"He-Her … ros … to-tolong A … ku!" Suara Kara tercekat.
Lilitan kertas mantra itu begitu kuat menekan pita suara dan jalan napasnya. Itu membuat Kara tak kuasa lagi menghirup udara.
"APA YANG KAU LAKUKAN??!!! HENTIKAN!!!"
Mata Heros nampak berkilat marah. Ia menatap pria kurus itu dengan sangat tajam seakan tubuh pria itu akan bolong karenanya. Kemarahannya jelas karena pria itu mengancam nyawa kawannya.
"Hentikan katamu? Tak akan!" tolak pria itu dengan tegas. Wajah ramahnya telah menghilang sejak tadi.
"Kalian para siluman memang harus dilenyapkan sebelum berulah. Bukankah kalian seharusnya belajar dari masa lalu? Jangan mengganggu manusia!" Pria itu menghardik lagi dengan wajah merah padam.
Apa katanya? Mengganggu? Heros semakin tak tahan mendengarnya.
"Apa kalian ada yang terluka karena kami?! Tidak, Kan!!! KAMI TAK MELAKUKAN APAPUN!!!!"
Pria itu terkekeh lalu menyeringai dengan tatapan elangnya, "Maaf, tapi kami tak begitu bodoh untuk mempercayai siluman seperti kalian!"
Heros begitu geram mendengar ucapan pria itu. Mengapa pria itu seakan melimpahkan kesalahan siluman lain pada mereka berdua. Padahal mereka memasuki desa ini dengan baik-baik.
"Arrggghh!!!"
Rintihan Kara terdengar semakin menyakitkan. Siluman gagak itu kejang-kejang seakan menjemput ajalnya. Heros semakin bingung dan tak tega melihatnya mengerang kesakitan.
Pria kurus itu terbahak-bahak menatap ke arah Heros yang marah tak berdaya. "Sebelum aku membunuhmu … saksikanlah kematian kawanmu itu terlebih dahulu!"
Perkataan itu sontak memancing amarah Heros semakin meluap. Rahangnya mengeras menahan aliran darah yang terus menerjang wajahnya karena menahan amarah yang begitu dahsyat. Lantas tanpa ia sadari … auranya berubah.
Aura Heros yang tadinya biru dan dingin seperti es, kini malah memerah semerah merahnya. Membara bagaikan api yang begitu panas dan siap membakar siapa saja di hadapannya.
Pria kurus itu sampai tertegun melihat perubahan aura siluman dalam perangkapnya yang berubah menjadi sangat berbahaya.
"Auranya …." Sesaat ia bergidik ngeri menatap mata Heros yang menghitam legam dengan kilatan merah yang menyala. Siluman itu terus mengeluarkan kemarahannya menjadi aura panas yang mulai terasa membakar.
Para warga desa yang mengelilingi Heros bisa merasakan panas yang menyentuh kulit mereka secara cepat. Semakin lama semakin panas. Auranya Meledak!!!!
BLAAAAAARRRRRRRRRR!!!!!!
Aura dahsyat itu memberontak keluar dari tubuh Heros. Menerjang para warga desa seperti ledakan gas elpiji emak-emak rumahan.
"Aaaarrgghhhh!!!!"
Sontak semua warga terhuyung mundur karena sambaran api itu. Mereka terjatuh sambil meringis kesakitan disekujur tubuh karena luka bakar. Beberapa diantaranya bahkan kehilangan penglihatan dan buta karena kobaran itu berhasil menyeruak mata mereka.
Bersama dengan rintihan-rintihan itu, lingkaran penangkal pun hilang karena warga desa telah berhenti membacakan mantra suci. Sehingga Heros yang dikuasai amarahnya makin ingin menyerang mereka dengan membabi buta.
Apalagi pria kurus yang sudah membuatnya marah, tentu tak akan ia lepaskan.
"ROAAARRRRRR!!!!!" Heros melepaskan semburan api dahsyat itu ke arah si pria— murid Saint— itu dengan sekali hembusan. Sekejap ia terbakar bersama rumah tua miliknya. Hangus seketika.
Hancurnya sang pemilik membuat kertas mantra di leher Kara pun ikut hancur. Kara langsung tersengal-sengal begitu udara menyapa paru-parunya lagi.
Belum lagi Kara dapat bernapas normal, pemandangan selanjutnya membuatnya terkejut tak percaya. Pupil matanya melebar mengetahui apa yang ingin dilakukan Heros kepada orang-orang yang bersalah padanya.
Heros tengah berdiri seakan bersiap untuk membakar para warga yang sudah terkapar tak berdaya. Mereka jelas menjerit kesakitan dan ketakutan. Namun Heros yang gelap mata seakan tak peduli dengan itu.
"Hentikan, Heros!!!" teriak Kara. Ia berusaha sekuat tenaga menyadarkan Heros yang sudah tak bisa mengendalikan dirinya. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada siluman itu?
"Kau bisa membunuh mereka jika begitu! Kau lupa dengan keinginanmu?! Kau bilang tak akan membunuh manusia, bukan?!!" Kara seakan putus asa melihat Heros yang bergeming.
Mata nyalang siluman itu masih membara dengan tangannya mencengkeram kuat leher manusia di hadapannya.
Krak!
Satu lagi manusia terbunuh akibat cekikan panas yang langsung membakar tenggorokannya.
"Heros! Sadarkan dirimu! Ingatlah ibumu!!!"
Ajaib! Begitu kata-kata itu diucapkan, seketika itu juga Heros tersadar. Matanya mulai normal berwarna kelabu kembali. Auranya juga seketika berubah menjadi biru dengan nyala yang lebih redup.
"A-a-apa yang aku lakukan?!!" suaranya bergetar mendapati dirinya tengah mencengkeram leher manusia yang menyebabkan manusia itu mati mengenaskan. Kulitnya terbakar dan melepuh.
Heros terlonjak kaget dan langsung melepaskan cengkramannya. Ia tersentak mundur beberapa langkah.
Kara yang keadaannya belum pulih, berusaha berjalan mendekati Heros untuk menenangkan siluman itu.
Dengan kaki yang terseok-seok, Kara mencoba yang terbaik. Ia tahu Heros sangat terkejut dengan ini. Meski ia juga sama terkejutnya. Batinnya terus bertanya-tanya. Kekuatan apa lagi yang dimiliki siluman ini?
"A-aku … apa aku yang melakukan semua ini?" Heros nampak begitu cemas dan ragu meski ia bisa mengingat apa yang telah ia lakukan tadi, namun Heros sama sekali tak bisa mengendalikan dirinya.
Tangannya sampai bergetar karena tak menyangka telah berbuat sekeji ini. Dari mana datangnya kekuatan aneh itu? Apakah akibat pertambahan kekuatannya lagi? Sungguh Heros ingin memaki dirinya sendiri sekarang.
"Tenanglah, Heros …. Kendalikan dirimu." Siluman gagak itu pun nampak begitu cemas. Entah ia harus senang atau tidak dengan ini semua. Jika kekuatan Heros tak terlepas tadi, ia yakin sekarang gagak lain mungkin akan memakannya karena telah menjadi bangkai.
Kara memegang lehernya lagi dan bergidik ngeri membayangkan dirinya yang hampir tewas.
"Ayo pergi dari sini, Heros! Kau harus menenangkan dirimu!" Ia tahu pemandangan ini hanya akan memperburuk mental Heros.
Dengan ragu, Heros akhirnya melangkah pergi setelah Kara membujuknya lagi. Pikirannya tak tenang dengan kejadian ini.
'Apa yang terjadi padaku? Kenapa tiba-tiba aku tak bisa mengendalikan diri?' batin Heros dalam perjalanannya. Siluman itu sangat putus asa dengan perbuatannya.
Heros nampak kebingungan dan tak tahu arah meski kakinya terus melompat dari satu pohon ke pohon yang lain.
Dan setelah lima belas menit lamanya perjalanan menegangkan itu, Kara memutuskan untuk meminta Heros berhenti. Kara tahu pikiran siluman itu sedang kalut dan bingung. Pijakannya saja tak karuan. Ia hampir terpeleset beberapa kali.
"Heros! Berhenti!" Kara berteriak karena Heros masih terus memacu kakinya. Ia tak mengindahkan perkataan Kara sedari tadi. Padahal suaranya begitu keras di telinga siluman itu karena ia bertengger dibahunya, "HEROSS!!"
BRUKK!!!
Heros akhirnya tersadar saat kakinya tergelincir dan menyebabkan mereka berdua terjatuh.
"Jangan melangkah lagi! Beristirahatlah dulu …," ujar Kara sambil bangkit dari tanah dengan meringis.
Namun Heros tak menggubris perkataannya. Siluman itu begitu pucat. Mungkin ia masih sangat syok dengan apa yang baru saja ia lakukan. Heros masih saja duduk termenung. Ia bahkan tak merubah posisinya saat jatuh.
"Heros, bicaralah sesuatu!"
Mendengar itu, Heros memandang tak suka.
"KAU INGIN AKU BERKATA APAA?!!" bentaknya.
Kara sampai terkejut karena nada suara Heros yang meninggi. Ia tak sangka siluman itu akan membalas ucapannya begitu.