Adelia menunggu Nathan yang belum juga keluar dari kamar mandi padahal sudah lebih dari sepuluh menit suaminya berada di dalam sana. Wanita itu mencoba mengembuskan napas perlahan karena tidak tahu apa yang terjadi pada Nathan suaminya.
"Mas ...." Adelia berusaha memanggil suaminya tapi sama sekali tidak ada jawaban hingga akhirnya memaksa wanita itu untuk turun dari ranjang, saat kakinya berpijak di lantai suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Adelia mendongak.
Nathan menghampirinya dengan sedikit tergesa.
"Sayang, kamu mau kemana?" tanya Nathan sambil memegang tangan Adelia.
"Aku ingin menyusulmu, karena sejak tadi kamu belum juga keluar padahal sudah lama di dalam kamar mandi," jawab Adelia.
Nathan kembali membantu istrinya supaya kembali berbaring di ranjang tapi Adelia menolak, wanita itu menyandarkan tubuhnya supaya terasa lebih nyaman.
"Ada apa sebenarnya?" Adelia masih penasaran apa yang terjadi pada suaminya. Sebab sejak melihat Raffael air muka Nathan terlihat berbeda dari biasanya.
"Tidak ada." Nathan mengecup puncak kepala istrinya dan membawa tubuh wanita itu dalam pelukannya.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun mendekati wanita yang aku cintai, termasuk dirimu Raffael Dinata, tidak akan lagi," batin Nathan semakin merapatkan pelukannya hingga Adelia mencubit kecil pinggang suaminya tersebut membuat Nathan mengaduh.
"Aw, sakit, Sayang."
"Kamu ingin membunuhku? Kenapa memelukku erat seperti itu?" Adelia melotot pada Nathan sementara suaminya hanya memasang senyum tampan andalannya.
Nathan hendak mencium Adelia ketika suara ketukan pintu membuatnya menghentikan niatnya. Pasangan suami istri itu menoleh ke arah orang yang baru saja masuk, baik Adelia maupun Nathan tersenyum menyambut kedatangannya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya orang tersebut yang tidak lain adalah tuan Dave.
"Sudah lebih baik, Pa, mungkin nanti sore sudah bisa pulang." Adelia menjawab dengan senyum yang begitu tulus.
"Mama mana?" Nathan menanyakan keberadaan ibunya karena dia tidak melihat keberadaan wanita baya itu.
"Mama tadi pergi ke salon," sahut tuan Dave membuat senyum Nathan memudar sebab dirinya tahu salon mana yang Riska kunjungi. Salon mana lagi jika bukan salon Marissa.
Adelia diam, tidak menanyakan ataupun berbasa basi tentang mertua perempuannya karena wanita itu sering memberikannya ucapan pedas. Hingga ketika mertuanya tidak datang Adelia bisa sedikit bernapas lega.
Tok tok tok
Kembali terdengar ketukan pintu mengalihkan atensi semua orang yang ada di sana, dokter Nina menghampiri Adelia dengan senyumnya yang menular pada ketiga orang di ruangan tersebut.
Nathan menggenggam tangan istrinya selama dokter Nina menjalankan pemeriksaan terhadap istrinya. Adelia juga menggenggam erat tangan Nathan seolah berbagi segala perasaannya. Rasa takut lebih mendominasi dirinya saat ini jika harus bertemu dengan Riska, Adelia tidak pernah siap dengan perubahan sikap mertuanya tersebut, padahal dulu Nathan sering cemburu padanya karena Riska lebih menyayangi Adelia. Tapi kini semuanya hilang tanpa bekas.
"Syukurlah semuanya sudah baik-baik saja, nanti sore anda sudah boleh pulang." Dokter Nina menjelaskan kondisi Adelia, setelah memberikan arahan serta apa saja pantangan dan anjuran dokter cantik itu lantas meninggalkan ketiga orang yang ada di ruangan tersebut.
Adelia menunduk saat tuan Dave menghampirinya, dia benar-benar tidak sanggup dan merasa gagal memberikan keturunan bagi mertuanya.
"Del," panggil tuan Dave yang kini bertukar pandang dengan putranya. Pria baya itu tahu apa yang terjadi pada Adelia, apa saja yang diperbuat oleh sang istri terhadap menantunya.
Adelia mendongak untuk menatap manik teduh milik tuan Dave.
"Papa," lirih Adelia nyaris tidak terdengar bahkan oleh suaminya sendiri yang kini duduk di sebelahnya.
"Papa ... Adel minta maaf," cicit wanita itu kembali menundukkan kepalanya diiringi tetes bening yang mendesak keluar dari matanya.
Tangis yang sejak tadi Adelia tahan akhirnya pecah juga, saat mendengarkan penjelasan dokter Nina pikiran Adelia hanya tertuju pada pria baya di depannya.
"Ssssttt." Nathan mengusap tubuh bergetar istrinya, dia tidak tega melihat Adelia terus-menerus bersedih seperti saat ini.
"Kenapa kamu menangis, Nak?" Tuan Dave ikut duduk dan mengusap kepala menantunya.
Adelia menarik diri dari dekapan suaminya dan menatap nanar tuan Dave.
"Maafkan Adelia yang belum bisa memberikan Papa keturunan, Adelia juga menginginkannya tapi Tuhan belum mempercayai seorang malaikat tumbuh di rahim Adel," isak wanita tersebut.
"Nak, tidak perlu menangis seperti itu, papa tidak masalah jika belum menimang cucu saat ini. Sebab yang paling penting sekarang adalah kesehatanmu, jika ingin segera sembuh dan mewujudkan mimpi kita maka dirimu jangan banyak pikiran!" ucap tuan Dave bijak.
Adelia yang mendengar hal itu tidak mampu membendung rasa harunya, dia memeluk tuan Dave sambil sesekali terisak. Nathan tidak mampu menyembunyikan rasa sakitnya melihat Adelia tertekan seperti saat ini, dan ini semua karena Riska ibunya yang secara terang-terangan menghina bahkan menyuruh Adelia untuk berbagi.
***
Sementara di ruangan khusus anak-anak Nayla kembali diam setelah tadi pulang dari taman, gadis cilik itu menolak untuk makan dan minum obat membuat Raffael dan juga Risa hanya mampu memandang Nayla dengan tatapan sendu.
Risa mendekati cucunya yang kini tengah melamun, dia tidak tega melihat Nayla mengharapkan orang lain untuk menjadi ibu sambungnya sementara wanita tersebut sudah memiliki suami.
"Nayla ...." Risa mendekati cucunya dan membenarkan letak anak rambut Nayla yang sedikit berantakan. Gadis kecil itu tidak merasa terganggu sama sekali, dia hanya diam tanpa berniat menjawab sapaan neneknya.
"Nayla sayang nenek?" tanya Risa tapi tetap saja Nayla bergeming.
"Nayla dengar ... nenek tahu jika Nayla menyayangi Bu guru Adelia, tapi Nayla harus tahu jika Bu guru Adelia tidak mungkin jadi bunda Nayla karena Bu guru Adel sudah memiliki keluarga sendiri." Risa berharap jika penjelasan singkatnya mampu di cerna oleh Nayla dan membuat gadis kecil itu melupakan keinginannya untuk menjadikan Adelia sebagai ibu sambungnya.
Mendengar ucapan neneknya Nayla lantas menoleh dengan wajah yang sudah merah siap menangis.
"Tapi, Nek ...." Suara serak Nayla tidak bisa membohongi hatinya.
"Nenek tahu, tapi ada hal yang tidak bisa kita paksakan di dunia ini. Contohnya seperti keinginan Nayla pada Bu Adel," ucap Risa masih dengan nada lembut supaya cucunya bisa mengerti. Sementara Raffael hanya diam mendengarkan ucapan ibunya, ada hal yang mengusik pemikiran pria dewasa itu yang sejak tadi diam.
Raffael mencoba mengingat-ingat di mana pernah bertemu dengan suami Adelia karena wajahnya terasa tidak asing, bukan karena seringnya Nathan muncul dalam majalah bisnis melainkan dirinya merasa jika pernah ada sesuatu antara dia dan Nathan, tapi apa? Hingga sekelebat bayangan muncul dalam pikiran Raffael membuat pria itu mundur sambil memegang kepalanya.
"Mungkinkah dia?" gumamnya sambil menggelengkan kepala menampik hal yang baru saja diingatnya.