Chereads / The Big Boss / Chapter 5 - Tidak Punya Hati

Chapter 5 - Tidak Punya Hati

Lihatlah, kini seorang pemuda berpakaian yang penuh akan acsesoris melekat pada bajunya. Bahkan, mentato lengan kirinya membuat penampilannya semakin menyeramkan. Jika ada ang berani menatapnya, orang itu akan merasa terimtinidasi oleh manik hitam pekat pemuda itu.

Kini, suasana semakin menjadi tegang saat pemuda itu marah, emosinya tidak bisa ditahan. Meledak bagaikan bom. Tidak tanggung-tanggung pemuda itu akan memukul dan menendang apapun yang sudah membuat moodnya rusak.

"Oi, my bosque. Nih, anak buah jacob udah gue lumpuhin. Mau diapain lagi?" Seseorang berambut coklat menarik pemuda di sebelahnya dengan kasar, memitingnya agar pemuda itu tidak bisa bergerak.

"Bawa dia ke ruangan bawah tanah!" titahnya sambil mengisap rokok diantara jemarinya.

"Lepaskan!" Ia meronta-ronta saat dirinya akan dibawa  ke tempat paling menyeramkan di tempat ini. Ia tahu, ada hal yang berbahaya jika dirinya tidak kabur.

"Diam bego!" sarkas Dion, pemuda yang tengah memiting tangannya.

"Juna! Stevi nyari lo di sekolah. Dia ngoceh mulu dari tadi bikin telinga gue panas!" cecar Dave yang baru saja tiba di basecamp.

"Biarin aja. Gue males berhubungan sama dia." Jawab Juna begitu acuh sembari memainkan asap rokoknya ke udara.

"Yaelah, kalo males kenapa dijadiin pacar segala?"

Juna mengabaikan ucapan Dave, pemuda itu malah sibuk dengan ponsel yang sedari tadi bunyi.

Di lain tempat, seseorang gadis tengah menunggu jemputan di depan halte sekolahnya. Sesekali gadis itu mengumpat kesal melihat chat tidak kunjung dibalas, hanya cotreng dua abu-abu.

"Ih, kesel!" geram Stevi yang sedari tadi pacarnya susah di hubungi.

"Kenapa? Kok wajah lo cemberut terus gue perhatikan. Pacar lo belum ngasih kabar juga?" tanya Mayang sembari duduk di samping Stevi.

"Juna belum bisa dihubungi, jadinya gue kesel. Seolah-olah gue bukan prioritasnya."

"Juna pacar lo? Dia sekolah di sini juga? Kok gue enggak pernah dengar, ya namanya?" tutur Mayang secara beruntun.

"Sebenarnya, gue enggak sengaja ketemu sama dia di jalan dekat sekolah. Dulu, gue pernah di ganggu sama preman dekat sini, eh dia datang nolongin gue. Kita saling minta nomor kontak, deh." Papar Stevi menjelaskan.

"Saling minta nomor kontak?"

"Sebenarnya sih, gue dulu yang minta kontak ke dia. Lagian dia itu ganteng banget, cool dan ... macho! Ya kali gue sia-siakan dia gitu aja?" tutur Stevi sambil cengegesan.

"Setelah itu?" tanya Mayang yang mulai penasaran akan kelanjutannya. Pasalnya, temannya itu selalu saja seperti ini.

"Terus, gue beranikan diri buat nambak dia dulu. Gue ungkapin perasaan gue lewat chat. Gue kira gue bakalan di tolak eh ... diterima! Tapi, setiap gue chat setelah itu sifat dia cuek banget." cetus Stevi.

"Ya ampun Stevi, kenapa nekat nembak dulu ke cowok. Udah kenal di virtual malah di gosting pula," papar Mayang heran.

"Lagian, gue kasih kode ke dia cuman enggak pernah peka!"

Beberapa menit kemudian, angkutan umum yang Mayang tunggu-tunggu akhirnya tiba. Gadis itu berdiri lalu menoleh pada Stevi yang tidak kunjung berdiri.

"Lo masih mau nunggu Juna jemput? Sampai kiamat pun dia enggak bakalan datang," cecar Mayang yang mulai kesal teman seperjuangannya di gosting oleh Juna.

"Lo mah, bukanya doain temenya baik-baik malah gitu," cibir Stevi yang akirnya naik saat sadar jika Juna tidak meresponnya.

Di tengah perjalanan, angkutan umum yang dari tadi tenang dan tentram mulai mendadak berhenti melihat ada segerombolan pemuda yang memecakan kaca mobil lain dan menghentikan ankot yang sedang mereka naiki.

"Keluar lo pada!"

"Ngapain liat-liat? Emang ini tontonan, hah?! Lebih baik pergi!" teriak salah satu pemuda yang membuat onar di daerah sini.

"Oi pak supir! Putar balik!"bentak seorang pemuda yang berpakaian layaknya preman serta tindik di kedua telinganya.

"Pak putar arah,"

"Cari jalan alternatif lain," para penumpang yang mayoritas ibu-ibu kini mulai gelisah.

"Cepat pergi!" Bentak seorang pelajar yang bawa kayu di sebelah supir angkot.

"Dion! Ngapain lo di situ. Juna manggil lo!" teriak Dave yang memang tengah di suruh memangil Dion.

"Oke." Dion mengganguk lalu berlari ke belakang.

Di dalam angkot, Stevi yang mendengar nama Juna langsung menoleh ke arah pemuda itu. Dan betapa kagetnya jika orang itu adalah Dave, teman satu kelasnya dan juga teman Juna.

"May, itu Juna!" seru Stevi senang saat netra matanya menangkap sosok pemuda yang memakai jaket kulit berwarnna hitam. Gadis itu sontak turun untuk menghampiri pacarnya.

"Stevi! Lo gila, ya? Bahaya, ngapain ke sana?" teriak Mayang yang ikut turun untuk menghentikan Stevi.

"Neng ayo naik, bapak mau cari jalan alternatif lain," ujar supir angkot membuat Mayang bingung. Melihat punggung Stevi yang mulai jauh dan situasi yang paling berbahaya.

"Pak saya sama teman saya turun di sini," ujar Mayang sambil memberikan ongkos lalu bergegas menghampiri Stevi yang nekat.

"Stevi! Lo ngapain nyamperin dia? Bahaya!" cecar Mayang menghentikan langkah Stevi,

"Apaan sih May? Dia itu pacar gue, dia enggak akan macam-macam sama gue," keukeh Stevi sambil berlari ke arah pemuda berjaket hitam. Mau tidak mau Mayang harus mengikuti Stevi, ia tidak ingin ada hal buruk sama temannya.

Dari kejauhan Mayang melihat Stevi tengah menghampiri seorang pemuda yang memakai masker dan memakai tindik di telinga kirinnya.

"Itu Juna?" tanya Mayang bingung.

Dan Mayang kira semua pikiran negatifnya tidak terjadi melihat ekspresi wajah Stevi begitu senang. Namun, saat pergi Mayang melebarkan matanya melihat pemuda itu membentak dan mendorong Stevi yang tengah memeluknya. Mayang tidak bisa diam di tempat, gadis itu langsung membantu Stevi untuk berdiri.

"Juna, ini aku pacar kamu!" seru  Stevi memandang sendu wajah  Juna  yang ditutupi  oleh masker.

Juna  mendelik tajam, lalu  pemuda itu tertawa. "Pacar gue? Pacar yang ke berapa?"

Stevi memandang lekat wajah Juna  dengan sendu, tega-teganya Juna berbicara seperti itu. "Juna, aku Stevi kalau  kamu  lupa kita  pernah ketemu  lalu pacaran," Stevi tetap kekeh pada pendiriannya untuk tetap memnbujuk Juna mengakui  jika dirinya  adalah  pacarnya.

"Stevi! Buat apa lo mohon-mohon sama cowok yang tidak tahu  diri macam dia? Banyak  cowok yang lebih baik ketimbang dia!" seru Mayang kesal dengan Stevi yang di  butakan oleh cinta.

Stevi tetap menyangkal ucapan Mayang, gadis itu kembali berdiri sambil memengang lengan Juna. Tapi, lagi-lagi Juna  menepisnya kasar.

"Aku  enggak mau pergi, aku  mau sama Juna. Juna kamu bercanda, kan? Ini  aku Stevi!" ujar Stevi berharap Juna menghentikan sandiwaranya di depan teman-temannya dan Mayang.

"Lo ngigo?" ketus Juna acuh bahkan melirik  pun Juna enggan. Beberapa teman-temannya mulai menertawakan Stevi membuat Mayang kesal bukan  main.

"Stevi! Jangan bego karena cowok. Cowok macam dia enggak pantas dikasih hati!" cecar Mayang sambil menarik  pergelangan Stevi untuk pergi.

"Lepas May! Gue enggak mau pergi!" Stevi menepis kasar lengan Mayang lalu  kembali pada Juna.

"Juna, please jangan kaya gini," ujarnya sambil menangis.

"Pacar lo? Sejak kapan? Kenal aja enggak!"  ujar Juna acuh.

"Kamu jahat!" cecar Stevi.

Mayang yang melihat semua  itu  layaknya  sebuah  drama berujung  sad ending. Gadis itu maju  menatap tajam pada Juna yang sudah  semena-mena dengan temannya.

"Lo banci apa pecundang?!" ujar Mayang yang mulai  kesal akan sikap Juna.

"Ulangi!"  ucap Juna dingin serta tatapan  matanya setajam  silet.

Mayang mengeleng-gelengkan kepalanya. "Stevi, cowok lo ternyata budeg!" sarkas Mayang tanpa mengalihkan pandangannya dari Juna.

Juna membuang putung rokoknya, pemuda itu berdiri di depan Mayang. Jika semua orang takut akan kemarahan Juna  berbeda dengan Mayang, nyali gadis itu tidak terhitung. Dia bukan perempuan lemah!

"Apa? emang kenyataanya lo memang seperti itu!" tantang Mayang yang terlanjur kesal dengan Juna.

"Lo mau cari muka di depan gue?!"

Mayang mendengkus  sebal. "Gue enggak mau cari muka di depan lo. Gue bukan cewek seperti itu. Cuman gue ingetin, jangan jadi pecundang yang selalu bersembunyi di balik kekerasan!"

"Ayo Stevi! Kita pulang. Hati lo engak pantas buat dia, dia terlalu  sampah!"

Belum juga melangkah mendekati Stevi, tangannya sudah ditarik paksa oleh Juna. Lalu dengan tidak perasaaan, Mayang limbung bukannya  di  tolong malah di biarkan jatuh ke aspal.

Juna mendekat, berjongkok mensejajarkan tingginya. Di balik masker, pemuda itu menyeringgai. Salah, jika Mayang cari gara-gara dengan Juna.

"Gue enggak pandang bulu. Mau  lo cewek, cowok. Jika lo udah buat gue  marah, lo abis di  tangan gue!" cetus Juna  memperigati.

Sedangkan Mayang, gadis itu mengepalkan kedua tangannya. Sungguh sakit area pungungnya akibat menghantam aspal jalanan dengan keras.

"Lo pikir gue takut sama cowok pecundang kaya lo?!" sinis Mayang.

Juna mencekram  erat rahang Mayang dengan pandangan  mematikan. Di sebelah, Stevi  terkejut melihat Juna kasar dengan Mayang.

"Juna, lepasin Mayang!" seru Stevi yang tentunya tidak ada jawaban dari Juna.

"Gue  peringatin, jaga mulut lo sebelum lo abis sama gue?!" ujar Juna tajam.

"Juna! Ketua Matriks udah datang di persimpangan!" teriak seorang  pemuda yang  memakai topi beserta  masker di wajahnya. Mayang tebak, jika pemuda itu baru  saja jadi mata-matai musuh.

Cekraman di rahang Mayang terlepas, pemuda itu berdiri sambil menatap Mayang. "Urusan kita belum selesai!"

"Juna! Mereka bawa pasukan!" teriak seseorang dari arah belakang.

"Jun, mereka bagaimana?" tanya Dion yang sudah  membawa kayu di tangannya, seolah-olah sudah siap mau  bertempur.

Iris kelam itu melirik sekilas pada Mayang, lalu kembali mengarahkan pandangannya  ke depan. "Biarin aja, gue enggak peduli. Paling enggak mereka jadi santapan mereka."

Sontak saja membuat Mayang membolakan kedua matanya. Gadis itu segera bangun untuk membujuk Stevi menjauh dari jalanan ini. Ya, Mayang tahu jika mereka akan melalukan tawuran sesama pelajar. Tidak mau jadi korban, Mayang memaksa Stevi buat pergi.

Tapi, lagi lagi Stevi kekeh pada pendiriannya. "Enggak mau May, aku yakin Juna enggak bakalan biarin mereka lukain aku. Aku, kan pacarnya."

"Harus gue bilang apa lagi? Dia enggak peduli sama lo. Sadar Stevi, buka mata lo!"

"Juna hanya bercanda  May. Dia pasti lindungin aku. Lebih baik kamu  pergi sebelum terlambat, aku enggak apa-apa di sini," tutunya penuh harapan.

Juna yang mendengar semua ucapan Stevi hanya acuh. Baginya, gadis itu tidak ada apa-apanya. Melindunginya? Jangan  harap, karena bagi Juna pantang untuk lemah karena cewek.

"Mereka datang!" seru Dave memberitau.

Mayang  semakin kalut, ia tidak bisa meninggalkan Stevi pada cowok seperti  Juna. Dan, Stevi pun mulai cemas akan keinginanya.

"Bersiap!" seru Juna dingin.

Stevi dan Mayang yang berada di belakang mereka hanya bisa terdiam. Namun, saat Mayang menoleh ke belakang tenyata  sudah ada sekumpulan preman lengkap dengan senjatanya.

"Kita harus pergi, Stevi!" Dan kali ini Stevi menyetuinya.

"Sial, mereka bawa bekingan!" cetus Dion geram.

"Serang!!"

"Maju!"

Mayang menatap sekeliling, bunyi benda tajam dan  tumpul saling beradu. Kini mereka benar-benar ada di tengah-tengah orang tawuran. Dan, Stevi sudah mulai ketakutan, air matanya sedari tadi lolos.

"Mati!"

Mayang melebarkan matanya sempurna kala Juna, pacar dari temannya begitu brutal di medan tempur. Serta, telinganya pun mendengar Juna mengucapkan kata  'Mati'. Detik berikutnya, Juna menghempaskan tubuh musuh di aspal lalu ... membunuhnya  dengan sadis.

Sungguh, napas Mayang  tercekat melihat semuanya terlebih lagi iris kelamnya menoleh pada Mayang. Seakan-akan mengatakan, berurusan denganya akan berakhir kematian.