Chereads / I'm Not Barren / Chapter 29 - Rencana Marissa

Chapter 29 - Rencana Marissa

Nathan membantu istrinya untuk merapikan barang-barang sebelum mereka pulang ke kediamannya, tuan Dave sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu sementara pasangan suami istri itu masih bersiap-siap.

"Sudah?" tanya Nathan menghampiri istrinya.

Adelia mengangguk kecil sambil meraih pinggang Nathan, hal yang sama dilakukan oleh suaminya, pria posesif itu menuntun istrinya keluar ruangan yang membuat mereka tahu dan meninggalkan segala kenangan pahit bagi keduanya, meskipun demikian baik Nathan maupun Adelia merasa lega karena salah satu dari sumber kesakitan mereka sudah menemukan solusi.

Nathan membukakan pintu mobil untuk istrinya, setelah memastikan jika Adelia duduk nyaman pria itu lantas mengitari mobilnya dan duduk dibalik kemudi. Selama beberapa menit berlalu hanya keheningan yang menemani keduanya hingga tiba-tiba suara Adelia memaksa Nathan meliriknya.

"Ada apa, Sayang?" Nathan memelankan laju mobilnya.

"Itu ...!" Adelia menunjuk tempat yang sejak beberapa meter tadi menjadi fokusnya, kini ketika semakin dekat Adelia meminta Nathan untuk berhenti.

"Berhenti dulu sebentar, Mas!"

Nathan mengikuti apa yang diminta oleh istrinya, dia menepi dan mengikuti Adelia yang sudah keluar lebih dulu. Pasangan suami istri itu berjalan perlahan mendekati seorang anak kecil yang tengah menangis.

"Dek ...." Adelia memanggil bocah kecil tersebut tapi sepertinya anak itu tidak mendengar jika Adelia menyapanya hingga Adelia menepuk bahunya barulah bocah itu mendongak.

Melihat tatap mata dari bocah kecil itu membuat sesuatu dalam hati Adelia bergetar, dia tidak tega melihat anak kecil itu menangis. Adelia duduk dibantu oleh Nathan yang begitu peka jika istrinya ingin menghibur bocah tersebut.

"Kamu kenapa?" tanya Adelia dengan nada bicara serta tatapan lembut miliknya. Sementara Nathan hanya diam memperhatikan interaksi antara Adelia dan juga anak yang belum dia ketahui siapa namanya.

Saat tengah memperhatikan istrinya ponsel di saku celana Nathan bergetar memaksa pria dewasa itu untuk sedikit menjauh dari istrinya.

Adelia masih mencoba mengajak anak kecil tersebut bicara, kini tangisnya sedikit mereda setelah Adelia menghiburnya.

"Siapa namamu?"

"Lily," jawab anak tersebut yang baru Adelia ketahui namanya.

"Kenapa kamu menangis?" Senyum yang sejak tadi tidak pernah luntur dari wajah Adelia yang masih sedikit pucat terlihat menghias wajahnya.

"Lily mau cari kerja," sahut Lily masih dengan mata berembun yang tidak bisa dibohongi.

"Untuk apa? Lily masih kecil, apa Lily tidak sekolah?" tanya Adelia penasaran.

Lily menggeleng kecil membantah ucapan Adelia, bagaimana dia bisa sekolah sementara untuk makan sehari-hari saja sudah begitu sulit, kadang Lily makan tiga sampai empat hari sekali itupun ketika dirinya beruntung mendapatkan uang.

"Lily mau membeli obat untuk ibu."

"Obat? Memangnya ibu Lily sakit apa?" Adelia benar-benar penasaran.

Sebegitu sayangnya Lily terhadap ibunya hingga dia rela tidak sekolah dan memilih untuk bekerja sementara dirinya juga masih kecil.

"Tidak tahu, ibu sakit kalau batuk suka keluar darah." Lily menjawab pertanyaan Adelia dengan polosnya.

Mendengar hal tersebut keluar dari bibir mungil Lily membuat Adelia ikut merasa sedih, dia membayangkan jika dia ada di posisi ibu Lily.

Sementara Nathan masih sibuk dengan telepon yang diterimanya.

"Jadi benar jika dia orangnya? Raffael Dinata?" tanya Nathan pada Romi yang menelponnya di seberang sana.

"Baiklah, besok aku ke kantor. Tapi alangkah lebih baik jika kau datang ke rumah," ujar Nathan sebelum kemudian memutuskan sambungan teleponnya.

Nathan menghampiri istrinya yang kini ikut berkaca-kaca.

"Kenapa, Sayang?" Nathan merangkul Adelia dan membawanya berdiri.

Adelia membisikkan sesuatu di telinga suaminya lalu untuk sesaat keduanya slaing bertatapan, Adelia mengangguk singkat sementara Nathan mengusap kepalanya dengan senyum teduhnya.

Nathan memberikan apa yang Adelia inginkan lalu mengikuti istrinya yang kini berjongkok di hadapan Lily.

"Lily ... ini ada sedikit uang untuk Lily, bisa Lily gunakan untuk membawa ibu periksa supaya tahu sakit apa, sisanya bisa Lily belikan makanan untuk Lily dan juga ibu." Adelia menyerahkan beberapa lembar uang pada Lily.

Gadis kecil itu melotot tidak percaya jika ada orang baik seprti Adelia, dua menatap Adelia dan juga Nathan bergantian seolah bertanya lewat tatapan mata.

"Ambillah, dan bawa ibumu berobat!" Nathan mengatakan hal tersebut dengan senyuman membuat tangis Lily pecah.

"Terima kasih, Lily tidak tahu harus berkata apa. Tapi semoga Tuhan membalas kebaikan kakak berdua," ujarnya dengan tangan gemetar menerima uang tersebut dari Adelia.

Setelah beberapa kali mengucapkan terima kasih Lily lantas pergi meninggalkan Nathan dan Adelia yang tengah menatapnya.

Pasangan suami istri itu kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan mereka. Adelia kembali tidur karena efek obat yang belum hilang hingga sampai di rumah.

Nathan baru saja mematikan mesin mobilnya dan melihat jika istrinya tidur begitu lelap, dia tidak tega untuk membangunkannya hingga membuat Nathan menggendong Adelia ala bridal style menuju kamar mereka.

Kepulangan keduanya disambut oleh para asisten rumah tangganya, mereka senang akhirnya sang majikan pulang juga.

"Sssttt."

Nathan memberi isyarat supaya para asistennya tidak bersuara karena tidak mau jika sampai tidur istrinya terganggu. Mereka hanya senyum-senyum melihat betapa manisnya tingkah Nathan terhadap Adelia.

***

Riska kini tengah berada di salon Marissa, dua perempuan beda generasi itu tengah berbincang hangat menceritakan setiap kegiatan mereka hingga tiba-tiba Riska menyinggung soal Marissa yang belum berhasil menaklukkan hati putra semata wayangnya Nathan.

"Bagaimana ini, Nathan dan Adelia malah semakin lengket setelah insiden pengiriman foto tersebut," ungkap Riska.

Rupanya wanita baya itu juga terlibat ketika Marissa mengirimkan foto tak senonoh Nathan pada Adelia waktu itu.

"Entahlah Tante, saya juga bingung apa usaha saya untuk mendekati Nathan lagi," pungkas Marissa dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.

Mereka berdua tengah berada di ruangan Marissa dan mencari cara bagaimana mendekati Nathan serta menjerat pria tersebut.

"Bagaimanapun caranya kamu harus segera meluluhkan Nathan, Tante tidak mau Nathan terus-menerus hidup dengan wanita mandul seprti Adelia apalagi dia juga baru saja selesai melakukan operasi pengangkatan miom. Apa menurutmu itu tidak mempengaruhi rahim? Lagipula jika rahimnya tidak bermasalah dia pasti sudah hamil sejak lama, sementara ini sudha hampir empat tahun dia belum juga memberikan aku cucu." Riska menggerutu dan menceritakan apa yang terjadi pada Marissa.

Mendengar hal itu dari Riska membuat senyum misterius tersungging di bibir Marissa, entah apa yang tengah dia pikirkan hingga wajahnya terlihat cerah seperti itu.

"Baiklah, aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Tapi Tante tetap mendukungku 'kan?" tanya Marissa memastikan.

"Tentu saja, aku tahu bagaimana orangtuamu pasti dirimu juga sama seperti mereka yang berkelas," balas Riska menjawab pertanyaan Marissa.

Wanita itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya menanggapi ucapan Riska barusan.

"Tunggu serangan ku hingga dirimu tidak bisa mengelak lagi Nathan Mahendra! Aku akan mengikatmu dengan sesuatu yang tidak bisa istrimu berikan," batin Marissa dengan senyum yang lebih mirip seringai.