Warga yang ada di balai Desa terdiam saat mendengarkan penjelasan dari Mang Jupri dan yang lainnya. Dino hanya tertunduk lesu. Kenapa bisa dia tidur di kuburan Narsih. padahal dia hanya tidur di sofa.
"Baiklah, kalau begitu Pak Kades, kami pulang dulu. kasihan anak-anak ini. dia perlu istirahat. Karena kejadian tadi malam mereka tidak bisa tidur dengan tenang karena di datangi arwah Winarsih," ucap Mang Jupri.
Dari kejauhan terlihat dua orang tua yang menatap sendu. Mereka tak menyangka kalau anak mereka meneror orang.
"Baiklah, jadi warga sudah dengar kan apa kata Mang Jupri dan anak-anak ini? Jadi kalian jangan buat kegadohan sama sekali ya," kata Pak Kades.
"Baik Pak Kades!" seru mereka semua.
Para warga bersalaman dengan Dini, Ian, Paijo dan Nona. Mereka melihat Nona tatapan takut.
"Dia mirip Narsih ya, malah aku pikir dia Narsih," omongan orang Desa mulai terdengar dan membuat Nona makin merinding. Abah dan Mak Narsih melihat dari kejauhan wajah wanita yang mirip anaknya.
"Abah, apa benar itu anak kita, dari alat bantu pendengaran ini, mereka mengatakan itu si Neng," kata Mak lagi pada Abah.
Abah membenarkan alat pendengaran itu. Dia juga mendengar warga mengatakan itu.
"Ayo Mak, kita samperin mereka," kata Abah lagi.
"Ayo Abah," kata Mak.
Keduanya langsung menghampiri Nona dan teman yang lainnya. Pak Kades dan Mang Jupri memandang kearah Mak dan Abah Narsih.
"Narsih, anakku? Kau kah itu Nak?" tanya Mak Narsih.
Nona kaget karena dia di panggil dengan nama Narsih. "Mak, Abah dia bukan Narsih, dia Neng Nona. Dari kota mau ke sini karena ada tujuan tertentu," kata Mang Jupri.
Dino dan kawan-kawan akhirnya bisa bertemu Abah dan Mak Winarsih. Dino dan yang lainnya bersalaman dengan Mak dan Abahnya Narsih.
"Ayo, Mak duduk dulu," kata Pak Kades.
"Tidak usah, kami mau pulang," jawab Abah.
Mang Jupri yang melihat Abah Narsih terlalu terburu-buru. Mak yang ingin berlama pun tidak bisa melawan Abah. Mak akhirnya terpaksa pulang.
"Neng, boleh Mak peluk Neng?" tanya Mak dengan wajah sendu.
"Boleh," jawab Nona dengan lembut.
Nona memeluk Mak Narsih dengan erat, Mak Narsih menangis di pelukan Nona. Nona dan lainnya tak tega dengan Mak Narsih.
"Terima kasih ya Neng. Jika berkenan datang kerumah Mak, rumah Mak terbuka buat Neng dan temannya. Betul kan Abah?' tanya Mak pada Abah.
"Iya Neng, datang lah, kami menunggu kalian semua," kata Abah.
"Terima kasih Mak, Abah," ucap Nona.
Abah dan Mak Narsih pergi dari balai desa. Keduanya kelihatan sedih karena yang mereka sangka anaknya malah orang lain.
"Abah, itu bukan Neng kita. Mak rindu sama Neng Abah. Mak nggk terima Neng kita dibunuh dengan keji Abah. Apa salah Neng sama mereka Abah," tangis Mak Narsih.
"Abah juga tidak tahu Mak, kenapa anak kita satu-satunya di bunuh. Dia tak salah apapun, dan dia anak baik, tapi kenapa mereka tega bunuh Narsih ya Mak," lirih Abah lagi.
Kedua pasangan sepuh itu akhirnya pulang. Keduanya sedih menerima kenyataan kalau yang mereka lihat bukan Narsih tapi orang lain.
"Ayo kita pulang," ucap Mang Jupri.
Dino dan kedua sahabatnya juga Nona ikut pulang. Mereka tak ada yang bicara, masing-masing dengan pemikiran masing-masing.
"Ayo kalian mandi dan terus makan. Istri saya akan hantarkan makanan untuk kalian," kata Mang Jupri.
"Terima kasih, oh ya Mang bisa kami bertemu Abah dan Mak Winarsih lagi? Kami mau tahu semuanya. Kami terus di teror Mang sama Narsih, padahal kami bukan pelakunya," kata Dino.
"Iya betul, kami itu membantu Narsih bukan yang lainnya, jika kami tahu pembunuhannya pasti kami akan menangkapnya," ucap Paijo lagi.
"Kalian mandi dan istirahat dulu. Biar ruangan ini Mang yang bersihkan," kata Mang Jupri.
"Tidak usah, kami saja Mang. Kami bertiga bisa bantu Mamang untuk beresin semua ini. Mamang jangan khawatir," kata Ian.
Ketiganya bergerak membereskan kekacauan yang terjadi. Dia tidak mungkin membiarkan orang tua membereskan semuanya kekacauan ini.
Setelah selesai Dino dan kedua sahabatnya langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan sisa kotoran yang menempel di tubuh mereka. Setelah selesai ketiganya keluar untuk sarapan dan membahas tentang masalah yang terjadi.
"Dino, kenapa kau bisa sampai di sana? Kau tidur sambil jalan ya?" tanya Ian.
"Aku tak tahu, setelah kekacauan terjadi, aku menyeret kalian ke kamar dan aku berjaga di sofa tapi nyatanya aku sampai di sana, kalian tahu sendiri kan aku mana mungkin jalan sambil tidur," lirih Dino.
Semua tahu kalau Dino tak pernah melakukan itu. Dia paling santun dari yang lain.
"Dino, apa kita akan bertemu dengan Abah dan Mak Winarsih?" tanya Ian.
"Aku mau ketemu sama Mak dan Abah lagi. Aku mau tahu yang terjadi," kata Nona
Mereka menghentikan kegiatan makannya. Dino memandang Nona dengan lekat. tidak ada yang berubah dari Nona, dia begitu baik sama semua orang.
"Ehmm, mandangnya jangan segitunya kali," kata Ian.
Paijo tertawa mendengar apa yang di katakan oleh Ian. Dino yang mendengarnya dan mendapat tatapan dari Nona mulai salah tingkah.
"Kalian mau kerumah Mak dan Abah Narsih?" tanya Mang Jupri yang datang dari luar.
"Kami mau Mang Jupri. Kapan kami bisa ke sana?" tanya Ian.
"Kalian maunya kapan?" tanya Mang Jupri.
"SEKARANG!" teriak mereka berempat.
Mang Jupri hanya bisa menghela nafas mendengar orang kota terlalu semangat untuk bertemu seseorang.
"Ayo kita berangkat sekarang," kata Mang Jupri.
Nona bangun dan membereskan semua piring dari meja makan, tak lama Bibi Sum datang dari belakang.
"Non, sudah jangan diberesin. Biar Bibi saja yang beresin Non," ucap Bibi Sum.
"Tidak apa, saya bantu biar cepat. Bibi kan sudah lelah masak, kapan-kapan ajarin saya masak ya," kata Nona.
"Baik, akan Bibi ajarin ya," jawab Bibi lagi.
Nona yang sudah membereskan piring kotor, langsung bergegas untuk berkumpul bersama yang lain untuk bertemu Abah dan Mak Winarsih.
"Kalian sudah siap?" tanya Mang Jupri.
"Sudah Mang, kira-kira kita naik apa Mang?" tanya Ian.
"Kita naik mobil saja, biar muat semuanya," kata Dino.
Dino langsung masuk kamar dan membawa tas dan juga alat beritanya. seperti perekam suara agar beritanya jelas. Mereka berpamitan sama Bibi Sum dan baru pergi menuju rumah Abah dan Mak yang letaknya tidak terlalu jauh dari penginapan mereka.
"Mang masih jauh?" tanya Ian.
"Dikit lagi, nah belok kanan dan kita berhenti di sana," kata Mang Jupri.
Dino yang mendengar arahan Mang Jupri langsung mengikuti dan pada akhirnya mereka sampai juga di rumah Narsih.
"Kalian tidak perlu dibawa ke rumah sakit?" tanya Mang Jupri yang melihat wajah ketiga pemuda udah lembam.
"Tidak Mang, kan tadi sudah diobatin, jadi tak apa lah," ucap Dino.
Mang Jupri hanya menganggukkan kepalanya. Dia tak tahu harus berkata apa. Mang Jupri dan yang lainnya turun untuk menemui Abah dan Mak.
Tok tok tok!
"Permisi, Assalamualaikum. Abah, Mak. Kami datang," ucap Ian.
"Eh, Ian memangnya kamu siapa bilang kayak begitu," ketus Paijo.
"Aku tamu kehormatan, dan Mang Jupri tamu istimewa iyakan Mang Jupri?" tanya Ian.
Dino dan Paijo mengangga mendengar apa yang di katakan sama Ian. Mang Jupri hanya berdehem. Tak lama Abah membuka pintu rumahnya.
"Eh, kalian kok di sini?" tanya Abah lagi.
Hay sahabat Hyung, yuk ramaikan Dendam Winarsih nya ya, simpan di rak, komentar juga boleh buat semangat thor recehan ini, Mauliate Godang.