Chereads / TRAITOR / Chapter 4 - Serupa Tapi Tak Sama

Chapter 4 - Serupa Tapi Tak Sama

Ia tampak semakin menderita ketika Carren dan Cessie berlonjak-lonjak di atas bahunya.

"Carren! Cassie! Jangan begitu, kasihan kan Papa!" kata Vera sembari menatap tajam. "Ayo, Carren ikut Mama saja!"

Yang ditawari hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, rambut hitam panjang tebalnya bergoyang-goyang seperti lonceng. "Nggak mau! Carren mau sama Papa!"

Matthew tersenyum dan buru-buru melarikan kedua anaknya ke dalam kamar tidurnya. Ia mengangkat tubuh Carren ke kasur tingkat teratas, dan Cassie di bagian bawahnya. Mendadak Cassie meminta untuk pindah tidurnya. Ia takut jika nanti tempat tidur di atasnya akan ambruk, lantaran Carren terlalu banyak bergerak.

Matthew kemudian membujuk Carren untuk bertukar tempat dengan adik kembarannya, yang hanya selisih beberapa menit dilahirkannya setelahnya.

Ajaib. Carren menurut.

"Di langit ada kecoaknya!" becanda Carren. Matthew mendelik.

Muka Cassie pucat. Ia meronta-ronta saat papanya menggendong tubuhnya ke atas.

Matthew menatap Carren tajam. Carren tersenyum kecil tanpa merasa bersalah.

"Cassie nggak mau!!" jerit Cassie lagi.

Matthew mati-matian berusaha membujuk Cassie untuk mau tidur di atas. Cassie menolak. Ia merajuk agar diizinkan tidur di kamar padanya saja. Carren yang mendengarnya, juga ikut-ikutan mengajukan permintaan yang sama. Poor, penuh nada harapan.

Matthew kontan ngeri membayangkan memikirkan ranjangnya yang kecil ditempati mereka berempat. Dulu sewaktu Carren dan Cessie masih kecil, masih ada ruang tempat yang dapat disisipkan untuk mereka. Tapi mereka sudah semakin besar. Mereka berdua sekarang sudah berumur lima tahun. Dan lihatlah tubuh mereka yang gemuk dan menggemaskan itu! Pipi-pipi yang tembem. Matthew membayangkan ia bisa saja jatuh dari tempat tidurnya tengah malam nanti bila si kembar ikut-ikutan tidur di ranjang yang sama nantinya.

Lagi pula, Carren selalu bergerak-gerak dan berganti-ganti posisi jika tidur.

"Tidak boleh!" kata Matthew mengakhiri pemberontakan si kembar.

Cassie terisak. Matthew mulai panik.

"Cassie...., lihat itu! Nggak ada kecoak di langit, kan? Kecoak takut dengan anak manis seperti Cassie! Nah... nanti kalau kecoaknya datang, tutupi saja wajah Cassie dengan selimut. Pasti kecoaknya akan hilang!" hibur Matthew.

Mata bening Cassie menatap wajah papanya. Dan ia menggeleng lagi. Ia benar-benar takut. Wajahnya mengerut. Disembunyikan wajahnya dalam pelukan dada papanya.

"Cassie mau tidur di bawah saja!"

Matthew mendesah. Kemudian ia melirik Cassie yang meringkuk di kasur bawah. Matthew tahu, anaknya yang cerdas itu tentu sedang berpura-pura tidur. Setengah geli bercampur gondok ia memandang rambut Carren yang hitam legam lurus itu sedikit-sedikit bergerak. Matthew membelai rambut Carren. Ia selalu yakin bahwa kelak Carren akan menjadi seorang wanita sukses di kemudian hari.

"Carren, kamu mau pindah tidur di kasur atas?"

Carren menoleh dan mengucek-ucek matanya yang sebenarnya tidak merah. Ia tidak menolak ketika digendong ke kasur atas.

Cassie kini berada di kasur bawah. Tangannya erat menggenggam selimut.

"Selamat tidur anak-anak!" katanya. Akhirnya Matthew bisa bernapas lega. Dikecupnya kening Carren dan Cessie satu per satu. Setelah memastikan jendela sudah di tutup rapat, Matthew bergerak menuju pintu kamar. Ditutupnya pintu perlahan.

"Pa....?" panggil Carren.

Matthew melongokkan kepala ke dalam. "Ya..., ada apa, Sayang?"

"Besok jadi jalan-jalan ke taman, kan?"

Matthew diam. Besok adalah hari terakhir libur sekolah. Banyak turis yang harus kembali ke kota asal mereka. Akan banyak sekali penumpang yang membutuhkan tumpangan untuk mengantarkan mereka menuju airport, terminal bus, atau stasiun kereta api. Sopir-sopir taksi umumnya jarang melewatkan kesempatan ini. Sejujurnya, Matthew berniat untuk pergi ke Hotel Le Meredin pagi-pagi sekali, dan memarkirkan mobilnya di barisan terdepan.

Tapi ternyata ia lupa jika punya janji dengan anak-anaknya.

'Aduuhh...!' batin Matthew, sambil memijit-mijit keningnya.

"Nanti beli Sempoa Chips, ya, Pa?" sahut Cassie.

"Iya..., es krim juga!"

Cassie menyahut lagi, "Mama juga diajak!"

Matthew diam agak lama, sebelum ia sadar, sebelum ia sadar bahwa kedua anaknya tengah menanti dan menunggu penuh harap jawabannya. Ia mengangkat bahu. Tidak ada pilihan lain. Anak-anak itu lebih menakutkannya.

"Oke..., kita lihat seberapa pagi kalian bisa bangun besok!" ucap Matthew serak.

Bulan ini yang jelas pemasukannya bakal menurun. Matthew cepat-cepat menutup pintu dan pergi.

"Asyik.... besok kita ke taman!" teriak Cassie. Ia tidak bisa menahan gembiranya.

"Kita bisa pamer sama teman-teman!"

"Iya....!"

Mereka berdua terdiam. Cessie membenamkan tubuhnya ke dalam selimut bergambar Barbie dengan latar belakang warna merah.

"Selamat tidur, Carren!"

Carren membalasnya. Mereka kemudian tidak bicara sama sekali. Masing-masing berpikiran satu sama lainnya terlah tertidur. Carren menatap langit-langit di atasnya yang jaraknya tak lebih jauh dari satu meter. Lalu ia jatuh tertidur. Seperti biasa Carren tidak tahan untuk diam manis. Kakinya mulai di lemparkan ke sebelah kanannya, dan sedetik kemudian ke sebelah arah satunya lagi. Sprei nya dengan segera menjadi berantakan, dan tercabut dari sisi-sisinya.

Cassie mendengar bunyi kayu berderak-derak. Serta merta ia terbangun. Tepat ketika ia akan mendapatkan hadiah sepatu baru di dalam mimpinya. Menoleh ke atas, dan terbelalak ngeri.

"Carren....! Jangan gerak-gerak!!! Nanti jatuh, awassss!!!!!"

Cassie memang berharap di belikan sepatu baru, tetapi ia akan lebih bersuka cita bila mendapatkan ranjang baru tanpa Carren di sebelah atasnya....

***

Pukul sembilan lewat dua puluh menit, Matthew keluar dari dalam rumah. Ia mengenakan topi merah dengan tulisan "Fadrich Docker" di bagian depannya. Fadrich Docker adalah nama tim football terkenal di Australia bagian barat. Topi itu di belinya ketika ada diskon besar-besaran di Murray Street, sekitar dua bulan yang lalu. 

Matthew mematut-matutkan dirinya di depan cermin. Rasanya topi itu seperti baru saja dibelinya. Ia memang jarang memakainya. Bau kamfer. Matthew nyengir.  Apakah itu pertanda bahwa ia memang jarang sekali mempunyai waktu untuk bersantai? Ia melirik bajunya yang bermotif bunga berwarna-warni yang baru saja dibelikan Vera. Matthew mengedikkan bahunya. Terserahlah! Meskipun ia sebenarnya merasa terlalu flamboyan mengenakan corak  model seperti itu.

Carren dan Cessie muncul dari belakangnya. Mereka mengenakan  pakaian yang sama warnanya; putih. Matthew menerka, sebentar lagi pakaian mereka akan segera kotor. Setibanya di taman nanti, mereka tentu tak akan bisa menahan diri untuk tidak berguling-guling di atas rumput, terutama Carren.

Vera menyusul terakhir. Rambutnya yang agak kecoklatan, dan itu tidak diwariskan kepada anak-anaknya, digulungnya ke atas. Ia tampil cantik dengan daster terusan warna krem berenda motif bunga mimosa. Tangannya menjinjing keranjang anyaman berisi roti isi Vegemite, semacam selai berwarna coklat dan gurih. Rasanya menakjubkan, selagi tidak dicampur dengan madu. Bagi kebanyakan orang Eropa, campuran semacam itu sangat tidak masuk akal.

Vera melambaikan tangan pada Matthew. Ia menyuruhnya untuk mengangkat tikar plastik. Matthew bengong. Agaknya ia baru sadar bahwa mereka benar-benar berniat untuk piknik hari ini.

Mereka segera masuk ke dalam mobil. Carren langsung berkomentar tentang betapa pengapnya ruang dalam mobil. Matthew hanya diam saja. Ia segera keluar dari mobil dan membuka tutup bagasi belakang. Diletakkannya keranjang anyaman dan tikar itu di dalamnya. Saat ia melongokkan kepala ke dalam. Vera tengah memimpin anak-anaknya untuk bernyanyi.