Langkah kaki seorang gadis cantik dengan menggunakan kaos olahraga hari ini berjalan memasuki area sekolah di mana sudah banyak siswa siswi yang datang termasuk sahabatnya juga sudah menunggunya di depan koridor sekolah.
Raut wajah gadis cantik itu tidak menunjukkan keceriaan sedikitpun sebab pagi-pagi dirinya sudah dibuat hilang mood karena papanya yang ingin mempertemukan dirinya dengan seseorang yang sangat membosankan baginya padahal belum bertemu.
"Kamu kenapa seperti orang kehilangan nyawa gitu sih?" tanya Nabila pada Verina.
"Mati kalau kehilangan nyawa Nabila. Aku kesel banget sama papa, masa nanti pulang sekolah diminta ke kantor? Kan aku paling nggak suka ke kantor," jawab Verina bercerita pada Nabila apa adanya.
"Ngapain? Kan tinggal datang saja," ujar Nabila pada Verina dengan entengnya.
Mereka berjalan dengan santai sembari mengobrol.
"Tinggal datang kalau ada yang nunggu di sana kan aku males banget," sahut Verina apa adanya pada Nabila.
"Siapa yang menunggu?" tanya Nabila pada Verina.
"Nggak tahu aku. Intinya males banget," jawab Verina pada Nabila sembari menghela nafas berat.
"Ya udah, tinggal datang saja terus duduk diam di sana," ucap Nabila pada Verina.
"Kalau pejabat negara bagaimana?" tanya Verina pada Nabila.
"Nggak mungkin. Lagipula mana ada pejabat negara yang mau ketemu sama kamu? Lari dulu pasti orang-orangnya," jawab Nabila pada Verina sembari tertawa kecil.
"Iya juga ya,"
Sampailah kedua siswi itu ke dalam kelas, dimana di sana sudah banyak yang datang dan tengah duduk di bangku masing-masing mengobrol dengan yang lainnya, tentu tidak jauh dari menggosipkan kakak kelas.
"Yang dibahas itu lagi? Nggak ada tokoh baru?" tanya Verina pada seorang siswi yang duduk dipojok terlihat seperti ketua geng yang sering menggosip.
"Ada sebenarnya tapi yang satu ini harus dituntaskan," jawab siswi itu dengan raut wajah serius.
"Tugas saja belum selesai, giliran menggosip nomor satu mereka," ujar Nabila pada Verina sembari menggelengkan kepalanya dan membuka buku paket.
Disisi lainnya tepatnya di sekolah Raja, sekolah yang tidak kalah dengan yang ditempati Verina dan Nabila. Raja di sana tentu menjadi idola para siswi siswi mulai dari adik kelas dan kakak kelas pun juga ikut mengidolakan dirinya yang terkenal sangat tampan di sekolah.
Terutama Tasya, gadis cantik ini selalu mengekor Raja dan tidak ada habisnya untuk bertengkar dengan Riski. Seperti sekarang, Tasya bertanya dimana keberadaan Raja, namun dijawab tidak tahu oleh Riski.
"Tidak mungkin kamu tidak tahu keberadaan Raja. Pasti kamu culik kan?" tanya Tasya pada Riski yang berdiri dihadapannya dengan senyum lebar.
"Beneran, Sya. Aku nggak tahu dimana keberadaan makhluk bumi yang satu itu," jawab Riski pada Tasya sembari memasang raut wajah serius.
"Awas kalau aku tahu kamu culik dia. Mata kamu aku pindah ke lutut!" ucap Tasya tegas pada Riski dan berhasil membuat Riski membedakan kedua matanya dan langsung menahan nafasnya ketika gadis cantik itu melenggang pergi dari hadapannya.
Beberapa menit kemudian setelah kepergian gadis yang begitu dari hadapan Riski, munculah Raja dari balik pohon sembari melirik ke samping kanan guna melihat apakah Tasya sudah pergi atau berhenti ditengah jalan menuju ke koridor.
"Sudah pergi dia," ujar Riski pada Raja.
"Aku heran sama dia, kenapa suka banget ngikutin aku?" tanya Raja pada Riski.
"Karena kamu itu ganteng, kaya, pintar, dermawan, tapi kadang-kadang," jawab Riski pada Raja dengan memelankan suaranya ketika mengatakan kadang-kadang.
"Awas saja, nanti nggak akan aku traktir di kantin lagi. Kamu bawa uang beli sendiri!" tegas Raja pada Riski membuat Riski menepuk jidatnya sendiri dan kemudian berkacak pinggang.
"Tadi sama Tasya mata aku mau dipindah ke lutut, dan sekarang Raja nggak akan traktir aku lagi? Ini resiko mimpi dikejar kuntilanak tapi nggak bisa teriak!" geram Riski pada dirinya sendiri dan kemudian berlari menghampiri Raja yang berjalan menuju ke dalam kelasnya.
Sesampainya di dalam kelas Raja hanya terdiam sembari memainkan handphonenya, apa lagi kalau bukan bermain game online. Raja satu bangku dengan Riski sejak SD sampai sekarang SMA tidak bosan dan selalu akrab dan terkadang bertengkar kecil seperti tadi.
Riski mengeluarkan dua pulpennya dan kemudian menunjukkan benda itu pada Raja, membuat tangan kanan Raja melepas handphonenya dan beralih mengambil pulpen itu dari Riski.
"Mau ngapain?" tanya Riski pada Raja sembari mengangkat pulpennya ke atas agar tidak bisa dijangkau oleh Raja yang duduk disampingnya.
"Ambil pulpen lah," jawab Raja pada Riski.
"Satu pulpen dua mangkuk bakso," ujar Riski pada Raja dan langsung dipahami oleh Raja, dengan apa yang dimaksudkan oleh sahabat karibnya itu.
"Itung-itungan kamu?" tanya Raja pada Riski sembari menaikkan satu alisnya ke atas.
"Tadi katanya nggak akan traktir aku. Kamu boleh ngambil pulpen kalau nanti traktir aku seperti biasa," jawab Riski dengan jelas pada Raja dan membuat Raja bergumam kesal.
"Kebiasaan anak kudanil," gumam Raja yang tentunya terdengar jelas oleh Riski.
"Aku anak orang bukan kudanil! Kamu kali yang anaknya beruang kutub," sahut Riski tidak mau kalah dengan Raja.
"Oke iya nanti aku traktir!" ujar Raja pada Riski penuh ketegasan dan membuat Riski puas dengan apa yang dia lakukan pada Raja berhasil.
"Aman uangku hari ini, hahaha."
*
*
**
Bel istirahat berbunyi. Semua siswa siswi termasuk Verina dan Nabila berjalan bersamaan keluar kelas menuju ke kantin. Sedari tadi Verina mengeluh bahwa perutnya sudah berbunyi sehingga membuat Nabila pusing sendiri.
"Kalau mengerjakan tugas pasti bilangnya lapar," ujar Nabila pada Verina ditengah perjalanan menuju ke kantin.
"Memang lapar, dan lapar itu udah dari aku mengerjakan tugas tadi," ucap Verina dengan entengnya pada Nabila.
"Jangan lupa pesankan es jeruk sama bakso satu mangkok, tahunya dua dan sambalnya satu sendok," tambah Verina pada Nabila sembari duduk ditempatnya biasa makan bersama dengan Nabila.
Saat ini mereka berdua sudah sampai di kantin. Verina yang langsung duduk dan Nabila yang selalu memesan makanan dan minuman.
Seorang remaja laki-laki perjalanan dari ujung kantin menghampiri Verina sembari mengangkat kedua sudut bibirnya mengolah senyuman manis untuk gadis cantik yang sekarang duduk sendiri menunggu sahabatnya yang tengah memesan makanan.
Siapa lagi kalau bukan Arhan, seorang remaja laki-laki yang selalu berusaha untuk mendapatkan hati Verina namun tidak pernah berhasil.
Bahkan Verina seringkali menghindar ketika remaja laki-laki itu menghampiri dirinya dan sekarang Arhan tepat berada di hadapannya membuatnya mematung seketika.
"Lagi nungguin pesanan?" tanya Arhan pada Verina.
"Iya," jawab Verina singkat, padat dan jelas.
"Boleh aku duduk di sini?" tanya Arhan pada Verina.
Verina bingung harus menjawab apa, alhasil dirinya hanya mengangguk dan berpikir bagaimana caranya agar bisa pergi dari kantin ini.
"Aku ke toilet dulu,"