Chereads / Goddes Of Marriage / Chapter 23 - 23 - Ketahuan

Chapter 23 - 23 - Ketahuan

Kevin sengaja memarkirkan mobilnya di tempat yang agak jauh dari rumah Seno. Ia datang kesana dengan perasaan penasaran dan tentunya masih berpikir begitu positif. Misal—mungkin saja Winda dan Seno hanya terpaksa menikah karena suatu alasan? Bisa saja begitu 'kan?

Kevin menunggu dengan perasaan mulai cemas karena menurut penuturan pak Udin, Seno sedang pergi bersama sang istri. Pak Udin yang tak tahu bagaimana ceritanya asal bicara saja pada Kevin.

Membuat Kevin gusar tak tahu bilang. Kevin yang awalnya masih berpikir positif lantas mulai muak ketika melihat ternyata apa yang dikatakan Mirna memang benar. Ia melihat sendiri dengan mata kepalanya, jika Seno dan Winda bermesraan bahkan bercumbu mesra bak sepasang suami istri yang amat sangat romantis.

"K-kevin?" Ucap Winda kaku. Ia langsung mendorong tubuh Seno menjauh.

"Tega ya Lo pada bohongin gue!" Kevin berucap kesal. Apalagi melihat bagaimana berantakan nya Winda yang habis dicumbu oleh Seno.

"Vin.." Seno mendekati Kevin, "Lo salah paham!"

"Salah paham gimana? Jelas-jelas gue liat semuanya. Lo ga tau gimana stresnya Mirna karna ini, ha?"

"Mirna?" Ucap Winda pelan membuat Seno langsung menatapnya.

"Win.."

Kevin menatap Winda penuh emosi, "Lo juga—jadi perempuan jahat banget. Tega ya Lo ngerebut pacar orang lain? Sanggup Lo?"

Seno yang tidak Terima istrinya dibentak oleh Kevin langsung menyentuh dada Kevin, "Vin, Lo kalau mau marah sama gue aja jangan sama Winda. Dia gak tau apa-apa."

"Gak tau apa-apa gimana? Jelas-jelas Winda tau Lo pacaran sama Mirna? Emang dasarnya aja Lo yang jahat kan Win?" Kevin terlihat sangat marah pada Winda. Ia bahkan tega berucap kasar pada wanita itu.

"Kevin!" Tegur Seno tegas.

Winda ingat sekali ketika Seno mengatakan padanya jika hubungan Seno dan Mirna sudah berakhir lama. Jadi wajar saja, ketika mendengar penuturan Kevin membuat Winda shock juga sakit hati. Ia sama sekali tidak memiliki niat untuk merusak hubungan Seno dan Mirna. Seno sendiri yang datang padanya.

Kevin yang masih emosi mendorong tubuh Seno dan menatap Winda, "Gue gak nyangka—kalau muka polos Lo selama ini cuma topeng doang. Bisa-bisanya Lo mesra-mesraan sama Seno sedangkan Mirna udah hampir gila karena kalian berdua. Mirna depresi karna Seno sendiri belum mutusin dia. Lo jahat Win!

Winda menatap Kevin dengan mata berkaca-kaca. Apa benar ia jahat? Tubuh Winda seketika terasa begitu lemas. Setetes demi setetes air matanya mulai jatuh.

BUG.

Seno yang juga emosi langsung memukul pipi Kevin hingga tersungkur, "Jaga omongan Lo ya Kevin. Winda gak tau apa-apa!"

Winda yang sakit hati langsung berlari masuk ke dalam kamar. Ia tak peduli lagi dengan kedua pria itu yang saling bertengkar satu sama lain. Hatinya sakit sekali mendengar ucapan Kevin. Apalagi mengetahui fakta kalau ternyata Seno belum memutuskan Mirna.

Kevin menyentuh bibirnya yang berdarah.

Seno sangat emosi melihat Kevin, "Lo tu kalau gak tau apa-apa bisa diem gak? Omongan Lo jahat banget sama Winda padahal bukan gitu kenyataannya!"

Seno ingin memukul Kevin sekali lagi, tapinya khawatir dengan Winda. Dan memutuskan untuk masuk kedalam menyusul sang istri.

Kevin yang sekarang sendirian meringis ngilu. Ia lalu merasa bersalah karena telah berucap kasar pada Winda.

****

Seno berlari kencang menyusul Winda ke kamar mereka. Namun sayang, wanita itu sudah mengunci kamar itu sehingga Seno tidak bisa masuk ke dalam.

"Sayang, dengerin aku dulu." Seno menggedor-gedor pintu kamar, tapi Winda tetap tidak mengindahkan ucapannya. Wanita itu menangis sedih di dalam kamar karena merasa dikhianati.

"Win, ini salah paham." Ucap Seno, "Buka dulu sayang pintunya. Biar aku jelasin semuanya."

Winda menutup kupingnya dan terus menangis. Rasanya sulit sekali menghadapi ini semua.

Sedangkan Seno terlihat sangat khawatir serta merasa begitu marah dengan Kevin. Yang dengan berani berbicara asal pada Winda. Seno tidak akan memaafkan Kevin sebelum pria itu meminta maaf pada Winda.

"Sayang..."

"Winda..."

Seno memanggil Winda lemah namun tetap tidak ada jawaban. Sepertinya, Seno sudah bisa membuat keputusan tentang hubungannya dengan Winda.

****

Sampai pagi hari, Winda tetap tidak keluar kamar membuat Seno khawatir bukan main. Sebenarnya Seno bisa saja membukanya dengan kunci cadangan, tapi ia tidak mau melakukan itu karena masih menghargai Winda.

"Sayang, kamu udah bangun? Kita sarapan yuk." Ajak Seno lembut.

"Sayang, kita bisa omongin ini baik-baik."

Tak berselang lama, Winda keluar membuka pintu kamar. Wajah dan bibirnya sangat pucat, matanya sembab dan rambut terlihat berantakan. Dia tak memperdulikan Seno dan langsung berjalan menuruni tangga.

"Sayang.." Panggil Seno kemudian menyentuh lengan Winda, "Dengerin aku dulu ya."

Winda menatap Seno, "Aku laper. Mau makan."

Wanita itu kemudian melepas genggaman tangan Seno dan menuju meja makan. Dimana bik Ijah sudah menyiapkan sarapan pagi.

"Bik, buatin aku susu ya. Sama aku juga makan buah." Ucap Winda lalu langsung menyantap nasi goreng dengan lahap. Karena memang semalam Winda belum makan sama sekali. Padahal rencananya ia dan Seno akan memasak spageti carbonara.

Seno ikut duduk di meja makan. Pria itu terus menatap Winda tanpa berani berbicara sedikit pun.

"Kamu gak makan?" Winda bertanya pada Seno, "Kamu juga semalem belum makan 'kan?"

Seno terlihat terkejut, "Ah..iya. Aku—"

"Mau aku ambilin?" Tawar Winda lemah.

"Enggak, sayang. Aku bisa ambil sendiri. Kamu makan aja, ya." Seno langsung mengambil nasi goreng tersebut sambil terus memperhatikan Winda yang makan dengan sangat lahap.

Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Winda langsung meminum susu yang dibuatkan oleh bik Ijah dengan sekali teguk. Kemudian ia memakan buah potong yang juga disiapkan oleh bik Ijah.

Seno menatapnya tak berkedip. Winda memang banyak makan, bahkan melebihi Seno. Tapi Seno tidak pernah melihat Winda makan hingga serakus ini.

"Sayang, pelan-pelan makannya." Tegur Seno lembut kemudian mengambilkan tisue untuk Winda.

"Makasih." Ucap Winda.

Setelah itu mereka hanya saling diam. Seno terlalu pengecut untuk kembali membahas masalah semalam. Ia lebih memilih ambil aman dengan suasana seperti ini.

"Seno, kamu udah mandi?" Winda bertanya tiba-tiba.

"Eum? Oh, belum. Aku belum mandi, sayang. Kenapa? Kamu mau mandi?"

"Iya. Tapi mandinya sama kamu."

Seno tersedak mendengar ucapan Winda. Ia langsung mengambil air minumnya dan meneguk nya sampai tidak bersisa.

"Ah, yaudah ayuk mandi." Ucap Seno. Dan Winda langsung bangkit dari tempat duduknya dan menuju kamar mandi kamar mereka.

****

Winda memunggungi Seno dan bersandar di dada bidang suaminya. Mereka sudah berada di dalam bathup kamar mandi tanpa sehelai benang pun. Seno tidak henti-hentinya mencium punggung Winda dan membelai lembut tubuh istrinya.

Winda memejamkan matanya erat sambil menikmati sentuhan lembut Seno. Air dingin terasa begitu menyejukkan tubuh keduanya di dalam sana.

"Seno.." Panggil Winda pelan.

"Hm? Kenapa?" Seno pun menjawab tak kalah lembut. Ia mencium pipi Winda mesra.

"Kamu cinta gak sama aku?"

"Tentu cinta. Aku cinta banget sama kamu."

Winda tertawa pelan, Seno pun tidak tahu apa maksudnya.

Seno menyentuh pipi Winda membuat wanita itu menoleh ke belakang dan menatapnya. Seno mencium bibir Winda lembut. Sementara tangannya meremas lembut payudara Winda sehingga suara desahan wanita itu terdengar.

"Kamu jangan pernah ninggalin aku. Kamu harus percaya sama aku." Ucap Seno di sela-sela ciumannya. Ciuman yang awalnya lembut tapi lama kelamaan berubah panas seiring berjalannya waktu.

Di sela-sela ciuman tersebut. Air mata Winda keluar—ia menangis dan menjerit dalam hati karena teringat ucapan Kevin semalam, tapi berusaha tetap netral karena ia juga tidak ingin kehilangan Seno. Pria yang paling ia cintai di dunia ini.