Chereads / The Big Boss / Chapter 11 - Siapa Dia?

Chapter 11 - Siapa Dia?

Raut wajah terlihat sangat suntuk untuk ukuran anak berusia tujuh belas tahun. Seorang gadis remaja yang tengah duduk sembari membuka lebar-lebar telinga hanya untuk mendengarkan penjelasan dari seorang Guru fenomenal se-seantero SMA Tugu Pritiwi.

Bagaimana tidak lambat, Pak Mamat selalu menerangkan materi layaknya tengah mendongeng. Sebagian anak-anak mulai mengantuk di tengah jam pelajaran.

Helaan napas panjang lolos begitu saja dari beberapa bibir siswa-siswi kelas 3. Suntuk dan bosan berpadu jadi satu seperti jeli dan selai, sungguh nikmat yang luar binasa.

"Seperti yang sudah bapak ucapkan. Penetapan perbandingan titik tetap atas yang terdapat pada skala suhu dicari berdasarkan suhu ...,"

"Aku tak kuat." Celetuk Zilo menahan kantuknya dengan cara melebarkan matanya. Kedua tangannya kini pun telah berpindah di atas meja. Tidur adalah salah satu cara Zilo mengubur rasa kantuknya.

Bahkan, tidak jarang anak-anak, lebih tepatnya di bagian pojok kelas menghabiskan waktunya untuk tidur dengan buku menjadi penghalang agar Pak Mamat tak melihatnya.

"Setengah jam lagi." Ucapan itu lolos begitu saja dari mulut Bianca. Sesekali gadis nan menarik itu memejamkan matanya.

Lain halnya dengan Cantika. Gadis bermata bulat itu tampak menatap ke depan dengan serius. Seakan-akan menikmati setiap pelajaran pak Mamat. Namun ternyata, di luar dugaan. Gadis bermata bulat itu tengah menatap ke arah luar jendela, tepat di samping taman.

"Sebenarnya dia itu siapa, mengapa tampak berbeda dari siswa lain?" Gumamnya masih mengingat pertemuaannya dengan Sienggar.

Bukan hanya itu, sifat tertutup dan aura Sienggar membuat siapa saja enggan berdekatan dengan pria itu. Namun, entah mengapa pria itu justru memiliki daya pikat yang begitu kuat.

Jantungnya saja seakan demo tatkala Sienggar memergoki dirinya di taman. Tubuh serta otaknya seakan tak bisa bekerja sama saat menatap manik elang milik pria itu.

"Ngapain?"

Cantika terlonjak, ucapan Sienggar saat itu mampu menarik atentasi pikiran Cantika untuk ke alam nyata.

"Ah, anu ... aku nggak sengaja kok!"

Sienggar hanya menatap Cantika dengan pandangan yang begitu tajam. Jika seperti ini, Cantika tak bisa berkata apa pun. Ternyata benar, apa yang di katakan semua orang, berhadapan dengan Sienggar membuat kita tampak tak berdaya.

Sebenarnya siapa Sienggar? Itulah yang masih Cantika terka dalam pikirannya.

Tuk!

"Aw!" ringis Cantika saat Sienggar begitu santainya menyentilnya. Cantika mendongak menatap balik mata elang milik Sienggar.

"Yah! Kau kira nggak sakit apa?" sungutnya sembari mengusap-usap jidatnya sendiri. Memang nyeselin itu orang.

"Ngapain di sini!" ucapnya datar, bahkan tak ada sedikit pun rasa bersalah setelah menyentil Cantika.

"Kan, aku udah bilang, aku nggak sengaja ke sini."

Mendadak jantung Cantika kembali demo saat Sienggar mengikis jarak di antara mereka berdua. Cantika spontan mundur tapi terpojok oleh pohon di belakangnya.

"N-ngapain kamu? Jangan macam-macam!" ujar Cantika dengan gelisah.

Seakan tak memedulikan kelinci korbannya ketakutan, Sienggar terus maju hingga menjatuhkan tangan kirinya di sisi kepala Cantika. Netra matanya tetap mengarah pada wajah Cantika yang telah pias.

"Kamu kira saya nggak tau apa yang kamu cari?"

"M-maksudnya?"

Seringai miring muncul di wajah Sienggar. Kini, kedua tangannya bertumpu di samping kiri kanan Cantika, mengukung gadis itu agar tak kabur.

"Kamu yang nyolot ikut seleksi Famaur? Kamu mau berbuat curang?" tandasnya.

"Nggak! Siapa juga yang mau curang?" elak Cantika bersungguh-sungguh.

"Lantas kenapa kamu ke sini. Kamu mau mata-matai saya?" tuturnya begitu datar.

"Apa ..."Sienggar menghentikan ucapannya membuat Cantika waspada. Bahkan wajahnya kini semakin dekat dengannya.

"Kamu suka sama saya?"

Kedua bola mata Cantika melebar sempurna bahkan tak percaya dengan apa yang telinganya dengar. Semakin di buat tak percaya lagi dengan Sienggar yang kini tengah tertawa kecil.

Tunggu! Sienggar tertawa?

Cantika mengerjapkan matanya beberapa kali, menatap pria itu dengan tak percaya.

Cantika tampak bengong. Gadis itu di buat heran akan sifat Sienggar. Bukankah Sienggar orang yang jarang tertawa? Lalu ini apa?

"Ngapain kamu bengong? Mikirin saya?"

Narsis. Itulah yang Cantika pikirkan untuk Sienggar saat ini. Walau sebenarnya agak aneh. Apa benar dia Sienggar?

"Eits ... mau kemana kamu?" tukas pria itu sambil menarik kunciran Cantika dengan sengaja.

"Please lepasin aku. Aku nggak maksud mata-matai kamu kok. Jangan bully aku!" cetus Cantika saat itu.

"Siapa juga yang mau buly kamu?"

"Terus ngapain kamu narik rambut aku?"

"Salah kamu sendiri, orang lain lagi ngomong malah di tinggal!"

Cantika menatap pria itu dengan saksama, memperhatikan setiap jengkal wajahnya. Tidak ada yang salah kok, apa yang Runy tunjuk memang dia orangnya. Sienggar memang di depannya saat ini.

Lalu rumor tentang kekejaman Sienggar di siswa lain, mana? Yang Cantika tangkap dan cermati pria di depannya itu malah seperti pria narsis.

"Dua kali kamu bengong liatin aku. Iya, aku akui, aku ganteng, sebelas dua belas sama Enggar." Ucapnya begitu percaya diri.

"Tunggu! Apa tadi kamu bilang?"

"Aku ganteng. Sudahlah, akui saja kalo kamu itu jatuh cinta ama aku," pungkasnya sambil menyugar rambutnya ke belakang.

"Bukan itu. Tadi kamu bilang sebelas dua belas sama seperti Enggar? Apa yang kamu bilang Enggar itu, Sienggar?"

Pria bermata elang itu menggangguk tak lupa tersenyum. Aura pria itu kini berubah bersahabat, bahkan senyuman itu begitu manis di mata Cantika. Sebenarnya dia siapa?

"Kalo dia bukan Sienggar lalu siapa? Nggak mungkin Runy salah nunjuk orang?" gumam Cantika heran. Karena saat Runy memberi tahu, Cantika hafal wajahnya, bahkan mata abu-abunya. Dan pria itu begitu persis dengan Sienggar.

"Sudah jangan banyak bengong. Sana masuk, kamu anak baru, kan? Jangan bikin Famaur buly kamu. So, sampai jumpa lagi, eum ... Can-cantika! Dah Cantika!" tuturnya sambil membaca badge-name Cantika.

Cantika masih berdiri dengan memperhatikan pria yang mirip dengan Sienggar dari jauh. Ada kejanggalan tapi entah apa itu.

"Kenapa jadi seperti ini? Apa aku salah orang? Tapi saat itu Runy benar nunjuk orang kalo dia memang Sienggar. Aaaahh! Kenapa merumitkan sih! Di mana Sienggar yang asli?!" sungut Cantika mencak-mencak. Jika tak berhasil menemui Sienggar maka dirinya tak akan bisa mengungkap siapa dalang di balik penganiyaan sepupunya, Tian.

"Cantika!"

"Cantika!"

Brak!

Gadis bermata bulat itu terkelonjak kaget saat benda keras beradu di mejanya. Gadis itu sontak sadar dari lamunannya.

"Kamu dari tadi saya perhatikan melamun. Kamu tidak suka dengan pelajaran saya?!" seru Pak Mamat berdiri tepat di depan Cantika.

"Maaf Pak."

"Keluar! Kamu saya hukum lari lapangan 5 kali!"

Dengan pasrah Cantika keluar dari kelas dan mulai mengerjakan hukumannya sebelum jam istirahat berbunyi.

Saat ini, setelah melakukan tugasnya, Cantika turut ikut ke kantin bersama Runy dan Zilo.  Tampak Runy dan Zilo tengah beragumen dengan menu hari ini.

Berbeda dengan Cantika, gadis itu tidak menghiraukan sekeliling, otaknya masih terus berpikir tenang kejadian pagi itu. Ia bingung, bagaimana bisa dirinya salah orang?

Bahkan sampai jam istirahat pun gadis itu masih diam, walau teman-temannya mulai sibuk mencari makanan.

"Hari ini Mbak Tami masak Iga. Gue enggak mau kehabisan. Eh ujung-ujungnya datang ke kantin cuman dapet sayur-sayuran, doang." Runy merenggut kesal, wajahnya tertekuk beberapa lapis sembari mengaduk-aduk nasinya tidak berselera.

"Udahlah, lo ambil nih punya gue. Itu pun gue dapat paling terakhir. Mau enggak?"

Seketika, mata Runy berbinar, ia menggagukkan kepalanya sembari menyerahkan satu set alat makan di depan Zilo.

"Tumben lo baik ama gue?" seru Runy girang. Ia pun melahap makanannya dengan nikmat sedangkan yang lain hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.

"Gue baik dari dulu. Lonya aja nggak sadar!"

Kini, Zilo menatap Cantika dengan heran. Pasalnya gadis itu masih diam sambil mengaduk-aduk makanannya.

"Eh Tika, lu kenapa dari tadi melamun mulu?"

Cantika mendongak bahkan Runy pun turut memperhatikan teman barunya itu. "Iya. Sampai-sampai di hukum sama Pak Mamat. Kenapa sih?"

"Aku cuman heran. Kok orang bisa berubah?" ujarnya ambigu membuat Zilo dan Runy salinh pandang.

"Berubah gimana maksud lo?"

"Aku tadi ketemu Sienggar, cuman sikapnya agak aneh," tututnya heran.

"Aneh? Aneh gimana? Sienggar itu bukannya nggak pernah mau bertemu orang asing?" timpal Zilo.

"He'em. Sienggar itu sama kaya singa. Nggak mudah di taklukin apa lagi sama cewek."

Jika seperti itu lalu pagi itu dirinya bicara sama siapa?

"Emang kenapa, sih?"

Bukannya menjawab malah Cantika mengajukan pertanyaan. "Apa nama sembutan orang-orang ke Sienggar?"

"Yang gue denger dari anak Famaur sih, mereka pangil Sienggar dengan nama Sien."

"Apa di sini ada yang nama Enggar?"

"Enggar? Setau gue nggak ada."

"Ah, gue tau!" Cantika menatap Zilo dengan pandangan tak biasa.

"Tau apa?"

Bukannya menjawab Zilo malah tersenyum tipis pada Cantika, membuat gadis itu tampak risau. Bagaimana jika Zilo mulai curiga padanya karena dirinya terus-terusan menanyakan Sienggar? Bisa runyam urusannya!