Seno menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Winda. Napas keduanya seakan saling berlomba-lomba setelah melakukan kegiatan panas yang terasa begitu nikmat. Winda tersenyum memejamkan matanya bahagia—sungguh ia sangat senang malam ini.
Sedangkan yang ada di dalam pikiran Seno hanya nafsu dan kenikmatan yang luar biasa. Ia akui kalau Winda memang sangat mempesona ketika tidak mengenakan sehelai benang pun sambil meneriaki namanya.
"Sayang, kamu capek?" Seno menatap Winda sebentar kemudian berbaring di samping wanita itu sambil memeluknya.
"Ehm." Winda mengangguk, "Tapi aku seneng banget. Gak tau kenapa."
"Kenapa masih gak tau? Padahal kamu seneng juga karena aku 'kan?"
Wajah Winda langsung memerah. Saat ini wanita itu memang sedang dimabuk cinta dan hatinya berbunga-bunga karena Seno.
"Iya-in aja deh." Ucap Winda malu-malu.
"Sayang, makasih ya udah bisa nerima aku." Seno berkata sambil mengecup kening Winda mesra.
"Sama-sama. Aku juga mau ngucapin makasih sama kamu karena udah baik banget sama aku."
"Suami baik sama istrinya itu wajar, sayang."
Winda menenggelamkan wajahnya di pelukan Seno. Ia jadi membayangkan—bagaimana jika nanti mereka memiliki anak. Sudah pasti Seno akan lebih mencintainya 'kan?
"Kalau kita punya anak. Kamu mau gak?" Tanya Winda spontan.
Raut wajah Seno terlihat bingung dan agak kaku, "Anak?"
"Iya. Anak."
"Masalah anak kita pikirin nanti ya, sayang. Aku mau seneng-seneng dulu sama kamu."
Ucapan Seno agaknya membuat Winda sedikit kecewa. Ia terdiam sembari memejamkan matanya. Sungguh—Winda sangat ingin memiliki anak agar hubungannya dan Seno semakin harmonis.
****
Mirna meyakini bahwa apa yang dilakukan-nya dengan mengancam Seno akan mampu membuat pria itu kembali baik seperti dulu. Kalian harus tahu kalau akhir-akhir ini Mirna mulai merasa jika Seno mulai berubah, tidak perhatian, cuek dan jarang menemuinya. Dan Mirna sangat yakin kalau perubahan sikap Seno pasti berkaitan dengan Winda.
Mirna yang sangat mencintai Seno begitu takut kalau Seno pada akhirnya akan jatuh ke dalam pelukan Winda. Mirna sangat takut—sungguh.
"Jadi Seno terakhir nemuin Lo tadi siang? Itupun karena Lo marah-marah dan nangis?" Tanya Yena—sahabat main Mirna.
"Iya. Gue harus ngemis-ngemis dan marah kayak orang gila baru Seno dateng nemuin gue," Jawab Mirna kesal sembari meneguk minumannya, "Dan Lo tahu? Pas gue telfon Seno dia lagi jalan sama Winda. Kurang ajar 'kan?"
"Ha?" Yena jelas tampak terkejut. Seno yang selama ini sangat menggilai Mirna bisa berubah secepat itu?
"Seorang Seno nyuekin Lo? Lo gak lagi mabuk kan, Mir?" Sekali lagi Yena memastikan takut jika sahabatnya sudah mabuk.
"Enggak, Yen. Sumpah—Seno tega sama gue!"
Mata Mirna mulai berkaca-kaca jika mengingat perubahan sikap Seno. Bahkan hari ini Seno sama sekali belum menghubunginya. Jika biasanya Seno akan marah kalau Mirna terlambat mengabarinya maka sekarang sudah terbalik—Mirna yang akan marah.
Mirna sudah tidak bisa berfikir dengan sehat. Ia selalu memikirkan, bagaimana caranya memberi pelajaran pada Winda.
"Lo labrak kek si Winda. Ganggu hubungan kalian banget tau gak sih tu cewek kampung." Ucap Yena ikut kesal.
"Gak dibolehin sama Seno. Kan gue udah pernah bilang sama Lo kalau Seno awalnya emang cuma mau mainin Winda. Oke gue setuju karena yaudalah biarin aja gue pikir. Eh tapi lama kelamaan Seno makin perhatian sama Winda. Padahal Seno udah janji sama gue kalau ayahnya meninggal dia bakal langsung cerein Winda. Tapi apa? Gue sering dapet kiriman foto dari temen-temen lain kalau mereka lagi jalan dan semakin lengket. Sakit gak sih jadi gue?" Mirna berucap panjang lebar.
"Sialan. Mau Seno apaansih? Sampe Lo gak boleh ngelabrak Winda?"
"Tapi emang bakal susah karena status Winda legal secara hukum dan agama. Nah, gue?" Mirna terlihat semakin frustasi, "Gue harus apa? Gue gak bisa hidup tanpa Seno!"
Yena merasa sangat kasihan melihat Mirna. Sejujurnya hati kecil Yena merasa kalau Seno memang sudah jatuh hati pada Winda dan akan segera melupakan Mirna. Tapi pertanyaannya bagaimana bisa Seno secepat itu melupakan Mirna yang sudah dipacari-nya selama 7 tahun.
"Gue tanya sama Lo. Selama pacaran sama Seno sikap Lo ke dia gimana? Maksud gue kali aja ada sikap yang gak Seno suka dari Lo." Yena bertanya serius. Bisa saja kan Seno merasa nyaman dengan Winda karena terkadang sikap Mirna yang matre dan playgirl.
"Paan sih Lo napa jadi nanya kek gitu ke gue?" Mirna berucap kesal tapi dia jadi berpikir sedikit.
"Mirna, Lo pernah ketauan selingkuh 3 kali sama Seno pas di Amrik. Terus Lo juga suka minta-minta sama dia. Coba deh Lo ubah sikap Lo yang itu."
"Lo tu kalau mau nyeramahin gue mending gak usah kesini deh. Males gue. Jelas-jelas Seno yang ngulah malah Lo nyalahin gue!"
Mirna memang pernah selingkuh dari Seno. Bukan tidak mencintai Seno hanya saja ia terkadang sedikit bosan jika harus tidur dengan Seno. Ia ingin sesekali tidur dengan pria lain. Soal matre—wajar bukan kalau seorang wanita meminta barang-barang mewah dari pacarnya yang kaya?
"Kenapa? Pergi sana Lo!" Mirna menatap Yena kesal, "Sebel banget!"
Yena menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum miring, "Sekarang gue semakin yakin kenapa Seno cuek sama Lo dan lebih milih Winda. Ya, mana ada cowok yang tahan ngejalanin hubungan sama perempuan yang kasar dan anti kritik kaya Lo. Gue yakin Seno bentar lagi bakal mutusin Lo!"
Mirna terdiam mendengar ucapkan Yena. Yena yang kesal langsung pergi dari sana meninggalkan Mirna yang mulai berpikir keras mengenai sikap dan tingkahnya selama ini.
"Semua ini gara-gara Winda. Liat aja Lo Winda bakal abis Lo ditangan gue!"
****
Seno mengecup kembali pipi Winda yang sedang menonton TV. Saat ini mereka sedang bersantai di atas sofa dengan posisi saling berpelukan sembari menonton drama romantis. Hari senin yang seharusnya Seno masuk kantor malah memutuskan untuk memasak bersama Winda kemudian menonton TV. Seno bilang ini sebagai tanda permintaan maaf karena kemarin ia membatalkan kencan mereka.
Winda tidak henti-hentinya tersenyum lebar ketika Seno mengucapkan kata-kata manis padanya. Mereka juga sangat sering mengambil foto untuk kenang-kenangan bersama.
Seno menghirup dalam-dalam rambut Winda sambil sesekali ia menciumanya mesra. Entahlah—hari ini Seno ingin sekali berbuat manis pada wanita itu.
"Seno, kamu gak bosen dari tadi ciumin aku terus?" Tanya Winda masih fokus menonton tv.
Seno langsung berpikir. Benar kata Winda—apa ia tidak bosan?
"Gak. Aku suka." Jawab Seno, kali ini mencium mata Winda, "Kalau bisa tiap saat gini terus."
"Terus kamu gak kerja gitu? Nah, kita makan apa dong?"
"Sayang, aku diem gini aja uang terus masuk ke rekening aku."
"Huuu. Sombong."
Seno mencubi hidung Winda gemas. Membuat wanita itu mengerang sakit dan memukul Seno dengan bantal secara spontan, "Sakitttt!!!!"
"Maaf," Seno tertawa keras melihat hidung Winda yang sudah memerah. Ia merasa genas melihat wajah cemberut wanita itu, "Maaf, sayang.... Sini aku cium."
"Ishh.. apaan sih. Kok dicium lagi?"
Seno masih tertawa, lalu mengecup pipi Winda berkali-kali.
"Udah..." Pinta Winda, "Liat tu kita ketinggalan. Kok tiba-tiba udah adegan ini sih." Winda cemberut melihat layar TV yang sudah menayangkan adegan lain.
"Senooo..." Winda spontan menjerit ketika Seno menggelitik perutnya. Ia yang tadinya marah langsung tertawa terbahak-bahak karena gelitikan Seno.
Seno ikut tertawa kencang. Ia tidak bisa menahan tawa saat menjahili Winda, "Kamu harus nurutin permintaan aku baru aku berhenti."
"Seno.." Winda tertawa, "Udah stop. Aku gak sanggup lagi."
"Janji dulu. Turutin aku."
"Iya, iya janji. Aku janji."
Seno menghentikan tingkah jailnya lalu menatap Winda serius, "Kamu harus janji sama aku."
"Janji apa?" Tanya Winda sambil membenarkan bajunya yang berantakan, "Kamu apa, Seno?"
Seno diam sebentar. Kemudian mengelus pipi Winda, "Kamu harus janji untuk gak boleh ninggalin aku sendirian."
Mendengar ucapan Seno membuat Winda terdiam tak mampu berkaca-kaca. Seorang Suseno meminta hal seperti itu pada Winda? Ini bukan mimpi 'kan?
"Sen-"
"Aku nyaman sama kamu, Win."
Kata-kata itu spontan keluar dari mulut Seno. Seno memang sadar kalau dia hanya ingin mempermainkan Winda. Tapi entah kenapa kalimat itu keluar lagi dari mulutnya?
Winda tersenyum. Lalu memberanikan mengecup bibir Seno duluan membuat pria itu ikut tersenyum dan tertawa kecil setelahnya.
"Kenapa? Aneh ya?" Winda bertanya.
"Egak, sayang. Aku gemes banget sama kamu. Kita pindah ke kamar yuk."
"Ehmm emang mau ngapain?"
"Aku mau makan kamu." Seno langsung mengangkat tubuh Winda membuat perempuan itu menjerit laku terrawa.
Winda menciuk bibir Seno lagi. Dan dalam perjalanan ke kamar mereka terus berciuman mesra hingga hampir membuat Seno karena beberapa kali tersandung karena terlalu fokus pada ciuman mereka.
Well, sepertinya hari ini adalah hari yang panas bagi mereka berdua.