Chereads / Pesan Cinta Effendik / Chapter 17 - Syarat terakhir

Chapter 17 - Syarat terakhir

Sore ini memang sudah sangat dipersiapkan oleh Kasturi. Sore ini iya hendak menemui sang pujaan hati si gadis bunga desa adik ipar dari Mas RT Sumadi sang juragan dimana tempat ia bekerja. Bukan tanpa sebab bahwa ia ingin bertandang ke rumah Mas RT Sumadi.

Sebab Kasturi sudah berjanji pada sang kekasih hati Dek Amanah bahwa sore ini ia akan datang untuk membawa maksud melamar kekasih belahan jiwanya tersebut.

Berkali-kali kali ini iya terus menatap kaca layaknya anak gadis yang hendak bertemu kekasih hati pertama kali.

Memiringkan badanya berulang kali sambil mengecek dandanan dan kerapian dari rambut sampai kaki. Barang kali ada yang terlewat yang tak sempurna kala bersua sang gadis pujaan.

"Waduh, waduh, ia, ya, yang sedang kasmaran dan mau menemui si jantung hati. Begitu katanya enggak mau ikut rebutan untuk dapatkan hati si bunga desa. Malah dia yang dapat duluan dasar kau Kas," celetuk Paiman menggoda Kasturi dengan sindiran halus.

"Mau bagaimana lagi Man kalau hati sudah terpaut lama-kelamaan mungkin sebab seperti pepatah Jawa kuno. Tresno jalaran soko kulino alias cinta, karena sebab sering bertemu," jawab Kasturi menampik sindiran Paiman dengan kecerdasan berfilsafat dan berlalu pergi dari gubuk yang ia tinggali bersama Paiman dan kawan-kawannya seperantuan menuju rumah Mas RT Sumadi meninggalkan sahabatnya Paiman yang terus geleng-geleng kepala.

Merasa aneh sebab teman-teman yang lain yang berjuang mati-matian. Hanya untuk mendapatkan perhatian sang bunga desa. Malah tidak ada yang berhasil menarik simpati si bunga desa. Kasturi yang tak pernah ikut dalam kancah persaingan namun setiap hari bertemu dengan sang dewi bunga desa Amanah. Malah iya yang mendapatkan sebuah hati yang dipuja-puja pemuda satu desa itu.

"Ah kenapa hatiku jadi tak karuan, mengapa aku yang biasanya lantang menghadapi bahaya seberat apa pun kali ini berat melangkah dan teramat takut," gerutu Kasturi yang sejengkal lagi mengetuk pintu depan rumah Mas RT Sumadi.

Tangannya serasa kikuk dan berat mengangkat untuk sekedar mengetuk pintu yang masih tertutup rapat dari dalam. Terdengar pula suara cekikikan, canda dan tawa satu keluarga Mas RT Sumadi di dalam rumah.

Semakin membuat hati Kasturi minder dan gemetar di kaki. Mengingat Mas RT Sumadi adalah orang yang sangat tegas dan berwibawa apa lagi iya mendapatkan posisi RT di kalangan desa yang penuh dengan para perantau tentu tak mudah butuh pertarungan yang hebat dari nyata dan tak nyata. Bahkan ia sekarang sudah bergelar sebagai sang jawara desa.

Membuat siapa saja yang mendengar namanya bahkan makhluk astral saja kalau mendengar nama Sumadi tentu gemetaran karena santernya nama dan hebatnya orang penyandang nama.

"A, A, Ass, Assalamualaikum," ucap salam Kasturi tampak gugup tak begitu terdengar dari dalam sehingga tak ada yang menyahut sebab di dalam rumah terdengar tawa terbahak, karena tengah melihat sebuah acara televisi bertajuk humor.

Tok, tok, tok,

"As, ehem, Assalamualaikum," kali ini Kasturi mengucap salam dengan agak keras namun di awal kalimat tetap terbata-bata gugup. Tapi tetap tak terdengar dari dalam karena masih bercandanya Amanah, Wiwid anak perempuan pertama Mas RT dan Ibu RT Karmani kakak dari Amanah.

"Assalamualaikum," kali ini Kasturi mengucap salam lebih keras lagi namun dari belakang seseorang sedang berdiri pas di belakang Kasturi seraya memegang pundaknya lalu bersua menjawab salam.

"Waalaikumsalam Dek Kas, ayo masuk. Tumben main ke rumah malam-malam begini ada maksud apa ya Dek," ternyata yang di belakang Kasturi adalah Mas RT Sumadi baru pulang dari warung membeli obat nyamuk bakar.

"Allahuakbar, Mas Sum bikin aku kaget saja," teriak Kasturi memegangi dadanya karena merasa terenyak kaget.

"Hahaha, kamu Dek Kas, memang aku ini setan atau hantu barang kali jin begitu pakek menyebut takbir, ayo masuk kita bicara di dalam saja," timpal Mas RT Sumadi sambil tertawa seraya mengajak Kasturi untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Habis Mas Sum mengagetkan tiba-tiba ada di belakang kan jadi kaget," kata Kasturi mengikuti langkah Mas RT Sumadi masuk ke dalam rumah.

Setelah Mas RT Sumadi dan Kasturi duduk di ruang tamu lalu terdiam sejenak seakan kali ini Kasturi merasa canggung dan mulut seakan terkunci sangat berat untuk membuka bibir.

"Loh kok jadi diam, Oh iya maaf belum dibuatkan minum ya, Dek, Dek Amanah, sini Dek," teriak Mas RT Sumadi memanggil Amanah.

Namun yang datang adalah Wiwid anak perempuan pertama Mas RT Sumadi, "Ia Pak ada apa ya?"

"Loh kok malah kamu Ndok yang keluar tadi kan Bapak panggil Mbakmu Amanah toh, yo wes tolong buatkan Bapak kopi dua gelas kopi hitam. Buat Bapak dan Mas Kasturi, cepat ya Ndok," pinta Mas RT menyuruh Wiwid membuat kopi.

"Inggeh Pak (Ia Pak)," jawab Wiwid seraya pergi ke arah dapur namun belum selangkah Wiwid melangkah menuju dapur sudah kembali dipanggil lagi oleh sang Bapak Mas RT Sumadi.

"Eh Ndok Wiwid, Mbakmu Amanah kemana memangnya?" tanya Mas RT Sumadi menghentikan sejenak langkah Wiwid.

"Anu Pak tadi ketika Mbak Amanah mendengar suara Mas Kas. Tiba-tiba iya langsung pergi ke dalam kamarnya katanya malu," jawab Wiwid kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur hendak menyeduh kopi.

"Tolong panggilkan Mbakmu Amanah ya Ndok suruh kemari bilang di panggil Bapak," teriak Mas RT pada Wiwid.

"Iya Pak," teriak Wiwid yang sudah berada di dapur.

Beberapa menit kemudian Amanah datang berjalan perlahan dengan sangat anggun dan teramat ayu dibalut busana Muslimah warna merah bata dan berhijab warna yang sama. Membuat mata Kasturi seakan tak mau berkedip ingin terus memandangnya.

"Iya Mas Sum, Mas Sumadi memanggil saya," ucap Amanah sembari duduk di samping Mas RT Sumadi.

"Iya di sini saja temani Mas Sum, ini loh ada tamu Mas Kasmu yang kemarin kamu bicarakan sama Mas dan Mbakyumu," kata Mas RT seolah tau dan sudah mengerti maksud kedatangan Kasturi.

Sehingga membuat Kasturi semakin salah tingkah tak karuan. Seakan duduk miring salah lurus pun salah. Tak seperti biasanya yang sangat berani berkata-kata dan adu argumen tentang beratnya kehidupan bersama Mas RT Sumadi kini tampak terdiam seribu bahasa sangat kikuk.

"Eh Dek Kasturi tumben malam-malam bertamu," celetuk Ibu RT Karmani yang ikut nimbrung duduk di samping Amanah.

"Ia Mbak Kar, ini, anu, itu loh," namun sebelum Kasturi menyelesaikan kata-katanya yang teramat terbata-bata dan sangat kikuk kaku tak menentu.

Dua gelas kopi yang dibawa Wiwid sudah datang di letakkannya di atas meja oleh Wiwid. Satu di depan Sang bapak dan satu di depan Kasturi. Lalu Wiwid ikut duduk di samping Sang Ibu.

"Silakan diminum dahulu kopinya Dek Kas, mumpung masih hangat," ucap Mas RT Sumadi mempersilahkan Kasturi untuk meminum kopi yang disuguhkan sembari iya pun meneguknya sembari membakar sebatang rokok dimulutnya.

"Iya Mas Sum terima kasih," ucap Kasturi ikut meneguk segelas kopi.

Setelah meneguk kopi dan ikut menyulut sebatang rokok di mulutnya. Kasturi mulai mengumpulkan keberanian yang tersisa untuk menyampaikan maksud dan tujuan akan iya bertandang malam-malam ke rumah Mas RT Sumadi.

"Begini Mas Sum dan Mbakyu Kar, maksud dan tujuan saya datang kemari untuk berniat baik seperti yang sudah saya bicarakan dengan Dek Amanah sebelumnya," ucap Kasturi namun belum selesai bicara telah dipotong oleh Ibu RT Karmani.

"Loh sebentar telah dibicarakan sama Dek Amanah, maksudnya bagaimana Dek Amanah?" ucap Ibu RT Karmani bertanya sambil memandang Amanah yang hanya mampu tertunduk takut bercampur malu tak bisa menjawab.

"Bu, Ibu! Ibu ini bagaimana biarkan Dek Kasturi menyelesaikan perkataannya dahulu. Ibu ini enggak sopan memotong pembicaraan orang yang sedang bicara menerangkan maksudnya begitu," terang Mas RT Sumadi dan Ibu RT hanya mampu terdiam manut dengan sang suami.

"Lanjutkan Dek Kas tidak apa-apa kami mendengarkan," pinta Mas RT Sumadi untuk melanjutkan pembicaraan maksudnya.

"Begini Mas langsung saja saya sebenarnya kemari bertujuan hendak meminang alias melamar Dek Amanah untuk menjadi istri saya," singkat padat dan jelas Kasturi mulai berkata dengan gamblang setelah mengumpulkan keberaniannya.

"Kalau aku semua terserah yang menjalaninya Dek Amanah sendiri kalau Dek Amanah setuju kami pun mengikut saja sebagai wakil orang tua Dek Amanah. Bagaimanapun kami ini adalah kakak tertuanya sedangkan orang tua kami berada di kampung jadi keputusan kami serahkan pada Dek Amanah. Bagaimana Dek Amanah semua terserah pada Dek Amanah. Keputusan final ada di tangan Dek Amanah," ucap Mas RT Sumadi menyuruh akan keputusan ada pada Amanah.

Amanah hanya terdiam sambil mengangguk perlahan tanda menyetujui dari niat baik Kasturi dan mulai memberanikan diri mengangkat pandangan menatap sang pangeran calon suaminya sambil tersenyum manis.

Kasturi menyambut senyuman Amanah dengan hati lega seakan iya telah mendapatkan sebuah hadiah istimewa di hari ulang tahunnya. Perasaan Kasturi kini semakin berasa plong sangat lega setelah mengungkapkan maksud hati untuk meminang Amanah.

"Baiklah kalau semua sudah setuju, tetapi ada tapinya loh Dek Kas," ucap Mas RT Sumadi kembali membuat hati Kasturi berdegup kencang kembali merasa tersentak seolah ada satu persaratan kembali agar ia lakukan untuk mendapatkan si bunga desa secara syah.

"Loh apa itu Mas Sum?" tanya Kasturi agak ketakutan.

"Yah Dek Kas harus meminta restu dong sama Bapak Kasnam alias Mbah Ali. Bapak dari Dek Amanah sekaligus mertua lelakiku di kampung," kata Mas RT Sumadi mengutarakan syarat terakhir untuk mendapatkan bunga desa Amanah.

Kasturi agak terdiam mengingat Mbah Alai atau Pak Kasnam jua seorang yang terkenal keras wataknya dia jua jawara kampung tak ada yang berani apa lagi iya terkenal sebagai paranormal yang ulung di desanya.

"Loh kok diam lagi sanggup tidak Dek Kas!" teriak Mas RT Sumadi agak mengeraskan suaranya.

Kasturi agak menghela nafas dalam-dalam seraya berkata, "Bismillah sanggup Mas,"