Chereads / The Big Boss / Chapter 8 - Seharusnya Aku Tidak Kemari

Chapter 8 - Seharusnya Aku Tidak Kemari

Cantika menghembuskan napasnya berat, arah padangannya mengarah ke atas langit. Duduk di bawah pohon belakang sekolah membuat Cantika merasa bisa menjadi dirinya sendiri.

"Gimana caranya agar gue bisa masuk ke dalam komunitas itu?"

Gadis yang kini tengah mengerai rambut hitamnya itu tampak kesal, pikirannya masih buntu tentang lolos seleksi famaur tampa melihat penampilan.

"Kalo gue tau syarat buat masuk tuh grup harus good looking gue nggak perlu ubah penampilan gue, bikin ribet aja!" Cantika mengacak-acak rambutnya sendiri sambil terus tetap mengatur napasnya agar tetap tenang. Kedua tanganya terkepal erat bahkan sebuah selembaran kerta terkait syarat anggota famaur di buang begitu saja.

"Gue enggak peduli ama syarat yang kalian tulis di brosur, gue tetap bakalan masuk ke famaur. Tunggu gue, gue bakalan bongkar ke burukan kalian!" 

"Keburukkan siapa yang bakalan lo bongkar?"

Kedua mata Cantika tampak membulat sepurna, dengan gerakan kaku Cantika menoleh ke arah belakang, betapa terkejutnya melihat Zilo tengah berdiri tak jauh darinya, salah satu alisnya terangkat satu sambil terus memperhatikan Cantika yang tampak gusar.

"Tika? Hello?" Zilo melambaikan tangannya di depan Cantika.

"Sejak kapan di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan Zilo, Cantika malah balik tanya bahkan mimik wajahnya pun berubah begitu serius.

"Ah, gue baru aja tiba kok, gue nggak sengaja liat lo ngoceh sendirian di bawah pohon, gue kira lo ketempelan ama penunggu pohon," papar Zillo.

"Runny mana?"

"Runny di perpus."

Cantika pun segera mengikat rambutnya lagi, berdiri lalu menepuk pundak Zillo sebelum pergi. "Aku temui Runny dulu, dah!"

Cantika pun segera berlari menghindar dari Zilo yang masih menatapnya tak percaya.

"Cantika, lo belum jawab pertanyaan gue!" teriak Zilo.

Namun sayangnya Cantika malah tak menghiraukan terikan Zilo, seakan-akan tak mendengar suaranya. Padahal sebenarnya suara Zilo begitu jelas di dengar oleh Cantika.

"Sebenarnya yang barusan Cantika bilang siapa? bongkar? keburukkan siapa yang akan di bongkar?" gumam Zilo sembari memasukkan kedua tanggannya ke dalam saku celana.

"Kenapa sih masalah perempuan itu rumit-rumit. Sudah jelas Cantika pasti mau ngelabrak pacarnya yang tukang selingkuh. Emang benar, mereka itu sukanya cari penyakit."

Zilo pun bergegas pergi meningalkan halaman belakang sekolah dengan wajah tengil, tak lupa dirinya pun berlagak sok menjadi pemeran utama di dalam tokoh komik yang sering dibaca.

Di perpustakaan tampak begitu tenang dan damai, Runny memilah-milah buku yang belum sempat diambil beberapa hari yang lalu. Tengah asik-asiknya meneliti setiap sudut rak lemari Runny tak sengaja menabrak Rolex yang memang tengah mencari sebuah buku.

Belum sempat jatuh ke lantai, Rolex langsung menahan lengan Runny agar tidak jatuh. Pandangan mereka pun bertemu satu sama lain dalam beberapa detik akan tetapi Rolex langsung membenarkan posisi Runny.

"Lain kali liat sekitar, lo kira di sini hanya ada lo doang yang mau baca?" ucap Rolex begitu sinis.

Runny menelan ludah kasar, tak lupa dirinya langsung menunduk saat sadar jika di hadapannya itu anggota Famaur.

"M-maaf. Gue nggak sengaja."

Hanya terdengar dengkusan kesal dari Rolex dan tak lama Rolex pun pergi meninggalkan Runny, yang kini tengah cemberut atas  permintaan maaf darinya tak di hargai oleh Rolex.

"Apa mereka nggak bisa bilang sesopan mungkin ama perempuan?" cibir Runny sambil menautkan kedua tangannya di depan dada.

"Siapa yang engga bisa sopan, hm?"

"Tuh, anak Famaur. Ya, gue akui kalo mereka memang keren, idola sekolah ini. Tapi buat apa jadi panutan kalo sikap sama karakternya bikin semua orang nyebut!" cecar Runny yang tengah menatap lemari tampa melihat siapa yang tengah jadi lawan bicaranya.

"Anak Famaur?"

"Aish! Iya. Gue tadi udah jelas-jelas bilang kalo mereka itu nggak pernah ngehargai orang lain," ketus Runny sembari berjingjit meraih buku di atasnya. Akan tetapi, tangan seseorang lebih dulu mengapainya.

"Yang lo bilang barusan, terlalu berani untuk ukuran perempuan seperti lo, Runny."

Deg!

Jantung Runny berpacu begitu cepat, napas tampak menipis, wajahnya pun kian memerah saat merasa jika dirinya telah melempar diri sendiri ke kandang singa.

"Ale?" gumam Runny saat memutar tubuhnya menghadap Ale yang kini tengah berdiri begitu tegas di depannya.

"Di mana keberanianmu, Runny?"

Keringat dingin pun mulai datang, Runny tampak menyesali perkataannya, dirinya begitu bodoh mencecar Famaur di tempat umum.

"Lo dengar semuanya?" cicit Runny menatap takut-takut pada Ale.

Ale menautkan kedua tangannya di depan dada, menaikkan salah satu alisnya sambil terus menatap Runny begitu intens.

"Memangnya lo siapa yang mau di hangai oleh kita?" Ale pun memajukan wajahnya seakan-akan menelisik wajah Runny dengan datar.

"Lo mau jadi yang special sampe-sampe mau di hargai?"

"Bukan gitu maksud gue! Kalian nggak pernah ngehargain perasaan orang lain, bukan gue aja. Lagi pula, kalian mau di hargai tapi buat hargai balik kalian nggak pernah!" tutur Runny dengan wajah memerah padam.

Ale bertepuk tangan atas keberanian yang baru saja Runny katakan. "Lo selamat Runny, karena yang dengar ocehan tak bermutu lo itu cuman gue bukan yang lain. Berhubung gue malas berurusan sama spesies lo, lebih baik lo jaga-jaga mulut lo!" ucap Ale begitu santai tapi mengandung peringatan yang begitu jelas.

Pria yang tengah memakai baju olahraga itu mengikis jarak antara dirinya dan Runny. "Karena bisa aja kalo yang dengar bukan gue tapi anak Famaur yang lain, gue yakin hidup lo kelar saat itu juga!"

Ale kembali menegakkan tubuhnya, menyeringai sinis sebelum akhirnya pergi meninggalkan Runny yang tampak mematung.

Setelah beberapa menit Ale pergi. Runny segera mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan lalu napasnya mulai lega.

"Bodoh lo, ngapain juga lo maki mereka di sini! Untung Ale yang dengar kalo Rolex atau Marveuz? Bisa kelar urusan gue di sekolah ini!" dumel Runny sambil memukul-mukul kepalanya sendiri.

"Kenapa kamu mukulin kepala sendiri?"

Runny spontan menoleh ke arah samping, Cantika sudah tiba dengan wajah keheranan.

"Tika! Hari ini gue ketimban sial mulu!" ujar Runny sembari mengerang sedih.

"Sial kenapa?" tanya Cantika penasaran.

Mereka berdua pun memutuskan untuk duduk di bawah. Cantika masih memperhatikan mimik wajah Runny yang setiap detik berubah-ubah, dari sedih, kagum, gembira.

"Ketemu sama Rolex dan Ale di perpustakaan?"

Runny menggangguk sambil menyandarkan punggungnya pada lemari di belakang. "Gue kena karma deh gara-gara nggak dengerin ucapan Zilo. Kalo gue nurut pasti gue nggak bakalan ketemu tuh orang!"

"Lagian kamu juga, udah tahu tempat umum malah maki-maki mereka. Ngomong-ngomong tentang Ale, apa dia agak berbeda dari anak Famaur yang lain?" tanya Cantika yang terus mengali informasi terkait Famaur.

"Ale itu bisa di bilang baik sih enggak jahat juga enggak. Yang gue tahu, dia paling malas punya musuh makanya sebagian besar fans Famaur memilih terang-teranggan mengatakan suka sama Ale." Papar Runny. "Walau jawabannya ditolak." Imbuhnya lagi.

"Runny, lo tau ketua dari Famaur di mana?"

Pertanyaan frontal Cantika membuat Runny melebarkan matanya sempurna. "Ya! Lo lagi ngelantur apa gimana? Kenapa lo tiba-tiba cari Sienggar?"

"Sienggar?" gumam Cantika yang harus simpan nama itu baik-baik di dalam otaknya agar tak lupa lagi.

"Hanya penasaran." Alibi Cantika sambil tersenyum lebar.

"Menurut berita yang beredar di media sekolah, Sienggar bakalan datang ke sekolah minggu depan buat menseleksi peserta yang mau daftar." Jawab Runny santai.

"Minggu depan? Itu artinya?" ujar Cantika terkejut bukan main.

"Pendaftaran Famaur akan berakhir minggu ini. Dua hari lagi."

"Hah!" Cantika langsung berdiri hal itu cukup menaril perhatian Runny.

"Lo kenapa sih?"

"Aku harus pergi. Aku duluan, ya!" seru Cantika buru-buru.

"Gue harus daftar bagaimana pun caranya, cuman cara itu agar gue bisa cari informasi lebih detail mengenai Famaur!" ucap Cantika di saat sudah jauh dari Runnya.

"Tapi masalahnya, kertas selembaran itu gue buang di belakang sekolah." Oceh Cantika yang terus bergegas pergi menuju halaman belakang sekolah.

"Gue lupa, di sana ada Zilo! Bisa gawat kalau Zilo liat selembaran yang gue buang! Tika lo ceroboh banget!" cetus Cantika sambil sedikit berlari.