Chapter 33 - 32. awakened!

"Dia sudah sadar!" Kalimatnya membuat Delwyn bangun dari posisinya. Tidurnya diganggu begitu mendengar kalimat itu. Dia lekas datang ke arah sumber suara. Benar saja, kekasihnya bangun dengan tatapan mata yang polos. Areeta masih belum bisa diajak untuk berbicara, dia masih tak mengerti dengan apa yang terjadi padanya sekarang.

"Panggilkan dokter, katakan bahwa Areeta sudah sadar." Delwyn menyenggol bahu seseorang yang berdiri tepat di sisinya. Menyuruhnya untuk segera bertindak.

"Baik, Sir!" Sekarang Delwyn ditinggal sendirian bersama Areeta. Pria itu menggenggam jari jemari sang kekasih. Berusaha untuk membuat kesan intens dengannya. Tentu saja Delwyn khawatir bukan main. Areeta tidur selama berhari-hari setelah kejadian itu. Daeva pun tak bisa dihubungi sekarang. Dia seperti menghilang begitu saja.

"Aku ..." Areeta memulai kalimatnya untuk pertama kali. "Di mana?" Dia akhirnya tersadar, menoleh ke arah Delwyn secara perlahan-lahan. Menatap sepasang mata yang dikepung dengan rasa khawatir yang luar biasa.

"Delwyn ...." Areeta memanggilnya.

Sekarang Delwyn bisa bernafas dengan lega. Ia tersenyum manis sembari meletakkan kepalanya di atas pergelangan tangan Areeta. Dia mengucapkan banyak bersyukur di dalam hatinya sekarang.

"Kau baik-baik saja bukan?" tanya Delwyn pada akhirnya. "Dokter akan segera datang. Dia akan memeriksa dirimu."

Areeta mengerutkan keningnya. "Apa yang ...." Suaranya terdengar sedikit serak, bibirnya masih pucat. Dia tak melakukan apapun setelah pingsan lagi kemarin. "Apa yang terjadi padaku?"

"Kau pingsan selama beberapa hari. Kau sempat sadar, tetapi kau pingsan lagi setelahnya. Aku tidak tahu ...." Delwyn mengusap sisi wajah sang kekasih. Menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu tidak perlu di bahas. Kau hanya perlu fokus untuk kesembuhan dan mengembalikan kesehatanmu."

Areeta nampak masih bingung. Seperti dunianya terbagi kanan dan kiri, raganya berada di sini, tetapi hati dan pikirannya terpisah jauh.

"Aku merasa ...." Perempuan itu membuka celah bibirnya. "Aku sudah berjalan sangat jauh."

Delwyn mulai memperhatikan. Areeta kembali menatap langit-langit ruangan. Entah apa yang menarik, nyatanya itu jauh lebih enak dipandang sekarang. "Aku berada di sebuah gurun salju, tetapi rasanya begitu panas ...." Dia mencoba menceritakan. Menggali kembali apa yang bisa dibawa sampai ke dunia nyata.

"Perjalanan yang begitu jauh, tetapi aku tak tahu kenapa aku berjalan begitu jauh. Melewati semuanya." Areeta menggelengkan kepalanya. "Seperti seseorang sedang mengendalikan pikiranku. Dia yang meminta diriku untuk melakukan perjalanan itu. Dia yang menggerakkan kakiku di dalam sana." Areeta melirik ke arah Delwyn yang diam secara tiba-tiba. Mungkin Delwyn tahu siapa yang dimaksudkan oleh perempuan satu ini.

Daeva Desdemonav.

"Bagaimana dengan keadaan Nona Areeta?" Seseorang menyela pembicaraan mereka. Menatap ke arah Delwyn juga Areeta.

"Dokter," sahut Delwyn. Memberi celah pada pria tua itu untuk bisa datang dan memeriksa.

"Ijinkan aku memeriksa dirimu, Nona Areeta. Aku tahu kau adalah dokter, tetapi sekarang kau butuh untuk diperiksa." Pria itu tersenyum manis. Memulai tugasnya. Memeriksa semua yang bisa dia periksa. Areeta hanya bisa diam menerimanya.

"Semuanya baik-baik saja," ucapnya kemudian. Menatap Delwyn. "Seperti sebelumnya, tidak ada tanda-tanda yang buruk darinya, Mr. Delwyn. Semuanya baik-baik saja. Mungkin dia hanya kelahan saja."

"Perlukah aku membawanya ke psikiater?" tanya Delwyn sedikit khawatir. "Dia bilang seseorang menyuruhnya untuk berjalan jauh. Aku takut itu adalah gejala stress dan tertekan."

Dokter itu menatap Areeta dengan iba. "Tentu saja. Namun, biarkan dia istirahat dulu. Setelah semuanya baik, kau boleh membawanya ke psikiater. Itu untuk tetapi mental saja."

Delwyn mengangguk. "Terimakasih, Dokter."

"Kalau begitu aku pergi dulu. Panggil jika membutuhkan sesuatu."

Delwyn kembali manggut-manggut. Membiarkan pria itu pergi kemudian.

"Delwyn ...." Areeta memanggil namanya. Membuat Delwyn datang padanya lagi. "Di mana wanita itu?"

Delwyn mengerutkan keningnya. "Siapa?"

"Wanita yang aku temui di pameran sebelum aku pingsan. Aku ingin bertemu dengannya."

"Daeva?" Delwyn menebak. Kekasihnya hanya mengangguk. "Kau ingin bertemu dengannya?"

... To be continued ....