Ervin yang sedikit mabuk dengan badan yang sedikit sempoyongan segera masuk ke dalam kamar mandi. Alam bawah sadarnya di antara sadar dan tidak sadar, yang dia rasakan sekarang hanya rasa pening dikepalanya setelah pertengkarannya tadi dengan Serlin.
Serlin yang sedang duduk di dapur dengan lampu yang sedikit redup, sedikit terkejut ketika lampu tiba-tiba menyala terang benderang.
"Nyonya," Bi Sumi yang baru saja menyalakan lampu sangat terkejut, melihat ada orang yang sedang duduk di dapur.
"Kenapa Bi? Terkejut," tanya Serlin dengan tangan yang sedang menopang dagunya.
"Iya, aku pikir tadi ---," Bi Sumi tidak meneruskan ucapannya.
"Setan," lanjut Serlin tersenyum.
"Maaf Nyonya," jawab Bi Sumi menyembunyikan senyum.
"Tidak apa-apa, kalau aku di posisi Bibi juga pasti akan menduga yang duduk di sini itu setan," ucap Serlin.
"Nyonya sedang apa di sini?" tanya Bi Sumi.
"Aku ingin minum saja," jawab Serlin dengan wajah yang terlihat sedikit sendu.
Bi Sumi tidak bicara lagi, takut salah ucap karena terlihat sekali kalau Serlin sedang tidak nyaman.
"Bi, duduklah di sini," tunjuk Serlin ke arah kursi yang ada didepannya.
Bi Sumi tidak bergerak dari berdirinya. "Biar berdiri saja Nyonya."
"Duduklah Bi, kepalaku sakit kalau harus bicara sambil mendongak," kata Serlin.
Bi Sumi akhirnya duduk di kursi meski pun sedikit risih.
"Bi, apa Ervin selama ini tidak melakukan hal yang tidak biasanya?" tanya Serlin.
"Maksudnya?" tanya Bi Sumi tidak mengerti dengan arah pertanyaan Serlin.
"Selama inikan Bibi sudah sangat mengenal dengan baik siapa Ervin, maksudku apa dia pernah melakukan hal yang biasanya tidak dia lakukan?" tanya Serlin. "Seperti tidak pernah mabuk, sekarang sering mabuk."
"Tidak Nyonya, Tuan Ervin tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Tuan seperti biasanya saja," jawab Bi Sumi.
Serlin menghela napas. "Apa Bi Sumi tahu? Tadi kami bertengkar hebat."
"Tahu Nyonya. Suara kalian sampai terdengar ke lantai bawah. Waktu itu Bibi mau memeriksa kembali rumah dan mematikan lampu. Dari kamar Nyonya terdengar suara yang berteriak."
"Ervin, baru saja pulang dalam keadaan mabuk. Aku sangat kesal padanya, bau minuman tercium sangat menyengat dari mulutnya," kata Serlin. "Entah dari mana dia."
Bi Sumi terdiam, sebenarnya bukan malam ini saja Tuan Ervin pulang dalam keadaan mabuk tetapi sudah beberapa kali selalu begitu.
"Tadi dia marah padaku, seharusnya aku yang marah padanya," gerutu Serlin teringat Ervin yang berteriak kepadanya.
Bi Sumi ingin mengatakan sesuatu tetapi niatnya dia urungkan, takut salah bicara.
Serlin melihat Bi Sumi seperti sedang berpikir. "Bi Sumi mau bicara apa? Katakan saja."
Bi Sumi melihat Serlin kemudian menunduk lagi. "Tapi Nyonya jangan marah."
Serlin tersenyum. "Katakan saja, aku tidak akan marah."
"Menurut Bibi mungkin Tuan Ervin kesepian, karena Nyonya selalu meninggalkannya. Nyonya diam di rumah bisa dihitung dengan hitungan jari."
Serlin diam saja, menunggu Bi Sumi melanjutkan bicaranya.
"Bibi sering melihat Tuan Ervin sedang duduk sendiri termenung di balkon kamar. Terkadang kalau menonton televisi juga, Tuan Ervin tidak pernah fokus menonton. Pikirannya entah berada di mana. Karena rasa kesepian itu, mungkin Tuan Ervin mencari hiburan di luar."
"Aku pergi berhari hari juga karena bekerja bukan karena bermain tidak karuan," ucap Serlin.
"Iya, Bibi tahu. Tapi namanya juga suami, mungkin di saat Tuan pulang kerja ada Nyonya di rumah yang memperhatikannya dan melayaninya. Setelah lelah seharian di kantor, Tuan ingin ada yang memanjakannya."
Serlin tidak menjawab, apa yang dikatakan Bi Sumi memang ada benarnya juga tapi dirinya tidak bisa kalau harus menjadi Ibu rumah tangga seperti itu. Duduk seharian di rumah menunggu Ervin pulang.
"Maaf, Nyonya. Bibi bicara terlalu lancang," kata Bi Sumi.
"Tidak apa-apa Bi," jawab Serlin, meneguk minumannya yang dari tadi dipegangnya.
"Kalau begitu Bibi mau ke kamar, sudah malam besok masih banyak pekerjaan," Bi Sumi ijin pamit.
"Pergilah, biar nanti lampunya aku yang matikan," jawab Serlin melihat Bi Sumi pergi dari dapur.
Di dalam kamar, Ervin nampak lebih segar setelah kepalanya dia basahi dengan air dingin. Rasa mabuk yang tadi menguasai dirinya, tidak terlalu berat sekarang dia rasakan.
Ponselnya bergetar tanda ada notif masuk. Dengan segera Ervin membaca pesan yang tertera. "Thomas berangkatnya besok pagi? Dipercepat dari jadwal sebelumnya?"
Ervin diam beberapa saat, dilihatnya jam dinding yang ada di atas. "Aku ingin ikut, diam di rumah membuatku stres. Lebih baik aku mengemas bajuku, biar besok pagi aku langsung berangkat."
Ervin segera bangun dari duduknya, melangkah masuk ke dalam walk in closet. Memilih baju yang pantas untuk dia bawa kemudian dimasukkan ke dalam koper.
"Sepertinya sudah cukup, di sana juga hanya beberapa hari saja," gumamnya sendiri sambil membereskan satu per satu bajunya.
Serlin masuk ke dalam kamar. Pandangannya melihat seluruh isi kamar tetapi tidak menemukan Ervin. "Di mana dia?"
Tidak lama pintu walk in closet terbuka, Ervin ke luar melihat Serlin sedang berdiri melihatnya. Tanpa bicara apa pun, Ervin langsung melangkah ke tempat tidur.
Serlin pun tidak bicara apa-apa, dirinya naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Ervin yang membelakanginya.
Ervin terdiam, rasa sakit dikepalanya belum sepenuhnya hilang. "Aku harus memasang alarm, agar tidak kesiangan. Thomas bilang, sebelum matahari muncul harus sudah di sana."
Malam semakin larut. Ervin perlahan mulai masuk ke alam mimpinya, sementara Serlin masih membuka matanya menatap langit-langit kamar.
"Ervin marah padaku, sikapnya berubah drastis setelah pertengkaran tadi. Aku merasa bersalah tapi mau bagaimana lagi? Aku juga marah melihatnya pulang dalam keadaan mabuk begitu, apalagi temanku bilang dia sering main ke klub dan duduk bersama wanita penghibur."
Serlin terus saja menggerutu sendiri di dalam hatinya, egonya terlalu tinggi bila harus meminta maaf pada Ervin. Apalagi yang salah untuk masalah ini, sudah jelas berasal dari Ervin yang pulang dalam keadaan mabuk.
Malam semakin larut membawa kekesalan Serlin sampai kantuk menguasai dirinya. Perlahan matanya tertutup, membawanya ke alam mimpi.
Malam terus bergulir, membawa waktu yang tidak pernah kembali lagi. Menyongsong hari esok yang penuh dengan harapan.
Alarm yang dipasang Ervin berbunyi. Mengusik Ervin yang sedang tertidur lelap. Perlahan tangannya bergerak ke asal suara dengan mata yang tertutup rapat. "Jam berapa ini? Kenapa sudah bunyi?" gumamnya dengan suara serak.
Ervin perlahan membuka matanya dan mematikan alarm yang ada diponselnya, terdiam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya. "Aku lupa, bukankah aku akan ikut dengan si Thomas?"
Setelah kesadarannya terkumpul sempurna. Ervin melihat kesamping, dilihatnya Serlin sedang tertidur pulas.