Kini jam pertama sudah berlalu, beberapa siswa maupun siswi memilih untuk bergegas ke keluar begitu juga Cantika yang kini tengah menyelusuri koridor untuk mengambil rompi miliknya di atas rooftop.
Sepanjang perjalanan banyak yang menatap dirinya dengan pandangan tidak biasa, Cantika terus berjalan dengan bersikap acuh hingga salah satu dari mereka entah sengaja atau tidak menabrak tubuh Cantika hingga membuat Cantika jatuh.
Kacamata bulatnya pun jatuh. Cantika menoleh ke sekeliling menatap beberapa dari mereka tengah menertawai dirinya. Apa salahnya sehingga mereka begitu membencinya? Sebuah kalimat yang masih dipertanyakan.
Cantika yang hendak mengambil kacamata miliknya mendadak terdiam saat ujung sepatu berhenti di depannya. Gadis itu mendongak, iris matanya menatap ke arah orang yang yang berdiri di depannya.
Tiga pria dengan pesona mereka masing-masing, berdiri tepat di depan Cantika. Beberapa siswa menutup mulut masing-masing, mereka menatap tidak percaya pada Cantika yang terang-terangan menatap anak Famaur.
Di sisi lain, Cantika yang tidak tahu mana yang anak Famaur, mana yang bukan. Hanya mengerjapkan matanya beberapa kali yang tampak terlihat buram, detik berikutnya membuat gadis itu segera menunduk sambil meraba-raba kacamata miliknya.
Dan, tepat saat itu juga seseorang menyerahkan kacamata bulat milik Cantika. Gadis bermata belo tersebut tersenyum membuat lesu pipitnya terlihat.
"Makasih." Cantika pun segera mengambil lalu memakai kacamatanya.
Setelah itu, pria yang tengah berjongkok di depan Cantika kembali berdiri dan melanjutkan perjalanannya, meninggalkan aura mencekam dari mereka.
Dari kejauhan Runy berlari menghampiri Cantika, membantu Cantika untuk berdiri. Gadis dengan serurai hitam legam itu menatap nyalang pada siswa yang mengerjai Cantika.
"Kalian semua banci apa, beraninya sama perempuan! Lo, lo, lo. Maju, lawan gue!" tantang Runy, walau wajah cute serta penampilan feminim tidak ada yang menyangka jika gadis itu adalah atlet karate alis ikut komunitas karate di sekolah ini.
Beberapa siswa yang tahu siapa Runy langsung memilih membubarkan diri, jika berhadapan dengan Runy yang notebenya sabuk hitam yang ada malah bonyok.
"Memang dasarnya banci!" Sarkas Runy kesal.
Cantika menepuk pundak Runy sambil menarik pelan lengan gadis itu. "Sudah, jangan diperpanjang lagi. Aku enggak apa-apa kok."
"Cantika, lo bikin gue was-was aja tau! Dari ujung gue liat lo natap Rolex si anak Famaur! Tika, kenapa lo cari penyakit, sih?"
Penuturan Runy mampu membuat Cantika terkejut bukan main. Jadi, orang yang memberikannya kacamata itu anak Famaur?
"Run, tadi aku nggak sengaja natap dia. Aku nggak tau kalau mereka anak Famaur, mata aku rabun jadi kurang jelas," beber Cantika yang mulai waswas di perasaannya.
Kini, Runy mengalihkan pandangan ke arah Cantika, meneliti teman barunya dengan saksama. "Tapi lo nggak apa-apa, kan?"
"Aku nggak apa-apa."
"Lagian, lo kenapa jalan ke arah gedung ini. Bukannya lo kata mau ke kantin, gue tungguin malah nggak muncul," papar Runy sebal.
"Aku mau ambil rompi milik aku."
"Gue antar aja, ya?"
Cantika mengelengkan kepalanya. "Kamu itu punya magh, Zilo udah pesan ke aku suruh kamu makan. Katanya, kamu suka telat makan. Udah, ke kantin duluan aja aku nanti nyusul," elak Cantika sambil tersenyum.
"Tapi lo nggak apa-apa?" Cantika hanya menggangguk mantap.
"Ya sudah, lo hati-hati."
Gadis itu pun berlari kecil ke arah kantin walau sebenarnya tidak tega meninggalkan Cantika di gedung yang rawan lalu lalang anak Famaur. Sedangkan Cantika, gadis berkacamata bulat itu menarik napas berat sebelum kembali melanjutkan perjalanannya.
Cantika memilih menundukkan kepala ke bawah, itu alasan untuk menghindar dari anak Famaur. Bagaimana pun juga Cantika masih belum mengenal siapa anak Famaur di ribuan siswa SMA Negeri 1 Tugu Pritiwi.
Kaki jenjangnya mengayun menyelusuri koridor sekolah, satu persatu kelas terlewati kinu hanya ada lorong panjang yang berhubungan dengan lantai menuju rooftop.
Cantika masih menunduk sambil terus naik ke atas tangga. Sayup-sayup mendengarannya menangkap ada orang yang tengah menuruni anak tangan, hal itu membuat Cantika panas dingin, segera menundukkan kepala ke bawah sambil terus naik ke atas.
Dan benar, Cantika kembali berpapasan dengan seseorang. Di lihat dari sepatu yang terkena lumpur serta celana berwarna hitam membuat Cantika menelan ludah kasar.
Anak Famaur bukan? Batin Cantika terus saja bertanya-tanya, gadis berkacamata bulat itu memilih untuk mempersilakan pria itu jalan tanpa mau menatap ke arahnya.
Menunggu pria itu jalan tapi yang anehnya Pria itu malah diam di tempat setelah Cantika mengalah. Masih di tempat, Cantika bingung harus apa, jika ia kembali lagi yang ada mampu membuat anak Famaur marah.
Jika memang benar pria itu anak Famaur, sudah pasti sampai besok Cantika berdiri di sini layaknya patung sebelum pria itu pergi.
Cantika meremas ujung roknya, keringat dingin pun mulai datang. Ia kembali teringat akan cerita Runy tentang bahayanya anak Famaur bagi siswi seperti dirinya.
Dan Cantika yang terus saja berkutat dengan otaknya mendadak menahan napas saat pria itu membalikkan badan ke arahnya. Cantika melihat dari gerakan ujung sepatu yang mengarah padanya.
Bahkan sekarang jantung Cantika berdegup kencang tidak beraturan, persendiannya mulai lemas. Itu baru melihat sepatunya belum wajah orang itu.
Cantika pun mendadak oleng hendak jatuh dari tangga saking takutnya dengan anak Famaur. Namun, sebuah lengan menahannya sehingga wajah mereka saling pandang satu sama lain.
Diam. Mereka saling pandang satu ssma lain. Di balik kacamata bulat milik Cantika yang retak akibat jatuh, Cantika akui jika orang yang ada di depannya begitu ... tampan.
Cantika segera melepaskan diri dari pria itu, menundukkan kepala lagi karena sudah lancang menatapnya. Terdengar dengkusan sebal dari pria itu dan tidak lama, pria yang memiliki mata berwarna coklat madu melangkah turun meninggalkan Cantika yang masih bergerar.
Tremornya kumat jika sedang takut. Cantika pun duduk di tangga sambil menenangkan dirinya. Iris matanya menatap ke bawah, melihat punggung tegap pria bermata coklat madu dengan takut.
"Kenapa hawa anak Famaur seperti berdekatan sama makhluk astral? Ayolah, Cantika, kamu nggak boleh takut, dia juga manusia, sama-sama makan nasi juga. Kenapa mesti takut?"
Otak Cantika masih saja tertuju pada korban-korban dari anak Famaur. Sebuah komunitas yang begitu tertutup dari jangkauan anak-anak SMA Negeri 1 Tugu Pritiwi.
Sebenarnya ada apa dengan komunitas itu yang membuat beberapa anak Famaur begitu di takuti? Cantika kembali berdiri untuk mengambil rompi miliknya.
Namun, mungkin memang hari ini, hari sial bagi Cantika. Bahkan sekarang Cantika di pertemukan lagi oleh seseorang pria dengan sebuah tato melintang di bagian pelipis mata hingga pipi.
Tampilannya sangat jauh dari anak sekolahan pada umumnya dan pria itu memiliki iris abu-abu yang begitu menusuk. Siapa dia?
Tiba-tiba sosok jangkung berdiri di depannya dengan jarak yang begitu dekat. Membuat Cantika memiliki naluri untuk segera pergi dari sini.
"Minggir!" ucap pria itu dengan suara yang begitu berat, berbisik tepat di telinga Cantika membuat gadis itu spontan memejamkan matanya sesaat.
Dengan gerakan kaku Cantika minggir hingga aroma parfum musk tercium di hidungnya. Begitu menengkan untuk sesaat. Setelah sadar, Cantika mengerjapkan matanya beberapa kali, menelengok ke bawah tangga dan betapa terkejutnya sosok pria beriris abu-abu tersebut hilang.
"Kemana dia?"
Penasaran dengan pria tadi, Cantika pun menuruni anak tangga. Dan saat tiba di lantai dasar, Cantika kembali dikejutkan oleh pria beriris abu-abu yang kini tengah menatapnya dengan begitu tajam.
"Mampus. Apa aku akan ketahuan?" gumam Cantika sembari mundur kala merasa aura pria yang ada di depannya begitu kuat dan sedikit menakutkan.