Chereads / Dunia lain? apa bedanya? / Chapter 2 - Chapter 2 "Tidak ada petarung yang tersisa"

Chapter 2 - Chapter 2 "Tidak ada petarung yang tersisa"

Shanti menunduk dan menangis.

Ia bahkan tidak dapat menyangkal semua hal yang dikatakan oleh savior mereka.

Satu-satunya yang dapat ia harapkan adalah pria di hadapannya ini benar-benar mampu untuk menyelamatkan suku dan desa mereka.

Pria itu kembali melihat sekelilingnya dan mencoba untuk memahami situasinya sekarang.

Ia berjalan menghampiri sang tetua dan berbicara kepadanya.

"bisa kamu jelaskan situasi di sini? aku membutuhkan informasi sebanyak mungkin"

"tentu savior. Apapun yang anda butuhkan untuk menyelamatkan orang-orang dan suku kami"

Sang tetua menjawab sembari tetap menundukkan kepalanya.

"tapi.. sebelum itu, lakukan sesuatu dengan mayat-mayat itu. Aku percaya mereka butuh upacara pemakaman yang layak"

"dimengerti. Terima kasih atas kebaikanmu tuan savior"

Sang tetua menunjukkan rasa terima kasihnya.

"lakukan secepat yang kalian bisa. Kita perlu mendiskusikan banyak hal... hmm"

Pria itu berbalik dan menghampiri Shanti.

"kamu masih ingin menangis? atau mau menolongku?"

Shanti menyeka air matanya. Kemudian ia berdiri dan menepuk pakaiannya beberapa kali untuk menghilangkan debu dan kotoran yg menempel.

Ia ingin terlihat pantas sebagai seorang shaman di hadapan savior mereka.

"maafkan kelalaian saya. Saya Shanti, shaman dari suku Half-beast di desa Ohre ini. Saya akan melakukan apapun untuk membantu anda savior"

"...Yana" Ia menghela nafas

"maaf, anda mengatakan sesuatu savior?"

"Namaku Yana. kamu bisa memanggilku Yana"

"Ya....na? kalau begitu saya akan memanggil anda paduka Yana"

"paduka? itu terlalu berlebihan. Yana saja cukup"

"tapi... anda adalah savior kami.. paling tidak biarkan saya memanggil anda tuan Yana"

"..... terserah kamu saja"

"dimengerti, tuan Yana"

"tolong mereka mengubur mayat-mayat rekanmu. Kemudian kumpulkan semua orang di desa ini dan pastikan mereka mendapatkan makanan dan minuman. Diskusi tidak akan berjalan lancar jika dilakukan dengan perut kosong dan suasana muram seperti ini"

"sa.... saya mengerti"

"baguslah"

Yana meninggalkan tempat ritual dan berjalan menuju ke arah desa.

Ia melewati jalan setapak dengan pohon bambu dan pohon-pohon lainnya di bagian pinggirnya.

Setelah berjalan selama lima menit, Ia sampai di desa.

Beberapa bangunan terlihat memiliki struktur yang hampir sama. Rumah mereka dibangun dari tanah padat dan kayu.

Desain dari rumah mereka pun sederhana. Seluruh pilar, jendela, dan pintunya terbuat dari kayu dan sisanya ditutupi oleh tanah padat.

Ia berjalan sampai di tengah-tengah desa.

Tata letak desa ini cukup sederhana. Terdapat pintu masuk, tempat untuk menempa besi di bagian depan, lalu rumah-rumah warga desa.

Di bagian timur, terlihat sebuah bangunan yang cukup besar.

"itu pasti rumah sang tetua"

Ia memutuskan untuk menunggu di sana hingga proses pemakamannya selesai.

Desa Ohre terletak berdekatan dengan gunung Egi. Desa ini dikelilingi oleh sumber daya alam. Sungai, padang rumput hijau yang luas, dan hutan yang lebat. Semua hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup telah disediakan di sini.

-syuuuu-

Yana menghirup nafas dalam-dalam.

Udara di sana terasa sangat segar dan dingin. Langit mulai terlihat gelap, mungkin sekitar pukul 6 atau 7 malam jika di dunianya yang dulu.

Ia juga dapat mendengar suara gagak dari kejauhan.

"-fuuh- sudah lama sekali tidak merasakan udara yang segar dan suasana seperti ini"

Ia kemudian terdiam sebentar.

Ia menundukkan kepalanya dan menutup mata. Ini adalah hal yang biasa ia lakukan ketika ia mencoba untuk berpikir.

"mengorbankan petarung mereka..... putus ada.... perang dengan manusia.... mereka tidak salah?..... diburu? diskriminasi antar ras? kalau begitu... manusia lebih unggul dalam jumlah... para Half-beast ini memutuskan melakukan ritual... pilihan terakhir..."

Yana membuka matanya. Kurang lebih, ia mengerti apa yang sedang terjadi di sini.

"ada dua hal yang harus kupastikan dengan mereka"

Setelah tiga puluh menit, Shanti terlihat menuruni jalan setapak tadi.

Ia melihat savior mereka sedang menunggu di halaman rumah sang tetua dan bergegas lari menghampirinya.

Shanti hanya butuh kurang dari satu menit untuk sampai ke tempat Yana menunggu.

Ia berlari dengan sangat cepat sehingga ia terlihat seperti hampir tidak menyentuh tanah ketika berlari.

"jadi itu kemampuan dari Half-beast" Yana menggumam

Shanti segera berlutut ketika ia sampai di hadapan Yana.

"tuan Yana, proses pemakaman sudah selesai dan kami akan menyiapkan makanannya sekarang. Dimana anda ingin kami menyiapkannya?"

"di sini saja cukup. Beri tau semua orang"

"dimengerti. Kalau begitu saya undur diri"

Shanti menunduk dan berlari meninggalkan tempat itu.

"mereka selesai mengubur dua puluh mayat kurang dari satu jam... dua atau tiga... tidak, itu empat kali lebih cepat daripada manusia.."

Tidak berselang lama, Shanti dan beberapa wanita lainnya datang dan menyiapkan makanan.

Mereka mengatur tempat untuk meletakkan makanan dan minuman, lalu menggelar sebuah karpet yang terbuat dari kulit hewan.

Tentu saja karpet ini untuk tempat duduk savior mereka.

Seluruh warga desa akhirnya berkumpul di sana. Sang tetua datang dan menghampiri Yana.

"tuan savior, makanan sudah siap. Ada hal lain yang anda butuhkan?"

"tidak ada, segera mulai. Waktu kita tidak banyak"

Yana duduk di atas karpet tersebut dengan sang tetua berada di sampingnya.

Sementara warga desa duduk di atas tanah dan membuat posisi lingkaran yang mengelilingi Yana.

Beberapa dari mereka menunjukkan ekspresi ketakutan, sementara yang lain bahkan tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Situasi itu sangat menggambarkan apa yang sedang terjadi di desa mereka.

"katakan, mereka sudah boleh mulai makan"

"mari kita mulai makan!! untuk savior kita! untuk suku kita!" Sang tetua berteriak

"untuk savior kita!! untuk suku kita!!"

Warga desa mulai menyantap makanan mereka. Beberapa wanita, anak-anak, dan orang tua terlihat memakan makanan mereka dengan tidak antusias.

Yana menyantap sup yang berisi daging dan sayur-sayuran yang ada di hadapannya.

"sebelum kita mulai diskusi ini..."

Ia menoleh ke arah sang tetua.

"aku ingin memastikan sesuatu"

"tentu savior, silahkan"

"desamu ini.. sudah tidak punya satupun petarung yang tersisa. Benar kan?"

Sang tetua menghentikan sendoknya. Ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.

"....sayangnya itu benar. Kedua puluh orang itu adalah petarung terakhir yang kami punya" Jawabnya dengan suara lirih

Yana meneguk kuah sup miliknya dan meminum air setelahnya.

Ia menoleh ke arah sang tetua.

"bagus, seperti perkiraanku"

Sang tetua melihat ke arahnya dengan tatapan bingung dan Yana melanjutkan menyantap makanan miliknya.

-----( Chapter 2 "Tidak ada petarung yang tersisa" )-----