PSDMO ketuanya siapa?" omel pemuda itu yang melempar beberapa kertas karena geregetan sama teman-temannya.
"Gak ada SDMnya jadi ketunda semua." ujar Nina yang takut melihat kemarahan dari Linggar, pemuda di hadapannya itu mengambil map hijau. "Gue belum foto kopi tapi itu udah di setujui kok, karena acara kita bareng sama Senat dan juga BEM jadi gak ada alasan buat dekanat nolak." papar cewek itu yang langsung meredakan amarah Linggar.
"Kapan demonya?" tanya salah satu peserta rapat.
"BESOK!!" teriak Bian yang ditatap heran oleh anak-anak Himpunan, "agak telat tapi siang udah jadi. Foto kopi ngantri gue males ke seberang jalan." jelas cowok itu yang memberikan instruksi pada yang lain, sebenarnya kalau ngomong biasa bisa tapi namanya juga Bian gak ngegas bukan Bian banget. Hal paling aneh kalo cowok itu sudah ngelindur saat lagi tidur paling aneh menurut teman-temannya, soalnya ngelindurnya jadi dinosaurus. Kan aneh liatnya mana pas lagi sama Bianca di kamarnya video kesebar di grup line angkatan.
Tapi cowok super cute nan manis itu kalau lagi berduaan sama pacarnya, sudah serasa dunia milik berdua. "biasa aja, Kamal!" semprot Diwangga yang ada di sampingnya gak ada maksud lain temannya itu takut mengganggu rapat saja padahal kalau diperhatikan suasana rapat juga gak tegang-tegang amat.