Aku menghempaskan ponsel karena marah. "Dari semua laki-laki kenapa aku harus berhubungan dengan Dave Mckill? Steve! Bagaimana menurutmu tentang kontrak pernikahan ?" Aku menoleh pada Steve yang sedang memeriksa beberapa laporan.
"Nona harus membaca setiap poin kontrak dengan teliti dan menjauhlah dari Dave sejauh mungkin, jika Nona bertemu dengannya bawalah seseorang. Jangan biarkan Nona sendirian dengannya. Dia berbahaya!" Peringatan dari Steve cukup membuatku sedikit takut.
Aku meletakkan kepalaku di atas meja, "kenapa masalah datang bertubi-tubi begini sejak kembali dari Massachussets?" Aku berkeluh kesah. Aku pandangi Steve yang juga menatapku iba.
"Ini semua karena Paman Mario, seharusnya aku menendang burungnya juga bukan hanya bokongnya saja." Steve yang tengah minum hampir menyemburkan air yang di teguknya. Dia pun batuk-batuk dengan cukup keras.
Aku tertawa. "Hehehe Maafkan aku Steve, ucapanku membuatmu tersedak."-Steve menyeka mulutnya dengan sapu tangan-"Ngomong ngomong di mana Paman Mario? Aku tidak pernah melihat batang hidungnya sejak kejadian kemarin?"
"Yah, jangankan Nona, Saya saja hampir tidak melihatnya. Terakhir kali saya melihatnya dari kejauhan dia langsung kabur."
"Hahaha apa mungkin dia takut bokongnya ku tendang lagi?" Aku tertawa terbahak-bahak. Pamannya itu bodoh dan sering membuat masalah tapi paman orang yang lucu.
Dia pasti berpikir untuk membantuku dan perusahaan agar tidak bangkrut. Ehh sebentar, jangan-jangan Paman takut hartanya juga ikut di sita jika perusahaan bangkrut.
Kemarahan memenuhi kepalaku lagi. "Paman mata duitan dia benar-benar tidak mau rugi dan kehilangan hartanya," batinku.
Drtt!!
Drtt!!
Drtt!!
Panggilan WA dari Jonathan. Aku pun mengangkatnya. "Kakak, bagaimana kabarmu?" Jonathan terlihat lebih ceria sekarang, sepertinya dia sudah kembali seperti sedia kala. "Aku baik-baik saja. Bagaimana lenganmu, apa terasa sakit?" tanyaku agak khawatir.
Ya kurasa meski sudah dua bulan, patah di lengan tidak akan sembuh sepenuhnya. "Masih sedikit sakit tapi sudah baikan, untungnya teman kakak membantuku dan menemaniku ke dokter."
"Baguslah kalau begitu, tapi kak aku melihat di media bahwa kakak akan bertunangan dengan Dave Mckill. Apa itu benar?" tanya Jonathan penuh selidik.
Ah, jadi gara-gara ini dia langsung meneleponku. Padahal sehari-hari hanya mengirim pesan singkat lewat WA.
"Hahh," aku menghembuskan napas dan melanjutkan, "ceritanya panjang, nanti akan kakak ceritakan."
"Tapi bukankah bagus kalau kakak bisa menjadi istri Dave. Dave yang saat di rumah sakit itu kan kak?" Tanya Jonathan penuh semangat.
"Iya Dave yang itu," jawabku pasrah. "Wah itu bagus, aku akan dapat tambahan kakak lagi, senangnya." Suara dan mimik wajah yang ceria. Dia benar-benar mendambakan seorang kakak laki-laki.
Yah, itu karena Kami tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Jonathan yang begitu rapuh dan bertemu Dave. Dia mungkin merasa Dave seperti sosok Ayah atau Kakak laki-laki di hatinya.
"Kalau begitu berarti kaka sudah punya Nomor Wa nya. Sekarang mana nomor WAnya?" Pinta Jonathan terang-terangan.
"Kakak tidak punya no pribadinya, kakak hanya punya nomor kantor. Nanti kalau ada kakak kasih ya," ucapku yang membohonginya.
"Benar ya, awas kalau kakak berbohong. Baiklah aku akan lanjut belajar lagi ah ya kak lihatlah di sini sudah mulai turun salju. Dingin sekali di luar." Jonathan mengarahkan kameranya ke arah jendela. Aku melihat bulir-bulir salju mulai turun.
Jonathan memutar kameranya lagi jadi penuh wajahnya. "Kak kalau begitu udah ya sampai jumpa." Dia mengakhiri teleponnya setelah melambaikan tangan padaku. Manis sekali adikku ini.
Aku kemudian menyalakan TV untuk melihat berita Dunia.
"Selamat pagi para pemirsa, kali ini kita sangat beruntung karena bisa berbincang dengan seorang pria yang luar biasa. Dia adalah Tuan Frederick King James."
"Tuan Frederick adalah pemilik Perusahaan King James Company. Tuan Frederick, bagaimana rasanya menjadi orang no 1 dan paling kayak di Dunia?" pembawa berita bertanya pada pria di depannya.
Pria itu mungkin berusia hampir 50 an tapi ketampanannya bahkan melebihi Dave Mckill. Di usia tua saja sudah setampan ini, bagaimana penampilannya saat muda?
Aku terpesona pada Tuan Frederick terutama wibawanya. Dia memiliki kharisma yang membuat orang tidak ingin mengalihkan pandangan.
"Aku tidak merasakan apapun, aku merasa pencapaianku ini sudah seharusnya aku dapatkan karena kerja keras yang aku lalui," ujar Frederick. Dia menautkan kedua jemarinya.
"Tapi aku bersyukur dengan semua yang aku peroleh. Ini semua berkat Tuhan yang memberiku kesempatan dan kekuatan dalam memikul tanggung jawab yang besar di Perusahaan."
"Ratusan juta Karyawan yang berada di bawah naunganku mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya serta membantu pemerintah mengurangi pengangguran sudah menjadi kebanggaanku."
"Luar biasa, lalu siapakah yang akan menjadi pewaris dari Perusahaan besar ini atau boleh di bilang Kerajaan Raksasa King James?"
"Aku sudah memiliki pewaris, dia anakku yang belum bisa aku tampilkan secara publik."
"Oh, itu berarti Tuan Frederick sendiri sudah memiliki istri?"
"Tentu saja. Istriku juga sangat cantik dan melahirkan anak-anak yang luar biasa." Kata-kata Frederick membuatku mengingat ayahnya. Betapa beruntungnya anak-anak yang memiliki Frederick sebagai ayahnya.
Saat Frederick menceritakan keluarganya, wajahnya berubah menjadi lembut dan bahagia, membuatku merasa iri. Aku segera mematikan TV dan berkutat lagi dengan berkas-berkas di mejaku.
Tiba-tiba aku mengingat ayah yang kubenci. Yah, aku sangat membencinya. Bisa-bisanya dia meninggalkan ibuku saat ibu mengandung Jonathan. Aku melupakan wajahnya. Aku berusaha mengingat tapi yang kulihat hanya bayangan samar.
Aku membuka berita lain di ponsel dan melihat deretan 20 Keluarga terkaya. Dan keluarga Bratt merosot tidak ada di dalam daftar. Padahal seharusnya Keluarga Bratt berada di posisi ke 4.
Tapi mau bagaimana lagi. Semua karena aku menjual semua aset kakek untuk membayar hutang.
Drttt!!
Drttt!!
Drttt!!
Si bajingan meneleponku, siapa lagi kalau bukan Dave? Aku mengangkat teleponnya. Dan ternyata yang bicara adalah Mr.Felix. Dia mengajak kami bertemu di sebuah Restoran Mewah di seberang jalan tidak jauh dari kantorku.
Dia juga memintaku untuk menyiapkan pengacara dan membawanya nanti.
Aku pun mengiyakan semua kata-kata Mr.Felix.
Kring!
Kring!
Kring!
Telepon kantor berbunyi dan aku mengangkatnya. "Halo," aku mendengar suara Direktur utama di sana, "Ya, bagaimana pak Jacky, ada masalah dengan laporan keuangannya?"
"Benar dugaan Ibu, sepertinya ada penyelewengan dana proyek besar-besaran. Contohnya paku beton pada data di sini di naikkan 100 kali lipat dari harga yang ada di pasaran." Laporan dari Pak Jacky selanjutnya membuat aku semakin marah.
"Siapa orang yang berani-berani mencuri uang perusahaan?" aku bertanya dengan kesal. Bila bertemu mereka, akan kupatahkan tulang mereka satu demi satu.
"Jika menelisik dari laporan, tentu bagian keuangan punya andil besar dalam kerugian bu, tapi kita harus menyelidiki kembali karena bisa saja departemen lain ikut terlibat," Lapor pak Jacky dengan tangkas.
"Baik, selidiki lagi dan beritahu padaku nama-nama orang yang melakukan penyelewengan dana!"
"Baik bu," aku pun mengakhiri panggilan telepon.