Chereads / Good or Bad Ending / Chapter 14 - Berbelanja

Chapter 14 - Berbelanja

"Harry kemarilah dan pilih beberapa pakaian untuk kau dan Bodyguard yang hari ini datang bersama kita, ah tidak sebaiknya untuk menghindari rasa iri pilihkan juga untuk semuanya."

"Oya, ajak Bodyguard yang lainnya juga kemari." Aku berubah pikiran di tengah jalan, tidak baik juga memberikan hanya kepada mereka yang mendampingiku hari ini. Beberapa saat kemudian…

"Hai, Sienna apa yang sedang kau lakukan di sini?" Seorang wanita menepuk pundakku dan mengejutkanku. Fresia!!

"Kau sedang membeli pakaian baru?" ujar Fresia dengan nada ejekan.

Aku tidak berusaha menyamarkan wajah tidak suka ku. "Oh iya, bukannya perusahaanmu sebentar lagi aka bangkrut?" Lanjutnya lagi.

Fresia adalah keponakan dari istri pamanku Mark Bratt. Ya, istrinya memiliki adik yang mempunyai 2 orang anak. Salah satunya Fresia.

"Memang apa urusannya Perusahaanku yang bangkrut dengan aku belanja di sini?" Aku melihat-lihat  sebuah gaun warna merah yang sexy.

Entah setan apa yang merasuki Fresia, dia langsung merebut gaun itu dari tanganku dan berkata, "Mana pantas orang miskin membeli barang bagus seperti ini."

Fresia mengambil gaun itu dan langsung membayarnya di kasir. Nyut!! Rasa sakit di leherku terasa lagi. Ini tanda-tanda darah tinggi. Padahal baru beberapa jam lalu aku diingatkan oleh dokter untuk tidak emosi.

Aku menarik napasku dan menghembuskannya berulang-ulang. Memijit leherku sebentar, dan memperhatikan Fresia yang masih menungguku di depan kasir.

Aku menelepon Bodyguardku. Mereka juga sudah selesai berbelanja dan sudah menumpuk pakaian di kasir. Aku melihat mereka yang melambaikan tangan. Setumpuk pakaian di depan Kasir.

"Hah? Membeli pakaian sebanyak ini memangnya kau punya uang. Pakaian ini bahkan lebih mahal daripada gaunku tadi." Masih dengan nada mengejek.

"Nona, siapa wanita ini? Apa perlu kami buang dia ke jalanan karena menganggu nona?"

Fresia menoleh dengan kaget dan akan menampar salah satu Bodyguardku. Aku menahan tangannya dan mendorong dia hingga jatuh ke lantai. "Aku sedang tidak ingin main-main sekarang. Lebih baik tutup mulut kotormu itu atau aku akan menyuruh Bodyguardku untuk membuangmu ke jalanan."

Mata Fresia memancarkan sedikit rasa takut. Bagaimanapun dia tau kalau aku beberapa kali menjuarai Kompetisi Bela Diri Nasional. Dia segera berdiri dan pergi. "Tunggu saja aku akan melaporkan ini pada ayahku."

Dia terburu-buru keluar outlet hingga tidak sadar pintu kaca di depannya belum terbuka. Dia menabrak dan terjatuh. Fresia malu karena dia dilihat banyak orang. Dia segera melarikan diri secepat kilat.

"Nona totalnya 121 juta," ujar kasir yang telah menghitung semua pakaian yang kubeli. Aku mengeluarkan kartu debit untuk membayarnya.

Selesai belanja kami semua kelaparan dan memesan makanan di salah satu restoran jepang. Aku memilih makanan favoritku yaitu sushi.

Para Bodyguardku pun tidak malu untuk memesan. Kami semua makan dengan tenang. Aku juga membungkus banyak makanan untuk semua orang yang ada di Mansion.

"Aduh!" Keluhanku membuat Bodyguard panik. Terutama saat aku memegang perutku. "Tidak perlu khawatir, aku akan ke toilet dulu." Wajahku memerah menahan malu.

Setelah selesai membuang ampas. Aku keluar dari toilet wanita dan tanpa aku sadari aku menabrak seseorang.

Bruk! Kami jatuh bertabrakan. Aku meminta maaf karena telah menabraknya. "Maaf, aku tidak melihat-lihat jadi malah menabrakmu."

Pria itu mengemaskan beberapa barangnya yang berserakan dan tersenyum manis. "Tidak apa, aku juga salah karena menabrakmu."

Aku segera berdiri dan melangkahkan kaki bersama yang lain ke parkiran mobil. Saat aku akan memasuki mobil, seorang pria melambaikan tangannya dan memanggilku.

Pria itu berlari mendekat. "Eh, bukankah pria ini yang tadi aku tabrak," batinku. Pria itu sedikit terengah. Dia kemudian menunjukkan sebuah Ponsel.

Aku memeriksa di saku pakaianku memang ponselku tidak ada. "Terima kasih Tuan, karena telah mengembalikan handphoneku," ujarku sembari mengeluarkan beberapa ratus ribu dari dompet dan menyerahkannya pada pemuda itu.

"Tidak Nona, saya tidak menerima uang dan saya ikhlas melakukannya." Aku tersenyum melihat kebaikannya. Jarang sekali ada orang yang memberi bantuan tanpa pamrih seperti dirinya.

Pemuda itu sedikit gugup saat melihat di sekitarku ada Bodyguard yang juga mengelilinginya. "Tidak usah takut, mereka adalah Bodyguardku. Jadi untuk membalasmu, apa yang bisa aku lakukan?"

Sejenak pria itu terlihat ragu. Dia menggaruk kepalanya dan memegang leher. Ya tanda orang yang sedang gelisah. "Katakan saja apa yang bisa aku bantu untukmu?" Tanya ku sekali lagi.

"Saya sebenarnya baru saja di berhentikan dari tempat saya bekerja dan saya bingung harus cari kerja kemana lagi karena semua sudah di tolak.

"Saya ingin meminta bantuan Nona tapi saya sudah terlanjur bilang bahwa saya membantu tanpa pamrih, jadi saya malu untuk mengatakannya."

Ya Tuhan, Pria ini polos sekali. Wajahnya juga terlihat malu. Dia pasti sangat gelisah karena lamaran kerjanya di semua tempat telah di tolak.

Setidaknya dia adalah pria yang jujur. Bisa di lihat, jika dia jahat tentu dia akan mengambil ponselku dan menjualnya. Orang jujur seperti dia harus bekerja sebagai bawahanku dan mungkin bisa menjadi orang kepercayaanku suatu saat nanti.

"Ini kartu namaku,"-aku menyerahkan sebuah kartu nama agar dia bisa menghubungiku nanti-"Bawalah CVmu ke PT Cahaya Gemilang dan cari aku! Jika sudah tiba di kantor kau juga bisa menelepon nomor yang tertera di kartu.

"Ini… Terima kasih Nona saya akan segera membuat CV dan membawanya ke Perusahaan Nona." Dia meraih tanganku dan hampir menciumnya tapi segera aku tarik. Aku pun masuk ke dalam mobil tanpa menoleh ke belakang lagi.

Di dalam mobil pun mereka semua setuju denganku. Pria yang baik dan jujur seperti dia pantas untuk jadi bawahanku.

Tiba di Mansion aku segera memberikan Pakaian pada semua Bodyguard, Bik Inah bahkan Kepala Pelayan. "Bik Inah bagaimana kondisimu sekarang?" Tanyaku pada Bik Inah yang sudah mulai bisa berjalan.

"Alhamdulillah Non, Bik Inah sudah lebih baik sekarang. Cuma Bik Inah khawatir 1 hal," ujarnya sambil melipat pakaian yang baru saja ku beri.

"Khawatir apa Bik?"

"Saya kan sudah tidak dibutuhkan lagi. Ibu sudah gak ada, Aden sudah pergi. Lalu Bibik bagaimana? Apa Bibik akan di pecat?" Suara Bik Inah terdengar khawatir.

"Bik Inah sudah seperti keluargaku, kenapa aku harus memecat Bibik? Lagipula Bibik sebatangkara. Bibik mau pulang kemana? Kan masih ada Sienna yang harus bibi rawat." Aku memegang kedua tangan Bik Inah untuk meyakinkannya.

"Terima kasih loh, Non." Mata Bik Inah berkaca-kaca.

"Non, kita kekurangan pelayan sekarang. Apa kita harus merekrut pelayan baru? Dengan keuangan kita sekarang…." Kepala pelayan tidak melanjutkan perkataannya.

"Rekrut saja Mr.Robert. Sekarang kita sudah punya uang. Aku sudah mendapat uang untuk membuat perusahaan tidak bangkrut."

Bik Inah dan Kepala Pelayan senang mendengarnya. Mereka segera merekrut beberapa pelayan untuk mengisi Mansion.