"Sebelum aku membukanya, aku ingin membuat kesepakatan denganmu." Rai menatap Heros dengan serius.
"Aku ingin kau membantuku menyelamatkan orang-orang desa. Aku tak bisa melakukannya sendirian. Aku mohon padamu, Heros… tolong bantu aku."
Heros tak mengatakan apa-apa. Alisnya hanya menukik dengan tajam. Namun Rai tak mengatakan apapun ataupun bertanya padanya lagi tentang kesediaan siluman itu. Tangan pemuda itu sibuk mencabut satu persatu kertas mantra yang tertempel pada jaring besi itu.
Begitu kertas mantra terakhir tercabut …
BRAAAKKKK!!!
Heros seketika menghancurkan jaring besi itu dan melesat ke atas pohon.
"Hahahahaha … ayo, Heros! Kita pergi dari sini!" seru Kara dengan wajah gembira. Rencananya untuk menghasut Rai agar mau membebaskan Heros berhasil.
Dari awal, Kara memang tak pernah sedikit pun berniat untuk membantu Rai. Tujuannya hanyalah menghasut pemuda itu agar membebaskan Heros dari perangkap. Jimat yang dipasang pada perangkap besi itu memang tak akan bisa ditembus oleh siluman sekuat apapun. Karena itu Kara tak bisa membantu Heros.
"A-apa?! Kau menipuku??!!!" Tunjuk Rai pada Kara dengan wajah berang.
"Hah! Dasar manusia bodoh!! Mana mungkin kami membantumu! Memang apa untungnya untukku dan Heros!"
"Ayo, Heros!! Kita pergi dari sini!!" ujar Kara lagi setengah berteriak.
Kara pun mengepakkan sayapnya dan terbang jauh bersamaan dengan Heros yang melompat-lompat dari satu pohon ke pohon yang lain.
Namun baru sekitar lima meter, Heros berhenti. Kara pun menoleh ke arah desa mengikuti tatapan Heros.
"Ada apa, Heros?" tanya Kara.
Namun Heros hanya diam saja tak memberi jawaban. Matanya tak beralih dari kepulan asap desa yang makin menebal.
"Apa yang ingin kau lakukan, Heros?" Kara mengernyitkan dahinya melihat Heros mengepalkan tangannya.
"Aku harus mencari tahu tentang sesuatu. Jika kau tak ingin ikut, sebaiknya tunggu aku disini saja."
Syuuttt! Syuttt! Syuutt!
"Heros! Heros!" Kara meneriaki Heros yang meninggalkannya. Heros secepat kilat melesat melompati satu pohon ke pohon yang lain menuju arah desa dihadapannya.
"Heros! Aku ikut denganmu!" Rai pun berseru melihat Heros sepertinya menepati janji yang bahkan belum disetujuinya. Pemuda itu segera menaiki Hurricane Boomerangnya kesana untuk menyusul Heros.
Kara hanya memperhatikan keduanya yang sudah nampak menghilang dari hadapannya. Mungkin kedua pria itu telah sampai ditempat pertarungan mereka. Walau Kara tak yakin jika mereka masih sempat menyelamatkan penduduk desa Nogyo, karena sudah sedari tadi siluman kelabang raksasa itu menyemburkan api ke arah bola pelindung Rai.
"Sepertinya …"
"… jiwa manusia Heros sedang menguasai dirinya, ya."
Pakkk! Pakkk! Paakkk! Paakkk!
Kara pun terbang meninggalkan tempat itu. Setelah semuanya aman, ia berniat kembali pada Heros untuk bertanya.
Namun baru beberapa kepakan sayap. Mata Kara melebar. Ia terperanjat melihat sekelebat siluman sedang mengarah ke arah desa Nogyo yang sudah porak poranda.
"Ada siluman lagi?" ucap Kara pada dirinya sendiri. Ia nampak begitu khawatir melihat siluman itu makin mendekati desa. Sementara dari kejauhan, Kara bisa melihat bagaimana kuatnya siluman kelabang raksasa itu.
"Gawat! Heros!!!" Kara cemas melihat ke arah desa.
"Dia bisa kewalahan jika bertarung sendirian!"
ROAAARRRRRRRRRRR!!!!!
ZRAASSSSSSSSSHHHHHHHHHHHHHHHH
Semburan api yang sangat dahsyat terus saja keluar dari mulut siluman kelabang raksasa itu. Semua orang yang berlindung dalam bola bumerang angin milik Rai begitu ketakutan karena bola angin itu mulai menipis bahkan retak.
Teman-teman Rai yang juga berada dalam bola angin tersebut nampak bersiap-siap dengan busur mantera mereka, meski mereka tahu panah-panah itu tak akan pernah bisa menembus api yang keluar bertubi-tubi dari mulut siluman kelabang itu. Bahkan sebelum anak busurnya lepas, mereka pasti sudah terbakar lebih dulu.
Tiba-Tiba …
"CAKAAAAAR ANGIIINNNN!!!!!!"
WUUUSSHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!
"Wakkkk!!!! Arggghhh!!!!"
BRAKKKK!!!!
Siluman kelabang raksasa itu terpental beberapa ratus meter. Heros menatap siluman kelabang itu dengan perihatin.
Selang beberapa saat kemudian, siluman kelabang itu bangkit lagi dan hendak menyerang kembali. Segera Heros menghentikan aksi siluman itu.
"Monmu!!!" sergah Heros.
"Apa yang kau lakukan?!!!"
Mendengar itu, siluman kelabang raksasa itu memicingkan matanya menatap Heros lamat-lamat.
Kemudian ia berkata, "Siapa kau? … Dari mana kau tahu namaku?"
"Ini aku!! … Heros!!!" jawab Heros bersemangat. Ia berharap teman masa kecilnya itu dapat mengingatnya setelah mendengar namanya.
"Itu kau, Heros?"
"Ya! Ini benar-benar aku! Kau mengingatku, bukan?"
Siluman kelabang itu tersenyum. "Ah … tentu! Bagaimana bisa aku melupakanmu! Tapi … aku bukan lagi Monmu yang kau kenal, Heros."
"Lihatlah!! Kekuatanku sudah begitu besar. Aku mampu menghancurkan desa ini sesukaku!!" ujar siluman kelabang itu dengan congkaknya. Ia memamerkan lagi kekuatannya dengan menyemburkan api ke arah pepohonan desa yang belum terjangkau api.
"Tapi kenapa? Kenapa kau menghancurkan desa?" tanya Heros sambil mengernyitkan dahinya. Monmu memang benar-benar berubah.
Siluman kelabang itu tertawa dengan sinis. "Kau lupa? Kau lupa apa yang sudah dilakukan manusia kepada kita?"
"Kau mungkin melupakannya, tapi AKU TIDAK, HEROS!!!" serunya lagi dengan tatapan tajam. Dendamnya terhadap manusia terpampang dengan jelas pada kilatan mata Monmu yang hitam legam.
"Aku tak pernah lupa bagaimana rasanya hidup dalam ketakutan setiap hari. Setiap kali bertemu dengan manusia, kita selalu saja bersembunyi."
"Aku tak akan pernah melupakan mereka yang selalu ingin membunuhku walau aku tak pernah melakukan apa-apa!!!"
Netra Heros mulai berembun mendengar ucapan Monmu.
"Mon … mu …." Heros mengepalkan tangannya sekuat tenaga. Sebisa mungkin ia menahan rasa sakit dan luka dalam hatinya.
Kemudian siluman kelabang raksasa itu berkata dengan lantang, "Jadi, jangan menjadi penghalangku, Heros."
Heros terdiam sambil menatap dalam Monmu yang kini sudah berukuran bekali-kali lipat dari ingatannya dulu.
"Sial!! Sudah kuduga jadi begini!" batin Rai menatap keduanya.
Maka secepat kilat ia turun dari Hurricane Boomerang-nya.
"DOUBLE BOOMERAAANNNGGG!!!!" Rai melempar bumerang anginnya menyambut perisai bola bumerang angin yang kini berubah menjadi Hurricane Boomerang lagi.
Kedua Boomerang angin milik Rai melesat secepat kilat ke arah Monmu si siluman kelabang raksasa. Dan tepat mengenai beberapa bagian tubuhnya sehingga koyak.
"WAAAAKKKKKKKKKKKK!!!!!"
"MONMU!!!"
Saking khawatirnya, Heros sampai maju beberapa langkah mendekati Monmu.
"Apa yang kau lakukan?!!" teriak Heros pada Rai.
"Apa yang aku lakukan? Hah!!! Seharusnya pertanyaan itu untukmu!" balas Rai tak kalah sengitnya.
"Bukannya menyelamatkan warga desa, kau malah membantunya!"
"Tenyata aku salah karena sempat mempercayai dirimu. Ku pikir kau berbeda dengan siluman lainnya." Rai segera memberi kode pada teman-temannya untuk melayangkan tembakan pada siluman kelabang.
Syuuuuttttt!!!
"WAAAKKKKKKKKK!!!!"
Panah-panah itu berhasil menembus tubuh Monmu. Membuatnya tak lagi bisa bergerak dan ambruk.
"Hah!"
Heros berniat menolong Monmu namun Rai segera mencegahnya.
"Tembak juga siluman itu!!!!"
Wuuushhh!!
Heros segera melompat menghindari panah-panah yang tak terhitung jumlahnya. Rai pun menerbangkan Hurricane Boomerangnya ke arah Heros. Untunglah Heros dapat menghindarinya.
Heros yang menyadari dirinya terpojok pun segera melarikan diri.