Kara dan Heros masih terpaku pada tiang rumah yang ditempeli kertas kuning berisi mantra yang sulit di tembus. Entah sebenarnya orang yang ingin mereka temui ada di sana atau tidak.
"Jadi bagaimana sekarang?" Pertanyaan itu sontak membuat Kara mengedikkan bahunya. Siluman kecil itu tak tahu apa yang harus mereka perbuat. Bertahan disitu pun rasanya tak mungkin.
"Kau tanya ke penduduk desa saja bagaimana?" Kara mendongak penuh harap pada Heros.
"Apa-apaan itu?! Ogah! Kau saja!"
"A-aku?! Kau gila! Bisa kabur mereka jika aku yang tanya," cakap Kara. Mana mungkin manusia tak terbirit-birit di datangi burung gagak yang bisa bicara. Bagus kalau manusianya yang kabur, kalau justru Kara yang mereka tombak, sungguhlah gawat.
"Cukuplah bertemu dengan mereka sekali. Aku tak ingin lagi berurusan dengan manusia. Mereka menyebalkan!" Heros menarik dirinya dari sana dan melangkah ke belakang.
"Aw!" Suara itu mengagetkan Heros.
"Hah?" Heros berbalik segera setelah merasakan tumitnya menginjak sesuatu.
Seseorang rupanya tengah berdiri dibelakangnya sambil mengangkat sebelah kaki sembari mengusap-ngusap jempolnya dengan wajah meringis.
"Hei! Tuan! Tolong perhatikan langkahmu!"
Bukannya minta maaf karena telah menginjak kaki orang tersebut, Heros malah membalas tatapan itu dengan tajam.
"Siapa kau?!"
"Seharusnya aku yang tanya, tuan siapa? Kenapa memandangi rumahku begitu?" tukas pria bertubuh kurus itu. Kara mengernyitkan dahi mengamat-amati pria tersebut yang terlihat berpenampilan rapi.
"Jadi kau Saint itu?" Heros kembali memandangi pria itu dengan tajam.
"Saint? … jadi kau mencari guru?" Pria itu membuka pagar rumahnya dan melangkah masuk.
"Apa dia disini?"
Pria itu menggeleng. "Guru sudah lama pergi berkelana. Aku dengar, dia pergi ke arah barat."
"Ayo masuk ke rumahku. Kita bicara di dalam. Tapi maaf agak kotor, aku sudah lama tak kembali kesini," ajaknya dengan ramah.
Tapi jelas hal itu di tolak olah Heros. Ia tak akan mungkin bisa masuk ke dalam sana yang telah dilindungi kertas mantra.
"Aku ingin bicara disini saja. Aku tak biasa masuk ke rumah orang lain." Mata Heros masih memandangi kertas mantra yang terpasang di tiang-tiang rumah.
Menyadari hal itu, pria kurus itu tersenyum dan bergegas masuk ke dalam rumah. Heros dan Kara yang ditinggalkan begitu saja hanya saling pandang mendengar bunyi gong dari dalam rumah yang dibunyikan berkali-kali.
Suaranya menggelegar sampai ke penjuru desa. Semua warga desa dapat mendengarnya dengan jelas.
"Itu pertanda buruk! Cepat siapkan kertas mantra!!" Para warga menjadi tergesa-gesa mendapati peringatan itu.
Ternyata itu adalah sebuah pertanda yang sengaja dikirimkan oleh murid Saint itu kepada warga desa Hiyokuna.
Sedang Kara dan Heros masih tak tahu bahaya yang tengah mengancam mereka masih terpaku di halaman rumah pria itu.
Sedari tadi pria kurus itu sudah tahu jika mereka bukanlah manusia. Sehingga demi mengetesnya, ia mempersilahkan keduanya masuk ke dalam rumahnya, dan tepat seperti dugaannya, permintaannya itu ditolak. Apalagi alasannya jika bukan karena penangkal pada tiang-tiang rumahnya.
Heros menatap Heran karena dari arah kejauhan terdengar suara gemuruh orang berdatangan dengan sangat berisik, "Ada apa dengan keributan ini?"
"Kita ketahuan, Heros!! Kita harus segera kabur!!" Kara yang lebih dulu menyadari hal itu segera mengepakkan sayapnya. Namun sedetik kemudian ia terhenti karena sebuah kertas mantra tiba-tiba saja melesat dan hampir mengenai wajahnya.
Kara menatap kaget pada pria kurus yang tiba-tiba keluar dari dalam rumahnya sambil menenteng berlembar-lembar kertas mantra yang siap diarahkan pada mereka lagi.
"Jangan kalian pikir bisa kabur, siluman!!!" Pria kurus itu berteriak menatap tajam pada mereka. Ia membacakan mantra lagi pada kertas-kertas kuning polos. Beberapa saat kemudian, tulisan merah timbul di kertas tersebut seakan mantra yang diucapkannya berpindah ke sana.
Wussshhhhh!!!
Kembali kertas mantra itu berterbangan. Kali ini yang dikejarnya adalah Heros. Heros berlari dan melesat. Kara tak tinggal diam melihat kesempatannya untuk kabur. Segera ia mengamankan diri.
"Cakar angin!!!!" Heros membelah kertas itu dengan cakar anginnya. Selama ia dapat menghalau kertas itu agar tak tertempel atau mengenai dirinya, Heros akan tetap aman.
Namun puluhan warga yang berbondong ke arahnya menarik perhatian Heros. Semuanya membawa kertas mantra sambil mendekat.
"Apa yang ingin mereka lakukan dengan kertas mantra itu?" gumam Heros.
Heros menapak tanah lagi untuk menghindari serangan kertas mantra pria kurus itu. Bukan hanya kertas mantra yang terus-terusan mengejarnya. Ia juga berusaha untuk menjauh dari kerumunan yang semakin mendekat itu.
"Cepat kelilingi pria itu!! Dia siluman!!!" titah Pria itu pada warga desa. Sontak semua berlari mendekati Heros dan berusaha untuk mengelilingi siluman itu.
"Heros!! Hindari mereka! Aku tahu apa yang akan mereka lakukan! Mereka akan membuat lingkaran penangkal! Kau tak akan bisa menembusnya jika mereka berhasil mengelilingimu!!" seruan Kara membuat Heros makin waspada.
"Lingkaran penangkal?" Heros mengernyitkan dahinya.
"Benar! Itu metode perangkap siluman di zaman kuno Raja Hajime! Metode itu sangat dahsyat! Jangan menganggap remeh! Kita harus segera kabur dari sini!"
Beruntungnya Kara bisa segera kabur dari sana, namun tidak dengan Heros. Ia terkepung para warga yang bertamengkan kertas mantra. Ia sangat sulit kabur karena kertas mantra yang diterbangkan oleh pria kurus itu terus saja mengejarnya dan membuat perhatiannya terbagi.
Saat ini para warga sudah membuat lingkaran besar tanpa celah dengan kertas mantra tertempel di kepala dan telapak tangan mereka. Mereka merapatkan telapak tangannya ke orang sebelahnya, begitu seterusnya hingga cahaya kuning terpancar dari aura telapak tangan mereka yang saling bersentuhan.
Heros semakin linglung mendengar masing-masing mereka merapalkan sebuah mantra. Lingkaran itu mengeluarkan aura yang sangat aneh yang membuat perasaan Heros tak karuan.
Segera Heros menapak tanah untuk melesat melarikan diri, namun sialnya baru sekitar dua meter ia meninggalkan tanah, kepalanya seperti membentur sebuah dinding baja yang tak terlihat, sehingga ia terpental kembali jatuh ke tanah.
"Argghh!! Apa yang terjadi?!!" Heros mendesis.
Namun ia tak ingin putus asa. Kembali ia melesat ke atas dan mendorong dinding transparan itu dengan sekuat tenaga, namun seakan kekuatannya tak berfungsi detik itu juga.
"SIAL!!! Aku tak bisa menembusnya!" Mata abu-abunya menatap nyalang ke langit.
"HEROS!!!" GUNAKAN CAKAR ANGINMU!!!" Sorakan yang tak asing itu ditujukan pada Heros yang kini terkepung. Kara kembali setelah menyadari jika temannya itu terjebak di sana.
'Tidak Kara … kalau cakar angin aku gunakan dengan tenaga penuh untuk menerbangkan kertas mantra mereka, mereka akan cedera,' batin Heros berkecamuk.
Disaat terdesak begini, ia masih merasa bahwa mencelakakan manusia bukan jalan terbaik untuk keluar dari situasi ini.
Disaat-saat kebingungan melanda hatinya, tak sengaja ekor mata Heros menangkap pergerakan di langit.
Wussshhhhhhhhh!!
"KARA!!! AWASS!!!" pekik Heros melihat sebuah kertas mantra melesat kearah Kara.
Namun Kara yang terlambat menyadari hal itu tak sempat untuk menghindar.
"Arrgghh!!!" Seketika napas Kara sesak. Di lehernya melilit kertas mantra yang makin mencekik dengan kuat.