"Delwyn berada di Washington DC sekarang?" Pria itu terkejut bukan main, dia mengira sang putra duduk menenangkan diri dan menyembuhkan penyakit anehnya di dalam vila tua yang dia berikan alamatnya kala itu. Namun, dia salah besar. Batinnya terguncang kala melihat rekaman kemera pengawas, dimana sang putra duduk di ruang ruang tunggu sebuah gedung mewah. Pusat penelitian milik Areeta. Kabar menyebar dengan pesat kala salah seorang rekan mengabarkan bahwa dia melihat Delwyn yang katanya sedang melakukan perjalan ke luar negeri.
"Panggil dia kemari, aku ingin berbicara dengannya." Pria tua itu memutuskan. Menatap karyawannya yang hanya diam, menurut. Menjawab dengan satu kata. Tak ada bantahan darinya.
"Ah, benar!" Halmet Stewart kembai menyela. "Hubungi wanita yang menjadi pemilik penginapan itu, aku juga ingin berbicara dengannya."
••• Luxuria's Penthouse •••
Oxilir, Lembah Perdamaian.
Bukan di gerbang perbatasan, nyatanya di sinilah dia berada. Daeva berdiri di sebuah gerbang besar. Jauh lebih agung ketimbang gedung pencakar langit yang ada di perkotaan tempatnya tinggal. Tempat ini asing, tentu saja. Tempat tinggi Sang Agung Loralei, Lembah Perdamaian, Oxilir, bukan sembarang tempat yang bisa didatangi oleh siapapun. Bahkan Daeva sekalipun. Ijin menapakkan kaki di tempat ini bukan hal yang sepele. Perwujudan iblis seperti Sang Agung Loralei tak bukan tipe 'bentuk' yang mudah untuk diluluhkan.
"Pulanglah, Daeva!" Sebuah suara menyeru. Entah datangnya dari mana, Daeva tak bisa menentukan sebab di atasnya hanyalah gumpalan kabut berwarna jingga yang menyeramkan.
"Aku ingin bertemu dengan Loralei!" Daeva ikut menyeru. Tak mau kalah, dia jauh lebih kokoh. "Katakan padanya ... bahwa aku akan menunggu!"
Sekelebat bayangan hitam seakan menelan warna jingga di atasnya. Bergumul dengan kilatan petir yang muncul sepersekian detik kemudian. Tempat ini tak bisa dideskripsikan dengan nyata. Tak ada kalimat yang pas untuk menggambarkan ketegangan di sini.
"Sang agung sedang tidak ingin diganggu," ujarnya. Bayangan hitam itulah yang menjadi wali yang menjaga gerbang ini. "Dia sedang menyelesaikan tugasnya."
"Kau pikir aku percaya?" Daeva mendongak. Di atas sana, petir saling bersautan, seakan sedang memilih bagian tubuh milik Daeva mana yang pantas untuk digosongkan pertama kalinya.
Jangan salah, petir di tempat ini, bukan sembarang petir. Bahkan itu bisa menghancurkan tubuhmu dan mengeluarkan semua isi organ di dalam sana.
"Aku hanya ingin bertanya ... pasal gebang perbatasan manusia dengan iblis! Hank datang menemuiku!" Daeva mengaku. Hanya kalimat itu yang bisa membuat Sang Agung Loralei memberi jalan masuk padanya.
Decurion, bayangan hitam di atasnya tertawa lepas. "Kau bahkan bercanda pasal siluman rusa yang datang menemuimu agar kau mendapat jantung orang mati pada Sang Agung Loralei, kau pikir Sang Agung akan percaya padamu?"
"Tentu kau akan membahas itu lagi!" Daeva mengerutkan keningnya. Bayangan itu berputar membentuk lingkaran diikuti dengan petir yang terus menggelegar hebat. Seakan tak mau kalah dengan suara lantang miliknya.
Daeva mengelukan sebuah bulu angsa yang cantik. Bulunya begitu rapi dan halus, di ujung terdapat satu mutiara kecil yang bersinar terang. "Aku juga harus menjelaskan ini milik siapa?" Daeva tersenyum seringai. "Hanya para angsa penjaga perbatasan yang punya bulu seindah ini. Hank benar-benar menemuiku! Aku yakin dia juga ...." Ucapan Daeva terhenti kala gerbang di depannya tiba-tiba saja terbuka. Membuatnya menoleh, tak lagi mendongak ke atas.
Perempuan itu tersenyum manis. "Sudah aku duga," tuturnya dengan lirih. Berjalan masuk ke dalam kawasan gurun hitam yang menyeramkan.
Kanan kiri yang dilihat oleh Daeva hanyalah gabro raksasa yang berdiri secara acak. Menjadi penghias di atas gurun pasir berwarna hitam yang menjadi pijakan Daeva sekarang.
Dia berjalan jauh, tak acuh dengan semua yang ditemuinya di sini. Cacing besar dengan mulut penghisap yang sesekali muncul di sisi kanan dan kiri, melilit batu gabro besar di tengahnya. Lintah besar berdiam diri di setiap sudut, membentuk gunung yang menipu mata. Petir menyambar sesekali, ini adalah representasi bentuk neraka tanpa api.
"Katakan tujuanmu." Suara yang datang dari belakangnya, membuat Daeva terkejut. Seorang wanita tua, perwujudan dari Sang Agung Loralei yang tak pernah mati dan berganti usia.
Daeva menatapnya. "Kau berganti ...." Daeva mengarahkan pandangan matanya naik turun. Jubah hitam dengan sabuk naga melingkar di pinggang. Satu tongkat kayu, lambang keagungan milik Loralei. Dalam legenda, Rincewind Vision, merupakan pusat segala sihir dan kekuasaan milik Sang Agung Loralei. Permata bulat berwarna merah darah, Cyrus, menjadi pusat yang mengendalikan banyak kekuatan di dunia iblis.
"Pakaianmu lebih baik saat pertama kali kita bertemu," ucapnya mengubah arah pembicaraan.
"Katakan apa tujuanmu kemari, Daeva?"
Daeva menghela napasnya ringan. "Kita sudah bertahun-tahun tidak berjumpa, bukankah teh atau kue kering bisa kau sajikan sekarang? Itu cara manusia menjamu tamunya." Daeva terkekeh. Membawa suasana menjadi sedikit lucu. Namun, nenek tua di depannya hanya diam. Dia tak punya selera humor.
"Katakan atau aku akan mengembalikan dirimu ke Green Bank!"
... To be continued ...