Kevin yang seharian ini hanya di rumah dikejutkan dengan kedatangan Mirna. Wanita itu terlihat muram dan seperti masih marah padanya. Sejujurnya Kevin sangat malas bertemu Mirna karena kejadian beberapa hari lalu. Apalagi Mirna sempat membentaknya.
"Mir?" Kevin merasa heran karena sejak tadi Mirna hanya diam.
Mirna tertawa kecil, "Lo tau gak sih Vin. Tante Julia barusan nelfon gue, katanya Seno jadi baik banget sama dia. Lo percaya?"
Bukan rahasia lagi, jika Seno dulu sangat membenci sang mama. Kevin pun tahu karena Seno sempat cerita kalau ibunya selingkuh dari ayahnya.
"Mungkin Seno mau berdamai sama masa lalunya. Bisa aja 'kan?" Kevin sangat malas membahas Seno sejujurnya.
"Seno tu gak gitu. Seno tu kalau udah benci sama orang dia tetep bakal benci. Gue sih yakin kalau sebenernya Seno justru mau bales dendam sama tante Julia."
"Lo kok ngomong gitu sih? Bukannya seharusnya kita seneng karna Seno udah baikan sama mamanya?"
"Tante Julia itu jahat, Vin. Ninggalin om Ramdan pas udah tua."
"Sejak kapan Lo peduli sama om Ramdan? Om Ramdan sakit Lo gak pernah tu jenguk. Bahkan Lo ngajak Seno liburan ke Bali."
Mirna menatap Kevin malas. Menurutnya wajar jika ia tidak menjenguk Ramdan ketika sakit karena ya, saat itu Ramdan saja tidak mau bertemu dengannya. Tapi, bukankah seharusnya Mirna menghargai Seno dengan tidak merajuk dan malah meminta liburan ke Bali?
"Percuma ngomong sama Lo. Gak guna!" Ucap Mirna pada Kevin.
Sebelumnya Mirna tidak pernah bersikap seperti ini pada Kevin. Perempuan itu menjaga baikn imagenya di depan siapapun. Makanya, saat ini Kevin agak terkejut melihat sikap Mirna yang sangat jauh dari sebelum-sebelumnya.
"Lo sadar gak sih? Bisa aja Seno ninggalin Lo karna sikap Lo yang kayak gini?" Tanya Kevin pelan.
"Maksud Lo? Winda lebih baik dari gue?"
"Gue gak bilang gitu ya, Mir. Lo justru nyimpulin sendiri."
"Jadi sekarang Lo ngebela Winda? Inget, Vin. Winda udah jahat sama kita. Winda udah jahat sama gue!"
"Padahal gue gak bilang kalau Winda lebih baik dari Lo. Lo tu kenapa sih? Sensian mulu!"
"Ya semua tu gara-gara Lo. Lo jadi sahabat gak guna tau gak? Lo bilang mau nasehatin Seno. Tapi ternyata apa? Seno malah pigi bulan madu sama Winda ke Paris!"
"Itu bukan kehendak gue. Gue udah ngomong kok sama mereka. Bahkan gue marahin Winda, dan Lo mau tau? Seno belain Winda. Seno ngejer Winda pas nangis. Dan gak ngomong apa-apa sama gue, bahkan ngejelasin pun enggak. Dari situ gue tau, kalau Seno bener-bener cinta sama Winda."
Hati Mirna kembali panas, ia pun tersenyum miring menatap Kevin, "Kalian tu bodoh banget. Seno tu baik sama Winda, Lo mau tau? Karna Seno mau bales dendam sama Winda!"
Kevin menatap Mirna tidak percaya. Menurutnya kali ini Mirna sudah sangat keterlaluan karena berani memfitnah Seno begitu saja, "Lo tu kalau sakit hati sama Seno gak usah main fitnah aja, Mir."
"Oh, jadi Lo gak percaya sama gue?"
"Ya gak lah. Gila kali gue percaya sama Lo."
Mirna mengambil ponselnya di tas. Ia lalu mencari rekaman pembicaraan Seno dengannya yang sudah berbulan-bulan lalu. Dimana rekaman itu terjadi, Seno belum menyukai Winda.
Mirna tersenyum jahat kemudian memutar rekaman itu di depan Kevin. Semua omongan jahat Seno untuk Winda otomatis terdengar membuat Kevin yang menyimak dengan serius langsung dibuat marah.
"Seno brengsek banget." Ucap Kevin marah. Ya, bagaimana pun Kevin masih sangat menaruh hati pada Winda. Jadi wajar jika ia semarah itu pada Seno.
Mirna menghentikan rekaman tersebut, "Lo gak akan kuat kalau denger semuanya. Karna gue tau Lo masih suka banget sama Winda. Nah, udah tau kan apa rencana Seno? Buruan gih selametin Winda sebelum Winda bener-bener hamil dan ditinggal sama Seno."
"Jadi Seno mau buat Winda hamil terus ninggalin Winda gitu?"
"Iya. Itu rencana Seno!"
Kevin langsung memejamkan matanya. Ia merasa sangat kasihan pada Winda karena telah dibohongi oleh Seno. Dan Kevin pun merasa bersalah pada Winda karena sudah berucap kasar malam itu. Seharusnya Kevin bisa menahannya, karena memang Winda adalah korban disini.
Kini Kevin tidak bisa berbuat apapun karena yang ia tahu, Seno dan Winda akan pulang dua bulan lalu.
"Gue harus buat rencana supaya Seno cepet pulang ke Jakarta." Ucap Kevin.
"Rencana?" Mirna tersenyum senang. Bagaimanapun lebih cepat Seno dan Winda pulang itu lebih baik, agar Winda bisa membuka paket kirimannya, "Rencana apa, Vin?"
"Rencana dimana Seno mau gak mau harus tetep pulang ke Jakarta!" Jawab Kevin geram sambil mengingat kasihan nya Winda.
****
Winda memperhatikan Seno dengan serius yang sepertinya sedang ada masalah dengan perusahaan. Pria itu dari tadi menelfon pegawainya untuk membicarakan masalah tersebut.
"Seno," Panggil Winda pelan, "Ada masalah ya?"
"Direktur keuangan korupsi uang sampe miliaran." Seno langsung duduk dan memijit keningnya yang terasa sangat pening.
Winda yang terkejut langsung menyentuh pundak Seno dan sedikit menenangkan sang suami, "Ya ampun."
"Kondisi perusahaan lagi chaos banget."
"Apa kita pulang aja?" Tanya Winda pelan dan Seno langsung menatapnya.
"Kamu gak papa kalau kita pulang? Kita lagi liburan Loh ini. Aku gak enak sama kamu padahal aku yang ngebet banget."
"Ya gak papa, sayang. Perusahaan kan masa depan kita juga."
Seno menghela napas legah, ia lalu memeluk Winda erat, "Makasih ya sayang. Kamu udah ngertiin aku."
Sepertinya Seno masih terbayang ketika pacaran dengan Mirna. Dimana wanita itu jarang sekali mengerti tentang kondisinya. Dan kali ini Seno sangat bersyukur mendapatkan Winda.
"Iya sama sama. Kamu jangan khawatir ya, aku do'ain semoga masalahnya cepet selesai. Dan direktur keuangan bisa diadili cepetnya."
Seno merasa legah mendengar ucapan Winda. Ia sangat bersyukur karena Winda ada di sampingnya dan mendukungnya membuat Seno merasa aman.
"Makasih ya sayang." Seno menenggelamkan kepalanya di dada Winda, "Untung ada kamu."
"Kamu jangan kesuh gitu dong. Nanti aku gak ada temen berantem lagi."
"Keknya aku off dulu berantemnya sama kamu."
Winda terkekeh geli, kemudian mencium kening Seno, "Iya yaudah."
"Kita besok pulang pagi-pagi ya. Aku udah nyuruh sekretaris aku buat pesenin tiket."
"Iya Seno."
"Sekali lagi maafin aku ya," Seno menatap Winda dan mengusap lembut rambut hitam sang istri. Padahal ia sangat berharap Winda bisa hamil ketika mereka di Paris, "Aku selalu gagalin rencana kita. Aku gak guna banget gak sih?"
"Seno, semua ini bukan kehendak kamu. Sejauh ini kamu udah ngelakuin yang terbaik jadi kamu jangan mikirin aku lagi ya. Maksudnya, kamu fokus dulu ke perusahaan. Itu jauh lebih penting sayang."
"Tuhan bener datengin kamu di waktu yang tepat." Seno kembali memeluk Winda.
Winda tersenyum walau dalam hati ia juga merasa khawatir dengan perusahaan, "Kamu mau makan ice cream gak? Biar hati dingin."
"Emang bisa ya sayang?"
"Bisa dong. Yuk!"
Seno tersenyum kecil, "Yaudah ayuk."