Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 21 - Chapter 21

Chapter 21 - Chapter 21

"Aku kehilangan jejaknya!" ucap kesal Lea karena tidak berhasil mengejar pelaku penusukan Brenda. Ya, dirinyalah yang memergoki kejadian itu setelah mendengar suara gaduh dari dalam kamar wanita itu.

Bagaimana ia bisa berada di hotel ini? Karena semua pelayan memang turut andil dalam acara resepsi bagian dapur. Kalau saja Simon tadi tidak memaksanya untuk melihat keadaan Brenda, mungkin ia tidak akan bisa menolong wanita itu.

Tring..tring..

Ponselnya berdering dan tertera nama Simon disana. Saat aksi pemergokan tadi, memang teleponnya masih tersambung dengan Simon. Pria itu pasti mendengar jelas kegaduhan tadi.

"Halo?"

"Lea, apa yang sudah terjadi? Brenda baik-baik sajakan?" tanyanya terdengar begitu khawatir.

Dugaannya benarkan? Simon tahu kegaduhan tadi, dan ia tidak siap mengatakan keadaan yang menimpa Brenda barusan. Pria itu pasti akan menyalahkannya karena sudah gagal menjaga wanita itu, dimana alasannya datang kemari adalah untuk menjaganya.

"Simon, Brenda--" Lea menjeda ucapannya, namun ia menghela nafas setelahnya untuk melanjutkan ucapannya. Meski rasanya berat, Lea harus memberitahu kejadian barusan.

"Ada yang menyerang Brenda, Simon."

"Apa?! Lea! Jangan bercanda, ini tidak lucu!" ucap Simon tidak percaya dari sebrang sana. Kepala Lea menggeleng seakan-akan menanggapi ketidakpercayaan Simon.

"Kau mendengarnya sendirikan, Simon? Barusan--"

"Lea! Apa yang sudah kau lakukan? Mengapa kau tidak becus menjaga Brendaku?!" bentak Simon marah. Lea pun dibuat terdiam, hatinya merasa sakit karena bentakan Simon. Bahkan penolakan pria itu akan perasaannya padanya selama ini rasanya tidak seberapa dengan bentakannya barusan.

"Simon, aku minta maaf--"

"Lea! Aku tidak akan menerima permintaan maafmu, jika terjadi apa-apa dengan Brenda! Aku akan mengatur jadwal untuk pergi ke Sisilia sekarang! Dan Lea, aku sangat kecewa padamu!" ucapnya mengutarakan kekecewaannya dan kemudian menutup telepon.

Tut! Tut! Tut!

Sambungan telepon itu diputus secara sepihak oleh Simon, dan imbasnya langsung membuat kedua kaki Lea terasa lemas. Wanita itu pun jatuh luruh begitu saja d iatas lantai marmer hotel yang terasa sangat dingin. Selama ini, ia rela merendahkan dirinya untuk Simon, tapi pria itu sama sekali tidak pernah menghargai usahanya. Bahkan ketika Simon menyuruhnya untuk menjaga Brenda selama melakukan misinya, Lea rela menekan rasa cemburu dan sakit hatinya demi pria itu. Tapi setelah apa yang dikatan Simon barusan, justru semakin membekaskan luka di dalam dadanya.

"Mengapa pelaku itu tidak bisa kutemukan? Aku akan menangkapmu, lihat saja!" alih-alih meluapkan emosinya karena kekecewaannya pada Simon, Lea lebih memilih meluapkan emosinya pada pelaku penusukan Brenda. Ia tidak mau terlihat lemah karena Simon, dirinya sendiri tidak menerimanya sekarang.

Sementara itu, tanpa disadarinya, sejak tadi ada seseorang yang berdiri tak jauh darinya memerhatikannya sejak tadi. Dia terlihat melangkah mendekati Lea dan kini berdiri menjulang d isamping wanita itu.

"Cih! Kau menangis karena tidak bisa menangkap pelaku itu atau karena dicampakkan orang yang kau cintai?" sindirnya.

Lea mengangkat wajahnya setelah mendengar intrupsi orang itu, manik mata hijaunya langsung disambut dengan pemilik mata biru safir yang belakangan ini menjadi obsesinya memelatukkan pistolnya ke arah kepalanya.

"Apa maksudmu, Demian? Tentu saja karena aku tidak berhasil menemukannya! Ini benar-benar mengesalkan! Jika ketemu, aku akan memukulnya sampai babak belur!"

"Memangnya kau sampai hati memukulnya?" goda Demian. Lea menghentikan tangisannya dan menatap Demian kesal.

"Sepertinya sekarang waktunya yang tepat untuk menembak kepalamu!"

Demian tergelak lalu ekspresinya berubah serius. "Simpan tenagamu, nona. Setelah ini kau memerlukan banyak tenaga untuk menemukan pelaku penusukan itu."

"Apa maksudmu?"

Seperti biasanya, Demian berlalu pergi begitu saja darinya. Jika biasanya pria itu berlalu pergi dengan meninggalkan rasa kesal, maka kali ini dia pergi dengan meninggalkan rasa penasaran. Sontak mata Lea membulat sempurna.

"Jangan bilang, Demian tahu siapa pelakunya! Dia berusaha meninggalkan petunjuk?!" pekik Lea histeris. Ya, Lea tahu persis kode-kode semacam ini, tapi mengapa Demian mau membantunya? Bukankah pria itu sudah tahu identitas Brenda yang sebenarnya? Dan masalahnya dengan Simon pun terlupakan karena Demian-- ralat, petunjuk Demian.

Kira-kira, siapa pelakunya?

******

"Bagaimana keadaan menantuku?" tanya Sean pada dokter yang menangani Brenda.

"Tenanglah, Tuan. Untungnya anda membawanya tepat waktu karena Nona Lily berhasil diselamatkan. Keadaannya sudah mulai stabil, tidak perlu terlalu cemas, Nona Lily akan segera siuman. Namun--" Dokter itu memberi jeda.

"Ada apa dok?" tanya Sean skeptis.

"Karena penusukan itu menembus dinding luar rahimnya, kemungkinan kecil Nona Lily akan hamil hanyalah sepuluh persen saja.."

Sean terkejut, ia mundur perlahan dan Robert langsung berdiri disamping ayahnya. "Papa? Kau tidak apa-apa?"

"Me--menantuku.." lirihnya sedih.

"Pa? Ada apa dengan Lily?" Tiba-tiba Matteo datang bergabung. Dan hal itu langsung membuat Sean menoleh ke arah putra angkatnya itu dengan pandangan yang sulit terbaca.

"Hei, kau kemana saja? Istrimu hampir saja terbunuh, jika saja kita tidak tepat waktu membawanya ke rumah sakit." ucap Robert memberitahu Matteo.

Dan Matteo terlihat linglung, pria itu berjalan mendekati ruangan dimana Brenda dirawat namun segera ditahan oleh dokter tadi. "Maaf, tanpa mengurangi rasa hormat saya. Untuk saat ini Nona Lily tidak bisa diganggu, Tuan."

"KENAPA? AKU SUAMINYA!" bentak Matteo terlihat tidak terima.

"Saya minta maaf, Tuan. Ini sudah menjadi prosedur dari rumah sakit, anda bisa menemui Nona Lily setelah siuman."

Kepala Matteo menggeleng-menggeleng masih merasa tidak terima dengan ucapan dokter itu. Padahal ia hanya ingin melihat Brenda dan memastikan keadaannya.

"Tapi aku suaminya! Aku harus melihatnya!" kekeuhnya.

"Matteo, kendalikan dirimu!" pinta Robert yang menahannya akan masuk ke dalam ruangan dimana Brenda dirawat saat ini.

"Aku ingin menemui istriku, Robert. Aku.. aku ingin menemuinya!" ucap Jungkook Matteo sambil menangis.

Robert terkejut, setelah sekian lama, untuk kedua kalinya Robert melihat Matteo menangis karena wanita. Bisa ia simpulkan jika Brenda memang sangat berarti di hidupnya setelah wanita itu.

"Aku tahu, tapi kau tidak bisa melanggar prosedur yang sudah dibuat rumah sakit ini. Setidaknya hal ini juga demi kebaikan Lily. Kumohon mengertilah, Matteo!" ucapnya menasehati adiknya itu.

Setelah berhasil menenangkan Matteo, dan menuntunnya duduk di salah satu kursi yang tersedia di ruang tunggu khusus penjaga pasien, Robert mengalihkan pandangannya ke arah dimana Sean berada. Namun dahinya mengernyit ketika sudah tidak mendapati ayahnya disana.

Kemana perginya, papa? Batinnya bertanya-tanya.

Sementara itu, di tempat lai,n terlihat seseorang begitu gugup dan terguncang. Kedua tangannya tidak berhenti bergetar.

"Ritta? Ada apa?" tanya Yesi yang kebetulan lewat.

Ritta terlihat terkejut karena keberadaan Yesi. Kepalanya menggeleng dan ia berusaha menyembunyikan kedua tangannya yang masih bergetar sendiri di belakang tubuhnya.

"Ti-tidak. Aku pergi.."

Sepeninggal Ritta, Yesi mengernyit bingung karena sikap wanita itu. Entah mengapa ia merasa seperti ada yang berusaha Ritta sembunyikan darinya.