Tubuhnya sempoyongan selepas sebuah portal memuntahkan tubuh Daeva dari dalam sana. Dia dibawa kembali oleh sihir milik Sang Agung Loralei. Katanya, Daeva tak seharusnya berada di Oxilir dalam waktu yang lama. Gurun hitam bukan tempat untuk pada pendosa yang sedang pada masa hukuman seperti dirinya.
Wanita itu ambruk di atas lantai. Sihirnya berbicara, memanggil seseorang untuk datang. Kode sinyal yang dikirimkan lewat pikirannya mempengaruhi seseorang datang selepas itu. Dia terlihat panik bukan main selepas melihat Daeva ambruk di atas lantai dengan keadaan wajah yang pucat, mirip mayat hidup sekarang.
Pria itu datang. Ikut bersimpuh, tubuhnya dingin seperti balok es, memucat bak mayat yang baru saja dikeluarkan dari dalam air.
"Nona, apa yang terjadi?" Pria di sisinya mencoba untuk memahami. Dia sekuat tenaga membantu Daeva untuk bangkit. Membopong ke arah ranjang yang tak jauh dari mereka.
Daeva ambruk lagi. Kali ini di tempat yang jauh lebih nyaman. Atas ranjang.
"Haruskah aku memanggilkan tabib untukmu, Nona? Wajahmu benar-benar pucat."
Namanya Ibad. Salah satu pengikut Daeva yang dihidupkan dengan darah rusa penuh sihir. Katakan dia adalah siluman rusa yang baik hati, polos, sedikit bodoh. Jika darah rusa tidak mengalir di tubuhnya dengan campuran sihir dari Daeva, maka dia sudah membusuk di pesisir pantai setelah perang melawan pasukan berkuda seorang diri. Bagaimana bisa orang waras melakukan hal itu? Ya, Ibad terlanjur gila oleh cintanya.
Daeva menghela napasnya panjang. Melirik Ibad yang berdiri dengan kecemasan di wajahnya. Dia seperti anjing yang takut majikannya mati karena racun.
"Cyrus menyentuh tubuhku dan bertabrakan dengan sisik Maris di dalam jantungku," ucapnya sekuat tenaga menahan sakit.
Ibad mengerutkan keningnya. "Cyrus?" Dia mencoba menerka. "Cyrus adalah pusat kekuatan dari Sang Agung Loralei. Sisik Maris adalah bagian tubuh dari ular sialan itu, jika sihirnya menyentuh Cyrus, maka ...." Ibad menghentikan kalimatnya. Menatap Daeva yang menyeringai tajam.
"Kau makin pandai saja."
"Kau akan mati, Nona!"
Baru juga Daeva memuji kepandaiannya, tetapi pria kikuk itu sudah membuatnya menyesal.
"Haruskah aku memanggil tabib dari dunia arwah?" Dia mendesak. Tak mau sakit itu menggerogoti tubuh Daeva. "Obat apa yang harus aku ...."
"Aku tidak akan mati ...." Daeva memutuskan kalimatnya. "Biarkan aku istirahat sejenak. Jangan ada yang menggangguku sampai besok pagi."
Ibad diam sejenak. Pikirannya mulai melayang-layang. Jika Daeva lemah dan sakit, maka seluruh sihir yang ditanamkan pada manusia sebagai pengikutnya pun akan mulai melemah dan hilang pada akhirnya, begitu juga dengan sihir yang ada di dalam tubuh Ibad.
"Kau tahu apa artinya bukan?" Daeva meneruskan. Memejamkan matanya. Tak ingin melihat wajah sedih Ibad.
Pria itu mengangguk dengan ringan. "Aku juga harus beristirahat jika tak ingin membusuk di tengah kota."
Daeva menghela napasnya. "Maafkan aku," ucapnya melirih. Tak kuasa menahan sedih kalau melihat wajah Ibad sekarang. "Semua sihirku yang ada di dalam tubuh manusia, akan hilang jika inangnya melepaskan itu. Jadi, bertahanlah meksipun itu menyakitkan. Aku akan sembuh besok pagi ...."
Ibad hanya bisa menganggukkan kepala. Dia tidak bisa melihat rusa di kandang belakang. Dia harus mengurung dirinya di dalam lemari es, untuk memperlambat pembusuk jikakalau Daeva tak kunjung baikan sampai matahari terbit besok.
"Kalau begitu, aku akan duduk di lemari es milikmu, bolehkah?"
Daeva membuka matanya perlahan. Menatap Ibad. "Tentu saja. Kau boleh menggunakannya. Orang-orang tidak akan berani masuk ke ruangan ini tanpa seijinku. Jadi kau akan aman di sana."
Lagi-lagi hanya bisa tersenyum kecut. Hatinya memang kecewa, bahagianya direnggut dalam sekejap mata. Namun, melihat tubuh Daeva memucat dan dingin seperti mayat, lebih membuatnya sakit hati lagi. Cyrus dan sisik Maris tidak seharusnya bertemu dan bersentuhan.
"Aku akan keluar besok pagi, Nona. Aku harap melihatmu duduk di atas ranjang alih-alih berbaring seperti ini."
Daeva mengangguk. "Tentu. Aku akan sembuh besok pagi. Aku akan berusaha," ujarnya tersenyum. Jari jemarinya meriah ujung tangan milik Ibad. Pria itu juga ikut mulai dingin. Sihirnya menguap seiring dengan keadaan Daeva yang semakin melemah.
... To be continued ...