3 bulan aku sudah berada di jakarta. Perusahaan sudah stabil karena Dave sudah menyuntikan dana 1000 triliyun ke perusahaan kakek. Aku cukup bernapas lega karena kami bebas dari kebangkrutan meskipun sebagian harta kakek digunakan untuk perusahaan.
Tit.. Tit.. Tit…
Suara dari alat patient monitor di sebelah ranjang tempat kakek berbaring. Alat itu menunjukkan detak jantung yang stabil tapi herannya kakek belum sadar juga.
Aku sudah bicara pada dokter sebelumnya bahwa kakek masih dalam keadaan koma dan tidak di ketahui kapan kakek bisa sadar dari tidur panjangnya.
Tubuh kakek kian susut, tulangnya mulai terlihat di balik lapisan tipis kulit yang hampir tanpa daging itu.
"Kakek segeralah sadar, aku akan bertunangan sebentar lagi. Meskipun itu cuma pertunangan bohongan, aku harap kakek bisa hadir."
Aku mencium tangan kakek yang terasa dingin lalu meletakkan kembali ke sisi tubuhnya.
Benar, acara pertunangan akan digelar 3 bulan lagi. Untungnya saat itu bertepatan dengan awal tahun sehingga jonathan juga bisa hadir karena masih termasuk libur tahun baru.
Tring! Bunyi pesan dari ponsel membuyar lamunanku. Aku memeriksanya dan melihat sebuah pesan dari Gerald.
"Non Sienna, 1 jam lagi Nona akan ada meeting dengan perusahaan milik Tuan Frederick King James."
"Setengah jam lagi aku akan tiba!" Aku mengirim pesan itu dan langsung menyimpan ponsel ke dalam tas. Aku mencium kening kakek sebelum pergi.
Beberapa Bodyguard sudah menungguku. Steve tidak ikut ke rumah sakit karena dia sangat sibuk di kantor. Setelah perusahaan pulih kembali, Steve adalah orang yang paling sibuk membenahi perusahaan.
Aku sangat beruntung. Tidak. Lebih tepatnya kakekku sangat beruntung memiliki Steve sebagai asistennya. Dia orang yang sangat cekatan dan cepat beradaptasi dengan keadaan. Dia juga selalu tepat dalam setiap mengambil keputusan.
Gerald? Ah dia adalah pria jujur yang aku temui di pusat perbelanjaan. Dia mengembalikan ponselku yang jatuh saat kami bertabrakan.
Dia orang yang jujur sehingga saat dia melamar pekerjaan di perusahaan milik kakek, aku langsung menerimanya.
Pada awalnya aku tidak terlalu berekspektasi tinggi terhadapnya tapi ternyata kinerjanya cukup bagus. Dia juga merupakan salah satu lulusan terbaik di sebuah universitas bergengsi di jakarta.
Aku menyusuri jalanan ibukota dan segera tiba di kantor. "Sienna!" Pekikan dari Paman Mario cukup membuat seisi kantor menoleh pada kami. Paman Mario segera menghampiriku.
"Paman, bukankah sudah ku katakan jika di kantor jangan berteriak seperti itu?" Paman Mario hanya cengengesan dan menggaruk kepalanya.
"Hehe maaf maaf, bagaimana perjodohanmu apa lancar? 3 bulan lagi kau akan bertunangan bagaimana persiapannya lancar?" Tanya Paman Mario bertubi-tubi.
Aku mendesah pelan sebelum akhirnya aku melangkahkan kaki dengan cepat menuju lift kantor. Paman Mario segera menyusul dan mengikuti masuk ke dalam lift.
"Semua di urus oleh Dave jadi jangan berpikir macam-macam dan kerjakan saja tugas paman di kantor." ujarku tegas.
"Dan ingat, jangan mengganggu wanita cantik di kantor lagi. Mereka tidak betah nanti, dan jika ada yang resign aku akan memotong gaji paman."
Ting! Lift berhenti pada lantai yang aku tuju dan membiarkan Paman Mario masih terpaku di dalam lift. Bodyguard mengikutiku di belakang.
Aku tiba di ruanganku dan langsung di sambut oleh Gerald. Gerald adalah sekretarisku sekarang. "Nona setengah jam lagi rapat akan di mulai."
Tok tok tok. Gerald segera membuka pintu ruanganku. Nampak seorang karyawati nampak terengah-engah. Aku menduga dia berlari agar segera tiba kemari.
"Ada apa? Kenapa terengah-engah begini? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Gerald pada wanita itu.
Wanita itu segera melewati Gerald dan menghampiriku. "Gawat bu, Pemimpin Perusahaan King James sekarang ada di ruang tamu. Dia baru tiba dan menunggu kedatangan Bu Sienna."
"Apa?" Tentu saja aku kaget setengah mati. Bagaimana mungkin orang paling terhormat dan kaya di dunia malah menungguku. Aku segera merapikan diri dan menuju ruang tamu.
Aku menuruni lift dan tiba di ruang tamu. Di sana duduk seorang pria yang cukup tua dan terlihat masih gagah. Dia sedang memejamkan matanya dan memegang sebuah tongkat.
"Maaf menunggu lama," ucapku. Kemudian aku duduk di depannya. Dia membuka mata dan mengalihkan pandangan pada bawahannya untuk segera keluar dari ruangan.
Dia tersenyum lalu berkata, "tidak apa. Aku kemari untuk mengunjungi kerabat." Aku cukup terkejut dengan pernyataan beliau. "Siapa kerabat bapak?" Pria tua itu pun menjawab, "Kakekmu adalah kerabatku."
What? Aku benar-benar tidak menyangka kalau kakek ternyata begitu dekat dengan Tuan Frederick hingga pria di depanku ini menyebut kakek dengan kerabat.
Wajahku sedikit murung saat membicarakan kakek dan itu mungkin terlihat cukup jelas oleh pria tua di depanku.
"Bapak pasti tau kalau kakek berada di rumah sakit dan masih dalam keadaan koma."
"Ya, aku sudah mengunjungi kakekmu tadi sebelum aku kemari. Jadi kedatanganku kali ini adalah untuk membantu perusahaan kalian menghadapi kebangkrutan. Berapa dana yang harus di keluarkan?"
Pria tua di depanku nampak serius dengan pertanyaannya. "Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih pada bapak karena ingin membantu kami. Tapi saya sudah mendapatkan dana yang di butuhkan untuk mengatasi masalah perusahaan.
"Pada awalnya kami memang terpaksa menjual semua aset milik kakek tapi syukurlah calon tunangan saya sedikit membantu dan semua masalah sudah beres."
Aku melihat raut wajah Tuan Frederick berubah tidak senang. Ada tatapan rumit di sana yang tidak aku mengerti. "Berapa dana yang di dapatkan dari menjual aset?"
Tuan Frederick bertanya dan membuatku terdiam sebentar, tapi karena Tuan Frederick adalah kerabat kakek mungkin tidak apa-apa aku mengatakannya.
"Saat itu kami menjual aset dan mendapatkan dana sekitar dua ribu triliyun." Tuan Frederick mengangguk. Dia mengeluarkan ponsel dan mengetik sesuatu di sana lalu beberapa saat kemudian dia memasukkan lagi ponsel ke saku celananya.
"Aku sudah mengirim tiga ribu triliyun ke rekeningmu. Gunakan itu dengan baik dan jangan menolak. Kau bisa mendapatkan aset kakekmu lagi dengan dana yang aku berikan.
"Aku sudah menganggap kakekmu seperti keluargaku sendiri.Kami cukup dekat tapi memang tidak banyak yang tau kedekatan kami demi menghindari beberapa masalah."
Aku sangat kaget. Bagaimana tidak? Tuan Frederik dengan mudahnya memindahkan tiga ribu triliyun ke rekeningku. Tunggu sebentar! Rekeningku? Bukan ke rekening perusahaan?
"Sienna, karena kau adalah cucu dari orang yang sudah ku anggap keluarga maka kau juga adalah salah satu kerabatku.
"Jadi, jika kau memiliki masalah kau bisa memberitahukannya padaku," ujar Tuan Frederick dengan tegas.
"Baik pak, jika saya memiliki masalah ke depannya saya pasti akan menghubungi bapak," jawabku.
"Baik, baik, anak yang baik. Kalau begitu aku akan langsung pulang dan tidak berbasa-basi lagi karena pekerjaanku juga menumpuk.
"Ehh Sienna kenapa kau menangis?" Tuan Frederick segera merogoh saku jasnya dan memberikan sapu tangan padaku.