Berkali-kali Brenda berusaha untuk tidak melirik pria disampingnya itu yang kini sedang sibuk menyetir. Dwinetranya ia paksa untuk memandang ke arah luar jendela melihat jalanan yang dilewati mobil tumpangannya. Tapi seberapa kali ia memaksa memfokuskan diri ke arah sana, pantulan pria itu semakin nampak jelas lewat kaca jendela di depannya. Ia mengumpat keras dalam hati, ada apa dengan dirinya saat ini? Mengapa ia harus begitu tertarik pada mafia itu? Hari ini ketampanan seorang Matteo bertambah berkali-kali lipat karena pria itu sedang memakai pakaian dengan gaya kasual berbeda dari biasanya. Dan demi Tuhan, penampilannya begitu condong ke arah kekasih idaman. Brenda berpikir lebih menyukai Matteo yang berpakaian santai seperti ini dibanding memakai jas seperti orang kantoran padahal itu bukan bidangnya. Dia hanya seorang penjudi, pemain wanita, dan pembunuh berdarah dingin yang rela menyosongkan peluru tembaknya ke arah kepala siapapun jika mereka berani menggertakknya ataupun membuatnya kesal. Dan wow! Bagaimana bisa agen FBI seperti dirinya justru jatuh pada pesona yang dimiliki penjahat itu sekarang. Hebat sekali. Batinnya tidak percaya.
"Lily!"
Brenda tersentak disaat ia dipaksa kembali ke dunia nyata setelah menyelami dunianya sendiri, dan yang lebih membuatnya terkejut adalah wajah pria itu sekarang sudah berjarak tinggal beberapa senti dari wajahnya. Dan kini ia menahan nafasnya ketika hidung pria itu bersentuhan dengan hidungnya, jangan bilang Matteo akan melakukan hal itu lagi padanya. Maka dari itu, Brenda pun reflek memejamkan matanya menunggu pria itu melakukannya, namun entah mengapa setelahnya ia tak merasakan sentuhan apapun pada bibirnya.
Mengapa lama sekali? Batinnya.
Alhasil Brenda pun memberanikan diri untuk membuka matanya dan ajaibnya pria itu sudah kembali di posisinya seperti semula yaitu di kursi kemudinya dengan memasang senyum sinisnya.
"Berharap lebih, eh?" katanya menggodanya dan Brenda merasa dihempaskan begitu saja oleh harapannya sendiri.
Mengapa ia harus mengharapkan perlakuan lebih dari pria ini? Mengapa? Memalukan. Wajahnya terasa panas dan Brenda mengibas-ngibaskan tangannya untuk mengurangi rasa itu. Namun kemudian ia memekik ketika diluar dugaan Matteo menariknya naik ke atas pangkuannya.
"Apa yang anda lakukan?!" pekiknya histeris.
"Bukankah kau sedang menginginkan bibirku saat ini?" jawabnya santai seolah-olah itu bukanlah apa-apa.
Brenda ingin membalas ucapan Matteo lebih lanjut untuk mengelak perkataannya, tapi bibirnya sudah terlanjur dibungkam oleh bibir milik pria itu yang akhirnya membuatnya membeku di pangkuannya.
Matteo menciumku lagi! Batinnya tidak percaya.
Dan tanpa malu-malu Brenda pun mengalungkan tangannya pada leher pria itu lalu kemudian membalas kecupan demi kecupan dengan mengikuti gerakan bibirnya yang terasa sangat panas. Bibir Matteo begitu menuntut, Brenda menyukainya. Entah sudah berapa kali mereka melakukan ini.
Tautan vibir mereka pun terlepas karena kini mereka sama-sama butuh pasokan oksigen sebanyak-banyaknya. Bibir tipis Brenda membengkak akibat kecupan Matteo barusan, dia pun mengusap lembut bibir milik Brenda menggunakan jari jempolnya.
"Aku tidak akan pernah merasa puas untuk merasakan bibir ini." katanya dengan suara serak menahan gairah lalu mengecup bibir Brenda berkali-kali.
Wanita itu mengerjapkan matanya menyadari tingkah Matteo barusan. Ia tersenyum karena ulah pria itu yang menurutnya lucu tapi kemudian memasang ekspresi datar menyadari jika semua ini adalah sebuah kesalahan.
Tapi ia berusaha meyakinkan diri jika apa yang terjadi saat ini adalah bagian dari sandiwaranya untuk merealisasikan misinya. Ia rela melakukan apapun asalkan misinya berhasil. Dan sepertinya membuat Matteo mendambakannya adalah cara paling ampuh untuk membantunya segera mengakhiri semua ini. Karena tidak bisa dipungkiri, Brenda juga merasa takut jika pada akhirnya nanti ia benar-benar akan jatuh pada pesona pria itu seperti yang mulai dirasakannya saat ini.
"Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?" Intrupsi Matteo membuatnya tersadar kembali. Brenda memandang wajah tampan Matteo yang begitu dekat dari posisinya, karena saat ini ia masih berada di pangkuan pria itu.
"Bolehkah saya kembali ke kursi saya sendiri?" tanyanya.
Matteo menarik sebelah alisnya, "Bukankah posisi ini terasa lebih nyaman?" godanya.
Brenda mendengus. "Tidak sama sekali, Tuan."
"Oh ya?"
Brenda lagi-lagi harus menahan nafasnya ketika dengan sengaja Matteo membelai pipinya dengan lembut dan memasang tatapan sendu ke arahnya. Apa-apaan pria ini? Ia bisa goyah kalau mendapatkan perlakuan seperti ini terus.
"Ehem! Tuan Matteo, tidakkah sebaiknya kita turun dan masuk ke dalam butik?"
Ya, hari ini ia dan pria itu keluar bersama karena akan memesan gaun yang akan ia pakai untuk acara pernikahan nanti. Brenda tidak menyangka akan benar-benar menikah dengan mafia ini.
"Bagaimana jika besok saja dan kita bercinta lebih dulu disini?"
Mata Brenda membulat lebar mendengar ucapan frontal Matteo, ia memang sering kehilangan akal sehat ketika sudah merasakan bibir pria itu, tapi dirinya juga tidak akan semudah itu memberikan keperawanannya sebelum mereka resmi mengikrarkan ikatan suci di depan pendeta. Walaupun ia tahu pernikahan ini tidak seperti impiannya sewaktu kecil dulu, tapi setidaknya misinya masih bisa terselamatkan.
"Saya tidak mau melakukannya!" tolak Brenda terus terang.
Matteo tersenyum sinis. "Kau masih berani menolak calon suamimu ini?"
"Tidak ada adegan intim sebelum menikah."
Matteo tergelak. "Penganut sex-after married heh? Kuno sekali."
"Ya...ya..saya tidak peduli. Pokoknya apapun anda menyebutnya, saya tidak akan mau memberikan mahkota saya pada anda saat ini."
"Mahkota? Hahahaha... Kau tidak benar-benar masih perawan kan?"
"Saya masih perawan!" tegasnya dan kemudian bibirnya mengatup rapat karena keceplosan. Lagipula pria itu tidak akan mempercayainya, mengapa ia harus menjelaskannya? Batinnya.
"Turun dari atas pangkuanku." katanya berubah dingin. Brenda terdiam, apakah ia sudah berbuat kesalahan?
"Tuan, saya--"
"AKU BILANG TURUN!" Bentaknya keras dan akhirnya membuat Brenda bergegas menjauhinya dengan kembali duduk di posisinya semula.
Brenda menundukkan wajahnya sembari memainkan jarinya. Ada apa dengannya? Mengapa ia jadi kepikiran seperti ini? Batinnya tidak tenang.
"Apakah anda tidak suka jika saya masih perawan?" tanya Brenda pelan dan disambut tawa remeh dari Matteo.
"Apakah itu penting? Mau kau perawan atau tidak, itu tidak penting."
Brenda meremas tangannya kuat sampai kuku jarinya memutih setelah mendengar kalimat Matteo yang terasa menyakiti hatinya. Benar, itu tidak penting. Kenapa ia harus memikirkannya karena perubahan sikap pria itu?
Dan suasana aneh di dalam mobil itu diakhiri ketika terdengar bunyi blam! dari pintu yang ditutup keras oleh Matteo. Pria itu keluar dari dalam mobil dan kemudian memutari mobilnya untuk membuka pintunya.
"Keluarlah! Tiba-tiba aku ada urusan, kau pesan gaun sendiri saja dan pulang naik taksi."
Brenda merasa semakin sakit hati ketika merasakan perubahan sikap Matteo yang menjadi. Namun ia menuruti perintah pria itu dengan turun dari mobilnya dan tanpa berkata-kata lagi Matteo masuk kembali ke dalam mobilnya meninggalkannya begitu saja.
Hiks...hiks..hiks...
Brenda memandang punggung tangannya yang basah, rasanya sudah lama sekali ia tidak menangis. Tapi mengapa hanya karena sikap dingin pria itu mampu membuatnya menangis? Ini tidak benar. Dadanya rasanya terasa sesak dan makin sakit, Brenda tidak tahan. Ia pun jatuh bersimpuh di depan butik itu membiarkan air matanya terus jatuh menuruni kedua pipinya.
"Matteo Rimora, aku membencimu..hiks..hiks.."
Dan ketika ia masih sibuk menangisi perlakuan Matteo barusana, tanpa disadarinya seseorang sudah berdiri di sampingnya sambil tersenyum sinis.
"Astaga, bagaimana mungkin seorang agen andalan FBI jatuh cinta pada seorang pimpinan mafia?"
Brenda menghentikan tangisannya dan mengadahkan kepalanya untuk melihat orang itu. Kedua matanya membulat setelah mengenali siapa orang itu.
"Lea?!"