Hari penting itu tiba, semua penghuni di rumah bos mafia itu sudah sibuk berbenah dari pagi menyiapkan keperluan acara yang akan di adakan di halaman rumah. Ya, acara pemberkatan Brenda dan Matteo akan dilaksanakan di sana, sementara untuk acara resepsi dilanjutkan di sebuah hotel ternama di Sisilia pada malam hari nanti.
Sementara itu, di dalam kamar itu para perias sudah sibuk mempoles wajah Brenda. Hingga kini, ia sama sekali tidak menyangka jika pernikahannya dengan Matteo akan berlangsung hari ini. Hari berlalu begitu cepat.
"Hari ini kau akan resmi menyandang Nyonya Rimora. Aku turut senang, Brenda." ucap seseorang tiba-tiba muncul.
Brenda memandang orang itu melewati kaca rias di depannya. "Terima kasih, Lea. Tapi, bisakah kau menjaga sikapmu mulai sekarang? Sebentar lagi aku akan resmi menjadi istri Tuanmu. Jadi jangan asal menyebut namaku." ucapnya memperingatkan.
Lea berdecih, seperti biasa, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan segala ancaman yang ada, dan malah melipat tangannya di depan dada seolah sedang menantang. "Baiklah, Nyonya Rimora. Tolong maafkan kelancangan saya barusan." jawabnya terdengar meledek.
Lea sepertinya nampak begitu puas, karena tindakannya barusan mampu mengusik Brenda, dan bahkan membuatnya kesal. Itulah niatannya masuk ke dalam kamar ini tadi, ia hanya ingin menggoda wanita itu. Tugasnya sudah selesai, ia memutuskan keluar dari kamar itu, namun ternyata seseorang sudah menyambutnya. Lea tidak terkejut sama sekali dengan keberadaan pria itu dan justru malah memandangnya berani.
"Apakah anda ingin memastikan keadaan Nona Lily? Dia dalam keadaan baik-baik saja." ucapnya memberitahu pria itu.
Sementara itu Demian nampak menarik sebelah alisnya, "Syukurlah." jawabnya terdengar memaksakan dan sama seperti waktu terakhir mereka bertemu, Demian berlalu pergi begitu saja.
Dan ini kali keduanya Lea diberi kesempatan untuk bisa melihat kepala Demian dari belakang. Entah ini disebut kode atau apa? Sepertinya Tuhan sudah memperingatkannya jika pada akhirnya pria itu akan mati ditangannya.
"Aku akan menembaknya dari belakang sampai menembus otaknya. Piuu!" ucapnya sambil memeragakan posisi sedang menembak seperti kemarin. "Ah, aku tidak sabar menembaki orang jahat itu."
Sepertinya Lea sudah terobsesi pada kepala pria itu. Buktinya ia selalu tergoda mau menembak kepalanya. Wanita yang aneh, tapi ia hanya mengikuti insting saja.
"Menembak?" sambung seseorang.
Lea menoleh dan mendapati dua orang pria berbeda generasi itu sudah berdiri menjulang di sampingnya. Lea terhenyak kaget, sejak kapan dua orang ini berdiri disana? Batinnya heran.
"Tu-tuan Sean?" baru kali ini Lea merasa begitu gugup. Sepertinya wanti-wanti Brenda beberapa hari yang lalu ada benarnya, mulai sekarang ia harus mulai menjaga mulut dan sikapnya agar tidak terlihat mencurigakan.
"Lily ada di dalam, apakah Tuan akan menemuinya?" ucap Lea berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Benar, aku mau melihat calon menantuku. Robert, ayo!"
Sean dan Robert masuk ke dalam kamar dimana Brenda dirias, sementara itu Lea menghembuskan nafas lega karena Sean tidak bertanya lebih banyak. Atau, pria itu sudah tahu maksudnya? Lea bergidik ngeri, tempat ini sangat menakutkan, tapi itu tidak akan menakutinya.
*********
"Saudara Matteo Rimora, bersediakah anda untuk menjalani kehidupan bersama saudari Lily Anderson dalam keadaan duka ataupun bahagia sampai maut memisahkan?" ucap pendeta itu memulai acara pengikraran ikatan suci.
"Saya bersedia!" jawab Matteo mantap.
"Saudari Lily Anderson, bersediakah anda untuk menjalani kehidupan bersama saudara Matteo Rimora dalam keadaan duka ataupun bahagia sampai maut memisahkan?" Kini ganti pendeta itu mengajukan janji suci kepada Brenda.
Sementara itu, Brenda yang terlihat sangat cantik dalam balutan gaun pengantin itu nampak berdiri gugup. Namun kemudian ia meyakinkan diri jika ini hanyalah bagian daripada misinya. Tapi sekali lagi, mau seberapa kali ia berusaha. Brenda merasa ini adalah sebuah kesalahan.
"Saya bersedia."
Dansetelah kedua mempelai sama-sama sudah mengikrarkan janji suci, jadi mereka sudah resmi menjadi sepasang suami istri dan terikat di mata agama dan negara. Kini Brenda dan Matteo saling berhadap-hadapan setelah mereka menyematkan cincin perkawinan di jari manis masing-masing secara bergantian. Matteo lebih dulu menyematkan cincin di jari manis Brenda, dan sebaliknya wanita itu juga menyematkan cincin satunya ke jari manis milik Matteo.
Sekarang waktunya mempelai untuk ke sesi selnjutnya dimana begitu ditunggu oleh tamu undangan yang datang, Matteo mulai membuka tudung kepala Brenda. Pria itu tersenyum ke arah Brenda, dan kemudian mulai mendekatkan wajahnya. Brenda yang melihat itu merasa dadanya berdegup dengan kencang. Ia merasa perutnya dihinggapi ribuan kupu-kupu yang begitu banyak. Wajah Matteo semakin dekat, dekat, dan dekat. Pria itu mulai mengecup mesra dahi Brenda, lalu turun ke hidung mancung wanita itu, dan terakhir mendarat ke bibirnya.
Matteo sedikit memiringkan kepalanya untuk mempermudah akses bibir mereka. Bibir Brenda dan Matteo sekarang saling beradu, pria itu mulai mengulum bibir tipis Brenda, dan mencecap setiap bagian dari permukaannya. Brenda pun tidak kuasa untuk membalasnya, Matteo sedikit terkejut akan balasan wanita itu barusan. Ia pun mengimbangi lagi balasan demi balasan kecupan bibir Brenda dengan lihai. Akhirnya, tautan bibir itupun terlepas. Matteo maupun Brenda nampak sama terengah-engahnya, kemudian mereka menatap manik mata masing-masing sambil tersenyum setelahnya. Matteo mengelap bibir bengkak Brenda, dan kemudian mengecupnya pelan sebagai penutup. Semua orang bersorak karena hal itu.
Mereka berdua kembali berpelukan. Riuh tamu undangan semakin terdengar karena pemandangan yang begitu romantis itu. Brenda menitikkan air matanya tanpa sadar, sekarang ia merasa situasinya berjalan begitu rumit. Ia tidak mengerti dengan situasi yang ia hadapi saat ini. Ia sama sekali tidak menyangka jika aksi penyamarannya akan berjalan sejauh ini. Wanita itu merasa seperti sedang dipermainkan oleh keadaan.
Sementara itu, Matteo yang merasa pelukan Brenda makin begitu erat mengernyit bingung. "Ada apa?"
Brenda menggeleng, "Aku hanya ingin memastikan jika ini bukan mimpi."
Matteo tertawa kecil. "Ini nyata, sayang." bisiknya.
Sementara itu, di antara banyaknya tamu yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada seseorang yang tidak berhenti memutuskan pandangannya dari atas altar sejak tadi. Pandangannya terus menatap ke arah dimana Brenda dan Matteo yang masih sibuk berpelukan mesra. Dadanya terasa bergemuruh dan panas seakan tidak rela menyaksikan adegan itu.
*********
"Ah, segarnya.."
Brenda keluar dari dalam kamar mandi setelah selesai membersihkan diri dan merilekskan otot-otot kakunya karena beraktivitas seharian dengan berendam di jacuzzi yang disediakan hotel ini selama hampir setengah jam. Acara resepsi mungkin masih berlangsung, tapi ia memilih undur diri karena sangat lelah, dan Matteo juga yang menyuruhnya. Kini ia sudah ada di kamar sendirian, karena Matteo masih harus menemui tamu-tamunya.
Ia duduk pada pinggiran ranjang sambil memandang pintu kamar yang tertutup rapat, kapan kira-kira Matteo akan kembali? Pertanyaan itu mengganggunya. Sekarang ia benar-benar sudah menikmati perannya tanpa malu-malu dan tidak memikirkan maksud kedatangannya kemari. Itu bisa ia pikirkan nanti, sekarang ia hanya ingin menikmati waktu-waktu yang menyenangkan bersama Matteo, seseorang yang berhasil mencuri hatinya.
Malam ini adalah malam pertama mereka setelah resmi menjadi suami dan istri, tanpa sadar pipi Brenda sudah memerah seperti kepiting rebus. Malam pertama ya? Apakah ia dan Matteo pada akhirnya akan melakukan itu? Brenda menutup wajahnya, dadanya kembali berdegup kencang, ia tidak berani membayangkannya, ia malu. Tapi kini Brenda kembali menegakkan tubuhnya, ia sudah memutuskan, ia rela memberikan kehormatannya kepada pria itu. Karena Brenda yakin, ia sudah menjatuhkan pilihannya ke orang yang tepat.
Tapi mengapa dia lama sekali, padahal malam sudah semakin larut. Ranjang king size yang didudukinya saat ini juga terdengar seperti sedang memanggil-manggilnya, agar segera untuk ditiduri. Brenda menghela nafas, belum apa-apa saja ia sudah rindu dengan pria itu.
"Apa aku menyusulnya saja ya?"
Brenda berniat akan menyusul Matteo, ia tidak peduli orang mau bilang apa yang penting ia bisa menemui suaminya itu, namun belum beberapa langkah ia menuju pintu, tiba-tiba lampu di kamar itu mati. Ia terhenyak, mati lampu eh? Ternyata Sisilia bisa mati lampu juga. Dan tak berapa lama dalam kegelapan itu pintu kamar terbuka dan ditutup cepat, terlihat siluet sesosok pria disana.
"Matteo?" panggilnya memastikan.
Dia tidak memberikan jawaban, namun kakinya melangkah mendekat ke arah dimana Brenda berdiri. Dalam kegelapan yang menjalar itu, rasa waspada Brenda makin meningkat, ia anggota FBI dan kepekaannya jangan ditanya. Instingnya mengatakan jika ada hal yang tidak beres sekarang, lantas ia mulai memasang kuda-kuda jika dia memang bukan Matteo.
"Mateo-- aghh!"
Brenda kalah cepat, tanpa ia duga tiba-tiba pria itu menjunuskan sesuatu di perutnya. Reflek ia memegang perutnya dan langsung mencabut sebilah pisau yang dijunuskan orang itu. Meskipun dalam keadaan gelap, Brenda bisa merasakan darah terus mengalir melewati celah junusan pisau tadi. Wanita itu jatuh terduduk ke atas ranjang karena tenaganya mulai melemah.
Dan blap!
Lampu menyala kembali dan sesosok pria yang ia curigai bukan Matteo tadi masih disana. Dan benar saja, dia memang bukan pria itu. Dia berpakaian selayaknya seorang ninja, jadi ia tidak bisa mengenali wajahnya. Ketika pria itu akan melancarkan aksinya kembali untuk menjunuskan pisau lainnya ke arahnya, tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar teriakan melengking dari seseorang.
"BRENDA?! BERANINYA KAUU!"
Brenda tidak tahu siapa yang datang, karena setelahnya kedua matanya mulai menutup dan gelap. Wanita itu pingsan.