Chereads / Secarik Kertas / Chapter 4 - Azha dan Delphinus

Chapter 4 - Azha dan Delphinus

Di bagian bumi yang lain, hiduplah seseorang bernama Azha. Ia adalah seorang penggembala yang hidup sendiri. Setiap harinya, ia menggembalakan kambing, mulai pagi hingga sore menjelang.

Di dekat sungai Eridanus, Azha sibuk mengurusi ternaknya yang lumayan banyak. Sambil bermain air di pinggir sungai, Azha menikmati kehidupan kecilnya. "Syukur pada Tuhan atas segala nikmat-Nya," ucap Azha dalam hati.

Riuk air berbunyi, menemani keasyikan Azha bermain. Kambing-kambing yang haus ikut bersuara ria, "mbek...mbek...mbek..." sembari meminum segarnya air sungai.

Ditemani Delphinus, seekor lumba-lumba air tawar yang begitu cerdas, ajaib, dan penurut dengan manusia, interaksi yang sungguh menyenangkan hati. Azha bisa bermain bersama hewan lucu dan pintar itu.

"Lucunya kau ini, Delphinus," puji Azha dalam hati.

Interaksi dengan Delphinus menghapus kesendirian yang menghantui Azha. Ia terlupa akan semua kesedihannya. Azha selalu bersyukur kepada Sang Maha Kuasa atas berbagai karunia yang telah diberikan kepadanya.

**

Matahari sudah berada di arah barat. Beberapa jam lagi, ia akan tenggelam. Azha mulai beres-beres dari menggembalakan kambing-kambingnya di pinggir sungai Eridanus. Ia akan pulang saat itu.

Melihat ke arah matahari "Wah, matahari sudah akan tenggelam," ucap Azha. "Aku harus segera beres-beres," lanjutnya.

Tak lama kemudian, ketika ia telah selesai beres-beres dan mulai beranjak pulang, tiba-tiba datanglah sebuah kapal menghampiri Azha.

"Shuttt!" (bunyi layar kapal tersebut dari kejauhan).

"Turunkan jangkar!" (berteriak) Perintah sang kapten yang terdengar oleh Azha.

"Baik, Kapten," jawab beberapa orang awak kapal yang kembali terdengar ditelinga Azha.

Karena sungai Eridanus merupakan sungai yang sangat besar dan juga dalam, membuat kapal sebesar itu bisa berlabuh dan bersandar di sana.

Kemudian...

"Krekkkk, krekkkk, krekkkk," pintu kapal pun terbuka dan bagian ujungnya menyentuh pinggiran sungai Eridanus, membuat tanah sedikit bergetar.

Tak lama kemudian, dari dalam kapal turunlah sang kapten dan beberapa awak kapalnya. Mereka menghampiri Azha, yang sedang berdiri mematung melihat kapal yang sungguh luar biasa itu.

Azha bertanya-tanya dalam hati, "Siapakah dia? Kenapa dia akan menghampiriku? Aku sendiri tidak mengenalnya."

Setelah berada tepat di depan Azha, sang kapten pun bersuara, "Salam, kau tak perlu takut. Aku hanyalah seorang pengembara."

Ia lalu bertanya, "Wahai anak muda, siapakah namamu?"

Azha menjawab dengan heran melihat laki-laki itu tersenyum, "Salam kembali, namaku Azha. Dan kamu siapa?"

Sang kapten memperkenalkan diri, "Namaku Jason, dan ini para Argonauts, beberapa orang awak kapalku."

Azha menggumam dalam hati, "Dari penampilan dan pakaiannya seperti seorang kapten, sepertinya ia orang baik."

Jason mengulurkan tangan, "Senang bertemu denganmu."

Azha berjabat tangan dengan Jason, masih dengan perasaan heran, "Aku juga, senang bertemu denganmu."

Jason bertanya, "Baiklah Azha, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"

Azha bertanya-tanya dalam hati, "Nah sekarang ia malah ingin bertanya sesuatu padaku. Apa yang mau ia tanyakan dariku?"

Azha menjawab, "Iya, tentu boleh."

Jason berkata, "Kalau begitu jika kau izinkan, aku ingin menawarkan diri menjadi temanmu. Apakah aku boleh menjadi temanmu?"

Azha kembali bergumam, "Ternyata ini yang mau ia tanyakan dariku. Sepertinya dia memang orang baik, tapi aku masih penasaran kenapa ia ingin jadi temanku? Baiklah aku terima saja ia menjadi temanku."

Azha menjawab, "Tentu boleh. Aku di sini hidup sendirian dan aku sangat berharap ada seseorang yang mau menjadi temanku."

Jason senang mendengarnya, "Terima kasih, syukurlah. Aku senang mendengarnya. Terima kasih banyak telah menerimaku menjadi temanmu."

Azha ganti bertanya, dengan masih merasa heran, "Tapi kenapa kau ingin menjadi temanku? Aku hanya orang biasa."

Jason menjawab, "Aku tidak peduli apakah kau orang biasa atau tidak. Aku hanya ingin memiliki teman. Dan aku merasa kau orang yang baik dan menyenangkan."

Azha tersenyum, "Terima kasih atas pujianmu. Aku juga senang bisa berteman denganmu."

Jason dan Azha pun menjadi teman. Mereka menghabiskan waktu bersama, saling bercerita dan tertawa. Azha merasa sangat senang memiliki teman baru.

Azha bertanya, "Oh ya, jika aku boleh tahu, asalmu dari mana dan siapakah kau sebenarnya, wahai Jason?"

Jason menjawab, "Oh tentu, akan aku jelaskan. Namaku Jason Navis. Aku berasal dari Kerajaan Nesia. Aku seorang kapten di sana. Aku dan para Argonauts memilih untuk menjelajahi lautan untuk menyelamatkan diri. Raja kami, Raja Orionus, telah dibunuh oleh saudaranya sendiri, Medeusa.

Medeusa terkena sihir jahat saat itu, dan dengan sihirnya, ia mengambil takhta kerajaan dari tangan kakaknya sendiri. Semua yang terkena sihirnya pasti akan mati dan berubah menjadi batu. Kami tidak mampu melawannya, jadi kami menyelamatkan diri. Untungnya, kami selamat.

Kami merasa sangat bersalah karena tidak dapat menyelamatkan Raja Orionus. Semua ahli sihir di kerajaan juga dikalahkan oleh Medeusa dan berubah menjadi batu. Kami menyelamatkan diri karena Raja memerintahkan kami untuk tetap hidup untuknya. Beliau tidak ingin kami membantunya jika kerajaan sedang terjadi masalah atau perang saudara. Beliau berkata,

"Kalian tidak boleh membantuku jika kerajaan sedang terjadi masalah atau perang saudara. Jika kalian tetap ingin membantuku, maka cara kalian membantuku adalah dengan tetap hidup. Mengapa? Agar nama Kerajaan Nesia masih dapat terdengar di seluruh penjuru dunia berkat kalian."

Azha berkata, "Oh begitu rupanya. Asalmu sepertinya begitu jauh. Aku belum pernah mendengar nama kerajaan itu sebelumnya. Aku turut berduka mendengar kisahmu, wahai Jason."

Azha mulai merasa yakin bahwa kapten itu adalah orang baik. Ia bergumam, "Benar dugaanku, dia memang orang baik."

Jason menjawab, "Begitulah. Terima kasih atas bela sungkawanya."

Azha berkata, "Iya sama-sama."

Jason berkata, "Sebenarnya aku tidak ingin mengingat hal ini. Ini sungguh menyedihkan bagiku, tetapi tak mengapa. Biarlah, semua sudah berlalu."

Azha berkata, "Maafkan aku membuatmu mengingatnya kembali."

Jason berkata, "Tidak apa-apa, Azha. Itu tidak masalah bagiku. Aku hanya menyesal tidak diizinkan menyelamatkan rajaku sendiri."

Azha berkata, "Tetaplah semangat, Jason. Sebenarnya kau mengemban amanat yang lebih besar dari menyelamatkan rajamu, yaitu menyelamatkan harga diri kerajaannya."

Jason berkata, "Kau benar, Azha. Terima kasih."

**

Ini keinginanku dari dulu, ucap Azha dalam hati. Baiklah, kuutarakan sajalah pada Jason, kapten itu.

"Wahai Jason! Bolehkah aku nanti ikut denganmu mengembara lautan?" (mengungkapkan keinginannya).

Tanpa pikir panjang, Jason langsung menjawab, "Oh, tentu boleh Azha, dengan senang hati. Kau membuatku bahagia hari ini."

"Yeah, terima kasih. Syukurlah, sungguh beruntung diriku. Akan tetapi, aku memiliki sebuah permintaan lagi kepadamu," Azha meneruskan.

"Oh, apa itu? Sebutkan saja!" Jason merasa penasaran.

"Begini, aku kan seorang penggembala kambing. Kambingku banyak, jadi bolehkah aku membawa kambing-kambingku itu di kapalmu ketika nanti kita mengembara? Dan juga lumba-lumbaku? Ia sungguh ajaib, aku tidak tega meninggalkan mereka semua," tanya Azha.

"Wah, ternyata itu yang mau kau tanyakan. Buat aku penasaran saja," ucap Jason dalam hati.

"Tentu, Azha. Dengan senang hati, aku perbolehkan. Kau ini ada-ada saja," (sedikit tertawa).

"Yeah, aku senang sekali hari ini," ucap Azha dalam hati. Bertemu dengan orang baru dan mau menjadi temanku lagi.

"Terima kasih atas kemurahan hatimu, wahai Jason. Aku berhutang budi padamu."

"Biasa saja, tidak usah berlebihan."

"Hmm, bolehkah aku bertanya tentang lumba-lumbamu? Aku penasaran," terus Jason yang heran dengan ucapan Azha bahwa lumba-lumbanya ajaib.

"Tentu saja boleh," jawab Azha.

"Aku tidak melihatnya ke manakah ia?"

"Tunggu sebentar!"

Khwit..khwit..khwit.

Azha memanggil lumba-lumba kesayangannya dengan suara khasnya. Seketika itu pula, lumba-lumbanya muncul. Ia muncul di pinggir sungai, keberadaannya cukup jauh dari tempat bersandarnya kapal Argo Navis milik Jason.

"Itu dia!" tunjuk Azha. "Mari kita kesana menghampirinya!"

"Mari!" jawab Jason dan para Argonauts.

Kemudian, Azha, Jason, dan para Argonauts berjalan menghampiri lumba-lumba milik Azha.

"Perkenalkan semuanya, ini adalah lumba-lumba milikku, namanya Delphinus. Ia sangat cerdas dan penurut, mudah berinteraksi dengan manusia, dan ia sungguh begitu ajaib."

"Delphinus sungguh unik ya, ia bisa menuruti perintah manusia," puji Jason.

"Apakah nanti dia bisa mengikuti kita ketika mengembara di lautan?" tanyanya melanjutkan.

"Aku rasa bisa, nanti kita coba saja. Ia kan lumba-lumba yang pintar dan juga ajaib."

"Baiklah, aku yakin itu. Hmm, aku punya permintaan padamu."

"Tentu, apakah itu, Jason?"

"Begini, aku mau meminta izin, bolehkah kami bermalam di rumahmu untuk malam ini?" ucap Jason. "Untuk beristirahat, soalnya besok kita akan mulai pengembaraan kita."

"Dengan senang hati, Jason. Tapi, rumahku lumayan jauh dari sungai ini, bagaimana?"

"Itu tidak masalah," jawab Jason.

"Oke, baiklah. Tunggu sebentar ya."

Khwit..khwit..khwit.

Azha menyuruh Delphinus kembali bermain di sungai Eridanus.

"Ayo semua!" ajak Azha. "Kita harus bergegas, karena hari sudah mulai malam."

Mereka bergegas kembali ke rumah Azha, untuk bermalam hari itu.

Para Argonauts membawa obor sebagai penerang di jalan menuju rumah Azha. Mereka juga memberikan obor tersebut pada Azha dan Kapten Jason.

"Ini, tuan," ucap Argonauts, memberikan obor pada Azha.

"Terima kasih banyak," ujar Azha sambil tersenyum.

"Kapten, ini untukmu," kata Argonauts itu melanjutkan.

Azha pulang sambil menggiring kambing-kambingnya.

"Mau aku bantu?" ucap Jason.

"Tidak usah, nanti merepotkan. Kambingku cuma ada beberapa ekor saja kok."

"Ahh, tidak mengapa. Sini, berikan talinya sekalian belajar," kata Jason sambil tersenyum.

"Baiklah."

Mereka kemudian berjalan bersama-sama menuju rumah Azha sambil menggiring kambing.