Winda menyentuh kuat bahu Seno ketika milik pria itu menghentak semakin kuat. Ia mendesah hebat dengan tubuh basah karena air shower terus mengalir membasahi tubuh keduanya. Sejak di bathup tadi, Seno tidak berhenti menyetubuhi Winda. Mereka sudah mencoba berbagai gaya di dalam kamar mandi itu. Sampai akhirnya berakhir di guyuran air shower yang hangat.
"Sen-" Keluh Winda yang merasa sangat lelah karena berjam-jam sudah Seno tidak mau berhenti.
"Sayang-hh.." Seno mendesah ketika miliknya semakin mengembang di dalam lubang Winda, "Cepet, sayang."
Seno menampar pantat Winda agar semakin cepat menggerakkan pinggulnya.
"Seno, aku gak tahan lagi." Keluh Winda menangis.
"Sebentar lagi, baby." Ucap Seno sambil meremas payudara Winda.
Seno menggigit kecil kuping Winda, "Kamu jangan pernah ninggalin aku. Aku cuma punya kamu, sayang."
Winda tidak menjawab namun hal itu ternyata membuat Seno semakin kuat menghentakkan miliknya.
"Jawab, sayang!" Perintah Seno.
"Iya.." Jawab Winda lemah.
"Iya apa?"
"Aku gak akan ninggalin kamu."
Seno kembali mencium bibir Winda agresif dan menuntut. Mereka bercinta dari pagi hingga siang hari yang mana setelah itu mereka tertidur berdua—saling memeluk satu sama lain hingga menjelang sore.
****
Ketika terbangun saat sore hari. Winda tidak menemukan Seno disebelahnya, perempuan itu merasa sedih karena hal tersebut. Ia kembali menangis karena seharusnya Seno tetap disini bersamanya. Jujur—saat ini Winda benar-benar sangat butuh kasih sayang dan hiburan dari Seno.
"Non, Winda." Suara bik Ijah terdengar dari luar kamar, "Non, saya masuk boleh gak?"
Winda langsung merubah posisinya menjadi duduk. Ia mengusap air matanya, "Bentar, Bik."
Winda turun dari tempat tidur kemudian berjalan menuju lemari dan mengambil pakaiannya. Ia mengambil kaus kebesaran miliknya dan membuka pintu.
"Kenapa, Bik?" Tanya Winda malas.
"Ini, Non. Den Seno titip pesen kalau non Winda harus pakai baju ini. Terus ikut sama pak Udin." Bik Ijah memberikan kotak berwarna merah muda pada Winda.
"Yaudah, non. Saya balik ke dapur ya. Pak Udin udah nunggu non di depan." Setelah mengatakan itu, bik Ijah langsung pergi ke dapur.
Winda menutup pintu kamarnya lalu membuka kotak tersebut. Yang mana isinya adalah gaun berwarna merah seksi yang sangat cantik dan elegan. Winda tertegun menatapnya kemudian bingung—apa yang sedang Seno rencanakan sebenarnya?
Winda pun berusaha bersikap bodo amat dan tidak peduli. Ia memilih tidur kembali. Tapi itu hanya berlangsung sebentar karena ia tidak bisa berhenti memikirkan Seno.
"Ish, apasih maunya Seno. Gak capek apa nyakitin gue?" Ucap Winda kesal, lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan bersiap-siap.
****
Winda merasa agak risih ketika mengenakan gaun seksi ini. Sehingga ketika pergi bersama pak Udin, Winda memutuskan untuk menutupnya menggunakan jaket miliknya.
Pak Udin mengantar Winda ke sebuah hotel bintang lima yang ada di jakarta. Untuk sesaat Winda merasa bingung, tapi kebingungan itu tak berlangsung lama karena seorang pegawai hotel langsung datang menyampirinya ketika Winda turun dari mobil..
"Maaf, Bu. Saya sedikit terlambat." Ucap pegawai itu.
"Iya, gak papa." Jawab Winda bingung.
"Bu, ayo silahkan ikut saya." Pelayan itu mempersilahkan Winda untuk masuk dan mengikutinya.
"Sebenernya saya mau dibawa kemana sih?" Tanya Winda karena sudah merasa lelah dengan drama yang dibuat oleh Seno. Ia ingin makan karena sangat lapar.
Ketika sampai di depan kamar hotel. Pelayan itu berucap, "Ini, Bu kamarnya. Silahkan masuk."
Winda dengan ragu membuka pintu itu. Ia masuk ke dalam tapi semuanya terlihat gelap sampai di mana ia berdiri dan mendapati banyak sekali lilin love di lantai. Ada juga tempat tidur yang sudah dipenuhi bunga mawar merah berbentuk love. Dan foto dirinya bersama Seno berukuran sangat besar.
Winda juga melihat meja bundar kecil yang diisi berbagai macam makanan lezat dan wine kesukaan Seno. Untuk sesaat Winda tertegun lalu terkejut ketika sebuah tangan melingkar di pinggangnya dari belakang.
"Maaf, udah buat kamu bingung." Bisik Seno lembut, "Kamu cantik banget."
"Seno, ini apa?"
"Kalau di inget-inget selama 8 bulan kita nikah. Aku gak pernah kasih sesuatu yang romantis buat kamu." Seno mengecup pundak terbuka Winda lalu menuntun wanita itu menuju jendela. Winda dapat melihat jelas kota Jakarta yang sangat indah dari sana.
"Seno, aku kira ini cuma ada film." Ucapnya takjub.
Seno tertawa pelan melihat ekspresi polos Winda. Pria itu lalu menatap kagum Winda yang terlihat sangat cantik. Gaun merah dengan punggung terbuka dan belahan dada terbuka sungguh mampu membuat birahi Seno kembali naik. Apalagi tubuh Winda masuk dalam kategori tubuh berisi dan padat.
Rambut Winda yang panjang Seno sampingkan lalu ia kembali memeluk Winda dari belakang. Menghirup aroma khas Winda yang sangat Seno suka.
"Sayang, aku cinta banget sama kamu." Ucap Seno lembut, "Besok kita jadi ya ke Paris."
Seno membujuk Winda karena sebelumnya wanita itu membatalkan rencana mereka untuk pergi ke Paris karena kedatangan Kevin semalam.
"Kita gak bisa pergi dengan keadaan kaya gini—"
"Kaya gimana, sayang? Please kamu jangan mikirin yang enggak-enggak."
"Aku takut...."
Seno membalik tubuh Winda dan menatap wanita itu, "Takut kenapa, hm?"
"Takut apa yang dibilang Kevin itu bener. Kalau aku perempuan jahat."
"Enggak, sayang. Kamu nggak usah dengerin apa yang Kevin bilang karena semua itu memang salah paham. Dan kamu bukan perempuan jahat, kamu baik banget. Selama ini semuanya salah aku. Udah ya sayang. Kamu gak perlu mikirin omongan Kevin lagi." Seno langsung memeluk tubuh Winda. Ia mengelus pelan rambut Winda dan mengecup pucuk kepalanya.
"Tapi—"
"Sssttt.." Seno mengecup bibir Winda, "Aku gak mau dengerin kamu bahas masalah itu lagi. Sekarang—kita ciptakan kebahagiaan kita sendiri ya?"
Winda mengerucutkan bibirnya membuat Seno tersenyum dan merasa gemas.
"Kenapa cinta?" Tanya Seno gemas.
"Aku laper banget."
"Astaga kamu kan belum makan dari siang." Ucap Seno khawatir lalu menarik kursi dan mempersilahkan Winda untuk duduk, "Sayang, buruan makan. Ntar cacing di perut kamu meronta dan meraung nangis karna gak dikasih makan. Soalnya biasa mereka kan makannya banyak banget."
Sebenarnya Seno mengejek Winda karena tahu kalau selama ini wanita itu makan sangat banyak.
"Kamu ngejek aku ya?" Tanya Winda sebal.
"Enggak. Aku tu cuma khawatir karna istri aku belum makan. Ya—walaupun tadi pagi makannya udah banyak banget sih."
"Senooo...." Winda menghentakkan satu kakinya, "Aku pulang ni."
"Iya enggak enggak. Oke, sayang aku minta maaf."
Seno meraih pinggul Winda dan menyuruh wanita itu duduk untuk makan. Winda dengan wajah sebal mulai malas melihat Seno yang hanya tersenyum padanya.
"Udah dong sayang." Ucap Seno sambil menuangkan wine ke gelas Winda, lalu memberikannya pada wanita itu.
"Winda sayang."
Winda mengambil gelas tersebut dan langsung meminumnya. Rasanya agak asam dan Winda tak suka itu, "Ih gak enak!"
Seno tertawa geli. Hatinya kini sangat gembira karena akhirnya Winda tidak marah lagi padanya.