Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 16 - Chapter 16

Chapter 16 - Chapter 16

"Apa?! Mengawasiku?!" pekik Brendai kaget setelah mendengar alasan Lea datang ke Sisilia. Ya, dia adalah rekan kerjanya di FBI. Tapi hubungannya dengan wanita ini tidak sedekat dirinya dengan Simon.

"Mengapa harus diawasi? Aku bisa menyelesaikan misi ini sendirian!"

Lea tersenyum sinis. "Dan memberikan keleluasaan padamu untuk bisa melepaskan putra Rimora itu?"

Brakk!

"Tarik kata-katamu barusan, Lea!" jawab Brenda tidak terima dengan perkataan Lea yang menuduhnya sembarangan.

Lea menarik sebelas alisnya lalu melipat tangannya di depan dada dengan senyum remeh sengaja ditujukan ke arah Brenda.

"Brenda, jangan marah-marah," Lea mendekatkan wajahnya ke arah Brenda yang duduk di sebrangnya. "Jika Tuan Liam tahu kau akan menikah dengan Matteo Rimora, maka riwayatmu akan tamat."

Brenda berdecih dan menunjukkan senyum tersinis yang paling sinis di bibir tipisnya kepada Lea. Ia sengaja menunjukkannya pada wanita itu. Meski mereka sama-sama agen di FBI, bisa dibilang mereka bersaing untuk menjadi yang terbaik.

"Lea, aku tahu kau lebih senior dariku, tapi kinerjaku lebih baik darimu. Dan ah, sampai kapan kau akan iri terus-terusan padaku? Apakah kau tidak lelah? Kau selalu menunjukkan keirianmu padaku secara terang-terangan dari dulu. Dan tentang pernikahanku dengan Matteo Rimora, itu hanya bagian dari rencanaku untuk merealisasikan misiku! Seharusnya kau tahu saat seorang agen sedang bertugas, dia rela mengorbankan apapun untuk memuluskan misinya agar penjahat bisa ditangkap dengan mudah." tekan Brend disetiap katanya.

Dari dulu ia dan Lea memang tidak pernah akur. Pada awalnya ia bersikap biasa saja pada wanita ini, tapi entah mengapa dia selalu menunjukkan ketidaksukaannya padanya secara terang-terangan. Apalagi saat ia sedang dengan Simon, ketidaksukaan wanita itu kepadanya seakan bertambah dua kali lipat. Lea suka melakukan hal-hal yang membuatnya kesal karena mulut pedasnya yang kadang tidak suka direm. Ya, karena wanita itu menyukai Simon jadi kadang sikapnya berubah menjengkelkan.

Sementara itu Lea mengeratkan genggaman tangannya kuat sampai kuku jarinya memutih. Jika ia datang tidak disuruh oleh Simon untuk memastikan keadaan wanita ini sekaligus membantunya jika ada masalah, ia tidak akan sudi datang jauh-jauh dari Washington menuju desa terpencil ini untuk bisa bertemu dengannya. Padahal selama dia melakukan misinya, ia memiliki kesempatan untuk bisa dekat-dekat dengan Simon, tapi sekarang semua hanya di atas angin.

Lea mengibas-ngibaskan tangannya ke udara tidak memperdulikan ucapan Brenda barusan.

"Terserah kau saja. Pokoknya aku disini akan mengawasimu sekaligus membantumu jika kau dalam kesulitan."

Brenda terdiam. "Apakah Simon yang menyuruhmu?" tanyanya menebak.

"Ya." jawab Lea singkat.

"Ah, begitu rupanya. Pantas saja."

Lea menatap Brenda dengan tatapan serius. "Dengar ya, sebenarnya aku tidak sudi kesini untuk melakukan semua ini, tapi mengingat kau adalah rekan kerjaku dan Simon yang menyuruhku, aku tidak punya pilihan. Sebenci-bencinya aku padamu, aku juga lebih mengutamakan pekerjaan diatas apapun." jelas Lea menekankan alasannya datang kemari.

"Mengutamakan pekerjaan diatas apapun ya? Lalu barusan siapa yang sudah mengancamku?"

"Aku tidak mengancammu, tapi mengujimu!" koreksinya tidak terima.

Brenda berdecak. Mau bagaimana pun juga ia memang membenarkan alasan wanita itu jika dia memang profesional dalam pekerjaan.

"Baiklah, kau bilang mau membantuku jika aku dalam kesulitan kan?" tanya Brenda memastikan dan mendapat anggukan mantap dari Lea. Brenda pun tersenyum miring.

"Mengapa kau memasang ekspresi seperti itu ke arahku?" kata Lea curiga.

Brenda menggeleng. "Meskipun di Washington kita bukan teman yang akrab, tapi berhubung sekarang kita sama-sama sedang menjalankan tugas, berarti kita sudah berteman."

"Berteman?"

*******************

"Tuan Matteo, saya senang sekali anda menghubungi saya lagi." ucap wanita bergaun minim itu sambil menempelkan tubuhnya pada lengan milik pria itu.

Sementara itu Matteo terlihat tidak memperdulikan keberadaan wanita seksi itu dan lebih memilih menenggak habis minumannya.

Wanita itu walaupun sudah diabaikan oleh Matteo, ia tidak kehilangan akal dan sudah mempersiapkan rencana apapun agar Matteo mau melihat ke arahnya dan menginginkannya seperti menggesek-gesekkan kedua bukit kembarnya pada lengan pria itu untuk mencari perhatiannya.

"Aku merindukanmu, Tuan Matteo." bisiknya dengan nada sensusal.

Matteo menoleh ke arah wanita itu lalu menarik sebelah sudut bibirnya ke atas, wanita itu terkejut karena Matteo tersenyum ke arahnya. Kali ini wajah keduanya saling mendekat, dekat, dekat dan...

"Aww!"

Wanita itu meringis kesakitan karena diluar dugaan, rambut pirangnya dijambak kasar oleh Matteo. Pria itu menatap tajam wanita tadi seakan dengan tatapannya itu dia bisa mencacahnya seketika.

"Jangan berharap aku bisa menyentuhmu!" bentak Matteo sembari mendorong wanita itu menjauh darinya sampai membuatnya jatuh tersungkur ke atas lantai. Orang-orang yang berada di ruangan itu terlihat tidak terkejut akan apa yang dilakukan Matteo barusan dan hanya diam menonton. Memangnya siapa yang berani mengintrupsi bos mereka sendiri?

Demian yang ikut bergabung sejak tadi mengambil alih keadaan menenangkan Matteo yang sudah dikuasai amarah. Pria itu datang ke klub ini hanya untuk minum, namun wanita bayaran tadi malah mengganggunya.

"Tuan, apakah kita pulang saja?" tawar Demian.

Matteo menggertakkan giginya sampai rahangnya mengetat. "Pulang?" ucapnya sambil berdecih, dan kemudian ia seakan diingatkan oleh sesuatu.

"Saya masih perawan!"

Kepala Matteo menggeleng-geleng beberapa kali mengingat kalimat Brenda tadi yang terus berputar di dalam kepalanya. Ia mengacak rambutnya kasar karena frustasi.

"Jangan terpengaruh pada wanita manapun, Matteo. Mereka semua sama! Lagipula mana mungkin jaman sekarang masih ada wanita yang seperti itu? Selama beberapa hari ini sikapku memang salah, seharusnya aku tidak terlalu baik padanya." katanya pada diri sendiri.

"Demian!"

"Iya, Tuan?"

"Siapkan mobil untuk pulang!"

Demian mengangguk. "Baik, Tuan."

Sepeninggal Demian, Matteo menenggak minumannya sekali lagi langsung dari botolnya.

"Grrhhhk! Lily, mulai sekarang jangan pernah berharap kau akan mendapatkan perlakuan yang lembut dariku! Selanjutnya, aku akan memperlakukanmu sama seperti yang lainnya karena aku menikahimu hanya karena keinginan papa saja!"

**************

"Apa ini?!" Lea memandang Brenda tajam setelah diberikan peralatan bersih-bersih dari wanita itu. Ya, Brenda memang mengajak Lea ke rumah Matteo, setelah mengaku kalau wanita itu adalah pelayan baru rekomendasi darinya dan sudah disetujui oleh Matteo secara langsung. Memangnya siapa yang berani padanya saat ini? Setelah kejadian waktu itu dimana Matteo menegaskan pernikahan mereka, semua orang di dalam rumah ini mulai segan kepadanya.

"Kau bilang ingin membantuku kan?"

"Iya, tapi tidak seperti ini caranya!" bentak Lea tidak terima karena merasa dipermainkan oleh Brenda.

"Ssstt! Lea, dengar ya? Selain menjalankan misi, kita juga harus menyamar dengan baik agar tidak ketahuan--"

"Dan mengapa harus menjadi seorang pelayan?!" pekik Lea histeris. Ia saja hampir tidak pernah bersih-bersih di apartemennya sendiri, karena ia bisa memanfaatkan jasa tukang bersih-bersih yang disewanya tiap minggu. Dan sekarang ia harus melakukan hal ini untuk pertama kalinya bahkan bukan di tempat tinggalnya sendiri melainkan milik orang lain. Tentu saja hal itu tidak bisa diterima oleh Lea.

"Pelankan suaramu! Kau mau menarik perhatian mereka ya?" ucap Brenda memperingatkan.

"Bren-- hmm, maksudku Lily, aku bahkan tidak pernah bersih-bersih di tempat tinggalku sendiri, sekarang aku harus melakukannya untu pertama kalinya, dan bahkan bukan di rumahku sendiri? Oh ayolah!"

"Kau pikir selama ini aku tidak begitu? Jika bukan karena misi ini, aku juga tidak sudi melakukannya!"

Lea membuang nafas kasar, wanita itu pada akhirnya sependapat dengan Brenda. Semua ini tuntutan dari misi, jadi meski ia tidak menyukainya, ia tidak punya pilihan.

"Kau tenang saja, karena kau pelayan baru disini, jadi bagianmu untuk bersih-bersih hanya di sekitar sini saja. Sekarang aku harus melanjutkan pekerjaanku juga, nanti jika semuanya sudah selesai, kita bertemu di dalam kamarku untuk mengatur rencana. Oke?"

"Cih! Iya, aku tahu. Dan jangan bertindak seolah kau kaptennya! Menggelikan!"

Brenda mengedikkan bahunya tidak peduli. "Aku kan lebih dulu menjalankan misi ini dibanding dirimu. Dan lagipula aku lebih tahu tempat ini daripada kau!" Lalu menjauh pergi dengan senyum kemenangan menghiasi bibirnya.

Lea berdecih memandang kepergian Brenda dengan mengikuti punggungnya sampai menghilang.

"Dan ini yang kau sebut 'kita sekarang berteman?'. Cih!"

Sementara itu dari kejauhan dua orang memerhatikan gerak-gerik Lea. Salah satunya memandangnya dengan pandangan marah.

"Yesi, siapa lagi wanita itu?"

Yesi menoleh ke arah Ritta. "Dia pelayan baru yang direkomendasikan oleh Lily."

Ritta melipat tangannya di depan dada. "Cih, beraninya wanita itu merekrut pelayan baru tanpa persetujuanku! Lihat saja nanti, aku pasti akan membalas kelancangannya! Dan kau Yesi, bersiap-siaplah untuk rencana kita selanjutnya."

Yesi mengangguk pelan. "Baik."

Lily, aku harap semua akan baik-baik saja untukmu selanjutnya. Maafkan aku. Batin Yesi merasa bersalah pada Brenda.