"Kenapa membawaku ke sini?" Daeva menatap sekitarnya. Taman bunga yang cantik, tetapi semua ini tak nyata. Dunia Decurion jauh lebih mengejutkan dari yang Daeva duga. Akan lebih normal jika pengikut Sang Agung Loralei membuat sebuah dunia imajinasi yang menyeramkan, mirip neraka yang penuh api. Alih-alih membuat dunia bak taman kanak-kanak yang membuat Daeva muak acap kali datang kemari. Orline tempat suci para Decurion..
"Hanya di tempat ini pandangan Sang Agung Loralei dikaburkan, Daeva."
Daeva menatap bayangan hitam di depannya. Ia mengerutkan keningnya samar. "Kau coba untuk mengkhianati Loralei yang sudah memberikan dirimu nyawa?" Daeva menyeringai. "Kau mirip Daviela."
Decurion tak menggubris. Dia memilih terbang menuju ke sebuah tempat, membawa Daeva ikut dengan langkah kakinya menapaki jalan berbatu di bawahnya sekarang.
Mantra dirapalkan. Sebuah rekam jejak ditampilkan di atas gumpalan awan. Daeva menatapnya dengan serius. Kode mantra Advocata Ogirth terbang melayang di sana.
"Advocata Ogirth adalah puncak Matra modernisasi dari mantra Ogirth di masa lalu. Hanya yang punya racun lah yang bisa memberikan penawarnya." Decurion menoleh pada Daeva. Wanita itu diam sembari memahaminya. "Itulah kata kunci dari Advocata Ogirth."
"Lalu hubungannya dengan darah perawan? Aku yakin mematahkan mantra setinggi itu tidak mudah. Apalagi hanya dengan menggunakan darah perawan yang mati di pertengahan bulan."
"Itu masih dalam penelitian Sang Agung Loralei." Decurion menyahut. Membuka sebuah portal di sana. Mengumpulkan beberapa puzzle yang terpisah menjadi satu. Teka-teki pasal apa yang terjadi di masa lalu, tak semuanya bisa dicerna dalam sekali pikir. Daeva harus mencari jawabannya sedikit demi sedikit.
"Peperangan dirimu dan Dierdre kala itu mengguncangkan semesta. Surga mendengar pasal dua iblis yang bertentangan sedang mencoba membunuh satu sama lain. Menghancurkan sebuah bangunan yang dijadikan sebagai tapak suci seorang pendeta tua sebelumnya."
"Bangunan itu ...." Daeva menyahut. Menoleh pada bayangan hitam di depannya. "Milik seorang pendeta?"
"Anak suci dari Sang Agung Loralei. Dia membangun itu dengan menggunakan darah dan tulangnya. Tempat itu adalah tempat suci yang tak seharusnya roboh dan menyatu dengan tanah Daeva."
Daeva diam. Menggelengkan kepalanya dengan samar. "Bagaimana bisa Dierdre berada di sana? Dia iblis yang kotor. Bahkan hanya dengan meletakkan ujung jarinya di tempat suci seperti itu saja, bisa membuatnya terbakar."
"Dia menggunakan tubuh Daviela. Mantra Sang Agung Loralei yang dihisap oleh Dierdre dari tubuh gadis itu membuatnya bertahan di sana. Dierdre membunuh pendeta itu yang sudah menciptakan Althea-lux."
Daeva memejamkan mata sejenak. Berpikir. "Lalu apa hubungannya sekarang?"
"Daeva ...." Decurion menutup portalnya. Kini sihir yang ia berikan mampu memunculkan replika kitab Althea-lux. Memberikan lembar demi lembar terjemahan kitab itu untuk Daeva. "Althea-lux bukan hanya sekadar ajaran iblis yang dibuat oleh Dierdre dan Maris, tetapi juga ajaran baik yang sempat ditulis oleh pendeta itu. Itu sebabnya seseorang menyegel kitabnya dengan dua mantra. Ogirth dan pembelanya, Advocata Ogirth."
"Maksudmu ... Seseorang menyegel kitabnya agar ajaran itu tidak bercampur menjadi satu?"
Decurion tertawa. "Kau pandai, Daeva. Darah perawan yang diperlukan oleh Sang Agung Loralei tidak digunakan untuk mematahkan mantra itu. Namun, untuk memanggil siapapun yang sudah membuat mantra pembela dari Ogirth. Siapapun itu, Sang Agung Loralei yakin dia akan menjadi bencana paling besar untuk umat manusia."
Daeva mengerutkan keningnya. Samar, masih belum bisa mengerti semuanya.
"Kita runut sedikit demi sedikit." Daeva memulai.
"Althea-lux adalah kitab yang dibuat oleh Dierdre selepas berperang denganku bukan?"
Decurion terkekeh. "Kau salah dalam memulai, Daeva. Kitab itu sudah ada sejak lama. Hanya saja ... Dierdre menyempurnakannya selepas berperang denganmu. Dia membunuh pendeta dan merobohkan bangunan sucinya. Menjadi kuat lalu menghilang selepas itu hingga sekarang."
Daeva menghela napasnya. Dia mengangguk. "Bagaimana dengan mantra Ogirth? Bagaimana bisa menyegel kitab itu?"
Decurion menatap dengan menggunakan mata hijaunya. "Itu pasti ulah pengikut Maris yang tersisa, Daeva." Decurion kembali menggunakan sihirnya. Membuat panggung sandiwara di atas langit, mencoba menjelaskan dengan alat peraga. Itu akan jauh lebih mudah.
"Ini hanya perkiraanku dan Sang Agung Loralei," ungkapnya. "Seseorang pasti menemukan kitab itu, membawanya pada orang yang tepat, pengikut Maris. Merapalkan mantra Ogirth untuk menyegel kitabnya hingga seseorang bisa membuatnya lebih sempurna lagi. Menguasai dunia manusia dan membuat iblis dan ajaran-ajaran Dierdre menjadi ajaran utama dalam dunia manusia." Decurion melirik ke arah Daeva. "Kau paham sekarang?"
Daeva mengangguk. "Siapa orangnya?"
"Itu yang sedang kita cari, Daeva. Orang yang menemukan kitab Althea-lux pertama kali adalah yang bisa menjelaskan itu.
Daeva berpikir. Mengira-ngira. "Kakek dari Areeta Bellanca?"
"Benar. Kau harus menemukannya. Dia manapun dia berada."
"Tapi dia sudah mati," sahut Daeva. "Kita bisa menemuinya di tanah iblis atau surga dan neraka. Itu bukan wilayah-wilayahku."
Decurion kembali tertawa. "Dia tidak dimakamkan, Daeva. Rohnya tidak ada. Jasadnya pun disembunyikan."
... To be continued ...