Chapter 34 - 33. Back!

Delwyn berjalan keluar dari bangunan rumah sakit, tempat Areeta berada. Setelah mendapat permintaan dari sang kekasih, lantas pria itu pergi untuk menemui seseorang, ya Daeva Desdemonav. Itulah yang diinginkan oleh sang kekasih.

Delwyn tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, dia hanya menurut saja. Kali saja, dengan mengikuti apa yang dikatakan oleh Areeta, dia bisa mendapatkan sebuah jawaban atas teka-teki yang sedang terjadi.

Toh juga selama beberapa hari ini, Daeva tak terdengar kabarnya. Delwyn pun sibuk dengan urusannya sendiri. Melupakan sejenak wanita yang sudah menolongnya itu. Sekarang Delwyn bisa menemuinya pada akhirnya.

Baru beberapa langkah, seseorang tiba-tiba saja mencegah Delwyn. Berdiri di depannya dengan ekspresi wajah yang tak asing. Tunggu, dia mengenal mereka. Delwyn melirik tanda yang berada di dada kiri orang-orang ini. Tentu saja, dia tak mungkin salah ingat. Mereka adalah anak buah ayahnya. Dikirimkan pasti untuk Delwyn.

"Tuan Halmet memanggil Anda, Mr. Delwyn. Dia ingin bertemu dengan putranya."

Delwyn diam. Ah, sial! Dia melewatkan satu hal. Ayahnya. Seharusnya Delwyn tak terang-terangan berada di sini. Ayahnya pasti akan tahu cepat atau lambat.

"Aku punya urusan yang jauh lebih penting sekarang ini. Katakan padanya bahwa aku akan—" Belum sempat Delwyn mengatakan alasannya dengan lengkap, dia pria berbadan kekar mirip algojo itu tiba-tiba saja meraih tangan Delwyn. Membawanya pergi bersama dengan paksa.

Delwyn meronta-ronta. Minta untuk dilepaskan, tujuannya adalah bertemu dengan Daeva sekarang. Mengabari perempuan itu bahwa Areeta sudah sadar dan sihirnya berhasil, mungkin. Juga, dia ingin bertanya padanya, apa yang sebenarnya terjadi?

"Lepaskan aku!" Delwyn sekali lagi memberontak. Ingin dilepaskan sekarang juga. "Jangan kurang ajar padaku!" Ia berteriak-teriak. Seperti anak kecil yang tak mau diajak pulang meskipun hari sudah larut, dan jam bermain sudah selesai.

"Aku akan memecat kalian nanti!"

Tak ada yang menggubris Delwyn. Mereka terus kokoh dengan langkah kaki dan pendirian untuk membawa Delwyn menghadap pada bos mereka.

••• Luxuria's Penthouse •••

Tatapan iba penuh dengan penyesalan. Mereka baru datang setelah menyadari ada yang asing, perjalanan yang dikatakan oleh Daeva kemarin tak pernah punya ujung. Daeva tidak pernah kembali bertemu dengan mereka lagi setelah bertemu dengan semua yang ada di dalam bangunan ini. Membuat mereka curiga dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Jadi apa yang terjadi?" Seseorang bertanya, merasakan ada yang aneh dengan tubuh Daeva. Dia tertidur, tetapi mirip seperti vampir yang sedang melakukan tidur panjang di dalam peti. Tubuhnya pucat pasi dengan suhu yang jauh lebih dingin. Jika orang datang dan salah mengira, mereka pasti berpikir kalau bangunan ini menyembunyikan satu mayat perempuan.

"Sisik Maris tertinggal di dalam tubuh Daeva," katanya. Mulai menjelaskan. Di dalam tubuhnya, Ibad merasakan pembusukan yang mulai teratur datang.

"Sisik Maris? Iblis pencipta Althea-lux?" Pria tua di sisinya menyahut. Menatap Ibad yang mengangguk.

"Lalu bola Cyrus menyentuh itu dan membuat reaksi yang berlawanan. Tubuh Nona Daeva tidak bisa menerimanya. Itulah sebabnya dia berbaring di sini." Ibad meneruskan. Menatap Daeva dengan begitu iba. "Jika begini terus, kita mungkin tidak akan bertemu dengannya sebagai teman. Dia akan membusuk dan berubah menjadi iblis yang jahat. Kita harus melawannya dan membunuhnya."

Semua yang ada di sana saling pandang satu sama lain. Kebingungan, jelas saja, mereka tak tahu harus bagaimana. Selama mengabdi pada Daeva, kejadian seperti ini tidak pernah diduga akan terjadi. Daeva pun tidak pernah menyinggungnya.

"Jika Nona Daeva mati ... maka ...." Satu wanita berkonde kecil dengan pakaian pelayan itu berkontribusi, mengutarakan pendapatnya. "Maka kau juga akan mati, Ibad."

Ibad mengangguk. "Semua sihir Nona Daeva akan hilang dari tubuh manusia-manusia yang merasakan itu, semuanya. Tak terkecuali."

Semuanya kini menatap ke arah pak tua berambut putih di ujung barisan. Dia yang paling akan merasakan kehilangan.

"Anda tidak akan pernah bisa bergerak dan berjalan lagi, Mr. Atteza. Anda akan lumpuh dalam penyakit stroke lagi," kata Ibad penuh dengan penyesalan.

... Bersambung ....